PPN 12 Persen
Yenny Wahid Kritik Kenaikan PPN 12 Persen, Jika Gus Dur Masih Hidup akan Berdiri Bareng Rakyat Kecil
Rencana pemerintah memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen tahun 2025, mendatangkan berbagai kritikan.
TRIBUNPADANG.COM- Rencana pemerintah memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen tahun 2025, mendatangkan berbagai kritikan.
Termasuk dari Yenny Wahid, Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Menurut Yenny, jika sang Ayah, Gus Dur, masih hidup, dia akan berada bersama masyarakat menentang rencana kenaikan PPN 12 persen.
"Jika Gus Dur masih ada, saya yakin beliau akan berdiri bersama rakyat kecil dan mengatakan, hentikan rencana ini," ujar Yenny dalam acara Haul ke-15 Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan, Sabtu (21/12/2024).
Yenny mengatakan, saat ini masyarakat tengah menghadapi tantangan ekonomi yang begitu besar.
Baca juga: Presiden Prabowo Tegaskan, PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah: Kita Tetap, Lindungi Rakyat Kecil
Menurutnya, banyak rakyat hidup dalam kesulitan, harga kebutuhan pokok melonjak hingga pengangguran yang semakin bertambah.
Dengan kondisi itu, Yenny pun heran mengapa justru pemerintah menaikkan PPN menjadi 12 persen.
"Tetapi justru saat ini ada rencana pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai menjadi 12 persen. Apakah ini bijak?" ucap Yenny.
Ia pun membandingkan dengan kebijakan-kebijakan menyangkut ekonomi di beberapa negara lain.
Yenny mengatakan, saat ini negara tetangga seperti Singapura justru memberikan bantuan tunai pada rakyat, dan Vietnam menurunkan pajak.
Ia menegaskan, prioritaskan kesejahteraan rakyat bukan hanya angka-angka di atas kertas.
Baca juga: Pengaruh Positif Ekonomi Kreatif Terhadap, Rencana Kenaikan PPN 12 Persen
Pemerintahan seharusnya menurunkan angka korupsi, bukan malah rakyat yang harus dibebani.
"Hadirin yang saya cintai, ada satu lagi pelajaran besar yang diwariskan oleh Gus Dur, yaitu beliau mampu membedakan mana kekuasaan dan mana kemanusiaan," tandasnya.
Diketahui, wacana kenaikan PPN 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Payung hukum itu merupakan produk Legislatif periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh PDI Perjuangan (PDIP).
Diketahui dasar kenaikan PPN menjadi 12 persen termuat dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 atau UU tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
UU HPP disahkan pada 7 Oktober 2021 silam.
"Kenaikan PPN 12 persen, itu adalah merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan menjadi 11 persen tahun 2022 dan 12 persen hingga 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan," kata Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Wihadi Wiyanto, Sabtu (21/12/2024).
Panitia Kerja(Panja) RUU HPP tersebut, diketuai Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi PDI Perjuangan, Dolfie Othniel Fredric Palit.
Saat itu, dalam pembahasan tingkat I di Komisi XI DPR bersama pemerintah sebanyak delapan fraksi setuju RUU HPP dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan.
Delapan fraksi yang setuju adalah PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PAN dan PPP.
Sementara yang menolak adalah fraksi PKS.
Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Dolfie Othniel Frederic Palit, meluruskan tudingan Partai Gerindra yang menyebut partainya menginisiasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen melalui Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021.
Dolfie menyebut, Undang-undang HPP adalah inisiatif pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang diajukan ke DPR pada 5 Mei 2021.
"UU HPP merupakan UU inisiatif Pemerintahan Jokowi yang disampaikan ke DPR tanggal 5 Mei 2021," kata Dolfie, saat dikonfirmasi pada Minggu (22/12/2024).
Dia menegaskan, delapan fraksi di DPR, termasuk Partai Gerindra, menyetujui pengesahan UU HPP pada 7 Oktober 2021. Adapun satu-satunya fraksi yang menolak adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Dolfie menjelaskan, UU HPP berbentuk omnibus law yang mengubah ketentuan pada sejumlah undang-undang, termasuk UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU PPN, dan UU Cukai.
Selain itu, UU HPP juga mengatur Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak dan Pajak Karbon.
Salah satu poin penting UU HPP adalah ketentuan bahwa tarif PPN mulai 2025 akan menjadi 12 persen, meningkat dari tarif saat ini yang sebesar 11 persen.
Namun, Dolfie menegaskan, pemerintah diberi ruang untuk menyesuaikan tarif tersebut dalam rentang 5-15 persen berdasarkan kondisi perekonomian nasional sesuai ketentuan Pasal 7 ayat (3).
"Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa kenaikan atau penurunan tarif PPN sangat bergantung pada kondisi perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah diberi ruang untuk melakukan penyesuaian tarif PPN (naik atau turun)," jelasnya.
Dolfie mengingatkan, pemerintahan yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto nantinya dapat memilih untuk mempertahankan tarif PPN 12 persen atau melakukan penyesuaian.
Namun, dia menekankan bahwa kebijakan perpajakan tersebut harus mempertimbangkan kinerja ekonomi nasional, pertumbuhan yang berkualitas, peningkatan penghasilan masyarakat, penciptaan lapangan kerja, serta efektivitas belanja negara.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo atau Sara, mempertanyakan sikap PDIP yang tiba-tiba menolak kenaikan PPN 12 persen.
Padahal, kebijakan tersebut merupakan amanat dari UU HPP.
"Itulah kenapa saya heran saat ada kader PDIP berbicara di rapat paripurna, tiba-tiba menyampaikan pendapatnya tentang PPN 12 persen.
Jujur saja, banyak dari kita saat itu hanya bisa senyum dan geleng-geleng ketawa," kata Sara, saat dikonfirmasi pada Minggu.
Menurut Sara, Ketua Panitia Kerja (Panja) pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) HPP, sebelum disahkan menjadi UU, adalah Dolfie Othniel Frederic Palit dari Fraksi PDIP.
"Dalam hati, hebat kali memang kawan ini bikin kontennya. Padahal mereka saat itu Ketua Panja RUU yang mengamanatkan kenaikan PPN 12 persen ini," ujarnya.
Karenanya, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini mempertanyakan sikap PDIP yang tiba-tiba menolak PPN 12 persen.
"Kalau menolak ya kenapa tidak waktu mereka Ketua Panjanya?" ungkap Sara.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.co berjudul Dituduh sebagai Inisiator PPN Naik 12 Persen, Kini PDIP Balik Tunjuk Hidung Jokowi dan Yenny Wahid: jika Gus Dur Masih Ada, Berdiri Bersama Rakyat Hentikan Kenaikan PPN 12 Persen
Ketua DPRD Sijunjung Soroti Kenaikan PPN 12 Persen, Sebut Daya Beli Masyarakat Jadi Lemah |
![]() |
---|
PPN Naik Jadi 12 Persen, Presiden BEM KM Unand: Kenapa Tak RUU Perampasan Aset yang Disahkan? |
![]() |
---|
Pakar Nilai Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Punya Dampak Luas Terhadap Sektor Ekonomi |
![]() |
---|
SPSI Sumbar Nilai Kenaikan PPN Jadi 12 Persen Tak Berdampak Signifikan ke Buruh |
![]() |
---|
PPN 12 Persen, KSPI Sumbar Sayangkan Fraksi-Fraksi DPR Setuju: Semestinya Dengarkan Aspirasi Rakyat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.