Lifestyle

Hobi Mendaki Gunung: Perjalanan Mengupas Lapisan Ego Diri, Ziarah Batin dan Singkap Esensi Kehidupan

BAGI sebagian orang, mendaki gunung mungkin hanya soal menaklukkan ketinggian demi feed Instagram yang memukau. Namun, bagi jiwa-jiwa yang terpanggil

Editor: Emil Mahmud
Magang FIB UNAND/Aisa Elvira
BERPOSE MENUJU PUNCAK - Sejumlah pendaki berfoto bersama setelah berhasil mencapai puncak Gunung Klabat, gunung tertinggi di Sulawesi Utara. Foto ini menggambarkan filosofi hidup yang tersirat dalam aktivitas mendaki gunung, bahwa setiap langkah menuju puncak adalah perjalanan melawan batas diri, dan bukan sekadar menaklukkan ketinggian. 

BAGI sebagian orang, mendaki gunung mungkin hanya soal menaklukkan ketinggian demi feed Instagram yang memukau. Namun, bagi jiwa-jiwa yang terpanggil oleh sunyinya pegunungan.

Sebagai refleksi bahwa pendakian adalah ziarah batin, sebuah perjalanan yang mengupas lapisan ego dan menyingkap esensi kehidupan yang seringkali tertutup hiruk pikuk kota. 

Lebih dari sekadar mencapai puncak, mendaki adalah metafora paling jujur tentang perjuangan, ketahanan, dan penemuan diri.

Bayangkan langkah pertama di jalur setapak yang terjal. Nafas tersengal, otot-otot mulai terasa memberontak. Bukankah ini cerminan awal dari setiap impian besar yang kita kejar?

Butuh kesabaran yang diuji setiap meter, ketekunan yang dipompa di setiap tanjakan. Mendaki mengajarkan bahwa keberhasilan bukanlah shortcut instan, melainkan akumulasi langkah kecil yang konsisten, bahkan saat keraguan mulai membisikkan kata menyerah.

Di ketinggian, ego seringkali dipaksa bertekuk lutut di hadapan keagungan alam. Angin dingin yang menusuk tulang, jalur berbatu yang menguji keseimbangan, mengingatkan betapa kecil dan rapuhnya kita di semesta yang luas ini.

Di sinilah kerendahan hati tumbuh subur. Puncak yang tadinya terasa sebagai garis akhir yang mutlak, perlahan bergeser menjadi bagian dari keseluruhan perjalanan.

Hal yang lebih penting adalah bagaimana kita berinteraksi dengan alam yang perkasa dan dengan sesama pejuang di jalur yang sama.

Solidaritas di gunung adalah mata uang yang tak ternilai harganya. Uluran tangan membantu melewati celah bebatuan, berbagi seteguk air di tengah dahaga, atau sekadar kata penyemangat saat langkah terasa semakin berat.

Mendaki mengajarkan bahwa kita tidak ditakdirkan untuk menaklukkan dunia sendirian. Kekuatan sejati terletak pada kebersamaan, pada bahu yang siap menyangga saat kita limbung, dan pada semangat yang saling menguatkan.

Setiap pos pendakian yang dicapai, setiap pemandangan menakjubkan yang tersaji di hadapan mata adalah perayaan kecil dalam perjalanan panjang.

Mendaki mengajarkan kita untuk mensyukuri setiap progres, sekecil apapun. Bukankah hidup juga demikian? Kebahagiaan seringkali tersembunyi dalam pencapaian-pencapaian sederhana, dalam proses yang kita lalui, bukan hanya pada garis akhir yang gemilang.

Dan akhirnya, ketika kaki menginjakkan puncak, rasa bangga bercampur haru tak tertahankan. Namun, pendakian sejati tak berhenti di sana.

Baca juga: Intip Menu Andalan Mahasiswa: Nasi, Sambal, dan Ayam Goreng

BERPOSE MENUJU PUNCAK - Sejumlah pendaki berfoto bersama setelah berhasil mencapai puncak Gunung Klabat, gunung tertinggi di Sulawesi Utara. Foto ini menggambarkan filosofi hidup yang tersirat dalam aktivitas mendaki gunung, bahwa setiap langkah menuju puncak adalah perjalanan melawan batas diri, dan bukan sekadar menaklukkan ketinggian.
BERPOSE MENUJU PUNCAK - Sejumlah pendaki berfoto bersama setelah berhasil mencapai puncak Gunung Klabat, gunung tertinggi di Sulawesi Utara. Foto ini menggambarkan filosofi hidup yang tersirat dalam aktivitas mendaki gunung, bahwa setiap langkah menuju puncak adalah perjalanan melawan batas diri, dan bukan sekadar menaklukkan ketinggian. (Magang FIB UNAND/Aisa Elvira)

Baca juga: Chord Ekspektasi Raim Laode ft Aruma, Lirik: Bukan Ekspektasimu yang Meninggi

Perjalanan turun, seringkali lebih menantang dan membutuhkan fokus yang sama, mengajarkan tentang tanggung jawab dan kesadaran akan konsekuensi. Sama seperti dalam hidup, setiap pencapaian membawa serta tanggung jawab yang menyertainya.

Mendaki bukan sekadar mengumpulkan foto landscape yang indah. Ia adalah laboratorium kehidupan di alam terbuka, tempat di mana kesabaran, ketekunan, solidaritas, rasa syukur, dan kerendahan hati diuji dan diasah.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved