PPN 12 Persen

PPN Naik Jadi 12 Persen, Presiden BEM KM Unand: Kenapa Tak RUU Perampasan Aset yang Disahkan?

Presiden BEM KM Unand Dedi Irwansyah menilai PPN yang naik jadi 12 persen meresahkan masyarakat, termasuk mahasiswa.

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
tribunnews
Ilustrasi - Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Andalas (Unand) Dedi Irwansyah menilai PPN yang naik jadi 12 persen meresahkan masyarakat, termasuk mahasiswa. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik dari 11 persen menjadi 12 persen menuai polemik.

Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Mahasiswa (KM) Universitas Andalas (Unand) Dedi Irwansyah menilai PPN yang naik jadi 12 persen meresahkan masyarakat, termasuk mahasiswa.

Ia menilai, penyebab PPN naik jadi 12 persen karena berlakunya Peraturan tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021, dan itu ditetapkan 1 Januari 2025.

Dedi mencontohkan, masyarakat paling terdampak ialah kaum emak-emak. "Jadi contohnya adalah ketika mau makan, ketika mau mencuci piring airnya dikenakan pajak, piringnya dikenakan pajak, bahkan yang untuk mengeringkan lapnya itu dikenakan pajak, dan makanan yang ada di atas piring yang nanti akan disajikan itu dikenakan pajak," kata Dedi.

Begitu juga, ujar dia, kelompok yang terdampak kenaikan PPN 1 persen itu ialah mahasiswa, apalagi mahasiswa perantauan.

"Kita makan di warung, kita beli makan, ketika mau nongkrong di kafe, minumannya kita minum bertambah pajak. Jadi semuanya terdampak, semuanya kena, termasuk mahasiswa," imbuhnya.

Sementara itu, secara pribadi Dedi menduga kebijakan PPN 12 persen merupakan upaya pemerintah meraup pendapatan negara. Apalagi, program-program pemerintah hari ini butuh pembiayaan besar.

Baca juga: Pakar Nilai Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Punya Dampak Luas Terhadap Sektor EkonomiĀ 

"Sekarang saya melihat ada kelucuan dibalik ini, karena memang saya melihat gitu, penyebab terjadinya dari PPN 12 persen ini dari pemerintah itu adalah untuk menambah pendapatan negara. Karena kita lihat sekarang utang negara cukup besar, dan kalau saya lihat, kenapa harus pajaknya dinaikkan? Kenapa tidak RUU perampasan aset yang disahkan. Jadi para koruptor itu hartanya bisa terkuras, dan bisa dimasukkan ke dalam pendapatan negara," terang dia.

Hal itu membingungkan bagi Dedi, mestinya hal urgen yang dilakukan pemerintah ialah mengetok palu RUU Perampasan Aset.

"Dan ada satu penyebab yang saya lihat, jika berburuk sangka, kenaikan PPN ini juga untuk menunjang pembiayaan program-program pemerintah seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) hingga program makan bergizi gratis. Lalu, kementerian yang gemuk juga butuh pendanaan, yakni pembangunan kantor dan sebagainya. Tapi ini masih perspektif saya," tambahnya.

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved