Konflik Manusia dan Harimau Sumatera
Konflik Manusia dan Harimau Sumatera di Sumbar: Dari Jejak Kaki hingga Serangan Ternak
Selama tiga tahun terakhir, setidaknya telah terjadi puluhan kasus konflik manusia dan harimau Sumatera di Sumatera Barat (Sumbar).
Penulis: Rizka Desri | Editor: Rizka Desri Yusfita
Jejak kaki harimau itu berukuran 20 x 20 cm dan 14 x 14 cm.
Kawasan penemuan jejak kaki harimau tersebut adalah tempat masyarakat beraktivitas di ladang.
Tak hanya di Solok, dua ekor anjing mati dan dua ekor kerbau milik warga luka-luka diduga dimangsa harimau Sumatera.
Kejadian ini dilaporkan terjadi di Jorong Aia Taganang Nagari Matur Hilir Kecamatan Matur Kabupaten Agam Provinsi Sumatera Barat pada 20 Agustus 2022.
Masih di Agam, warga kembali menemukan jejak diduga Harimau Sumatera di Jorong Koto Tinggi, Koto Tuo.
Selain jejak, warga juga melaporkan adanya anjing peliharaan yang ditemukan mati yang diduga berhubungan erat dengan penemuan jejak Harimau Sumatera tersebut, Senin (10/10/2022).
Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono saat itu mengatakan, konflik masyarakat di sekitar Koto Tuo dengan hewan bernama latin Panthera Tigris Sumatrae itu sebenarnya sudah berawal sejak 2 Oktober 2022 lalu.
Mulanya dengan adanya temuan hewan peliharaan warga yang mati.
Hewan itu mati juga diduga karena serangan Harimau Sumatra.
Berdekatan dengan Wilayah Nagari Koto Tinggi, harimau juga teror warga Sungai Tanang.
Akibatnya, dua anjing peliharaan warga di ladang bawang dimangsa oleh harimau.
Beberapa bulan setelahnya, seekor harimau Sumatera terekam camera trap di kawasan Kecamatan Palupuh, Selasa (6/12/2022).
Petugas pun melakukan upaya penghalauan agar satwa langka tersebut menjauh dari ladang warga.
Penghalauan dilakukan menggunakan bunyi-bunyian.
Menurut keterangan warga, harimau tersebut sempat menampakkan wujudnya, dengan cara melompat dan hampir menerkam salah seorang warga.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.