Aksi Kawal Putusan MK

Di Tengah Guyuran Hujan, Mahasiswa Kelompok Cipayung Demo di Kantor DPRD Sumbar Kawal Putusan MK

Mahasiswa dari berbagai organisasi melakukan aksi demonstrasi kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di depan Kantor DPRD Sumatera Barat, Jumat ..

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
Istimewa
Mahasiswa dari berbagai organisasi melakukan aksi demonstrasi kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di depan Kantor DPRD Sumatera Barat, Jumat (23/8/2024) sore. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Mahasiswa dari berbagai organisasi melakukan aksi demonstrasi kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) di depan Kantor DPRD Sumatera Barat, Jumat (23/8/2024) sore.

Demonstrasi kali ini dilakukan oleh mahasiswa dari kelompok Cipayung, yakni HMI, GMNI, PMKRI, GMKI, PMII, KAMMI, GMKI, SEMMI.

Adapun pada aksi demonstrasi kali ini, massa berorasi di tengah guyuran hujan.

Massa aksi tampak membawa sejumlah spanduk dengan narasi "darurat demokrasi"," kawal putusan Mahkamah Konstitusi", Bubarkan DPR", "DPR tolol" dan lain sebagainya.

Mereka turut membawa bendera dan atribut organisasi masing-masing.

Massa aksi belum sepenuhnya percaya Pilkada dilaksanakan dengan berkaca pada putusan MK, meski Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco menyebut bahwa Pilkada 2024 tetap mengacu kepada putusan MK.

Sebelumnya, Guru besar Ilmu Politik Universitas Andalas Prof Asrinaldi menyebutkan saat ini Indonesia tengah dalam fase darurat demokrasi.

Baca juga: Peserta Aksi Kawal Putusan MK di Padang Bertahan di Bawah Hujan, Bakar Ban di Depan DPRD Sumbar

Hal itu disampaikan Asrinaldi menanggapi dinamika politik yang terjadi saat ini bahwa DPR telah mengangkangi konstitusi. DPR dengan sekejap memanage RUU Pilkada dengan tidak mengindahkan Putusan MK.

"Sangat-sangat darurat, sangat berbahaya dalam perjalanan bangsa ke depan," kata Asrinaldi kepada TribunPadang.com, Kamis (22/8/2024).

Asrinaldi sepakat dengan sejumlah banyak kajian bahwa kemunduran demokrasi memang terjadi di Indonesia.

Ia menilai, DPR saat ini tidak lagi mengatasnamakan kepentingan rakyat, melainkan mengutamakan kepentingan kelompok yang mereka dukung, atau kelompok yang memang menjadi Patron dari partai politik di DPR.

Belum lagi, sikap DPR berbeda saat MK memutus gugatan dalam konteks yang persis sama, yakni putusan 90 yang menetapkan syarat usia calon presiden dan wakil presiden, dan putusan 60 tentang ambang batas syarat dukungan kepala daerah.

"Pada putusan 90 tentang syarat usia calon presiden dan wakil presiden, DPR sangat setuju dengan itu, tidak ada pembahasan. Sedangkan, ketika putusan 60 yang ketok palu baru-baru ini bertentangan dengan kepentingannya, mereka langsung mengubah UU tanpa menghiraukan putusan MK, padahal UU itu yang menguji MK," terang Asrinaldi.

Ia menilai, sudah sangat jelas bahwa DPR kini ialah organisasi yang tidak lagi berorientasi pada kepentingan masyarakat, tapi lebih berorientasi kepada kepentingan patron-nya yang berkuasa.

"Ada juga yang mengatakan, kenapa MK menambah norma sehingga DPR merasa kewenangannya diambil? Bukankah ketika putusan 90 tentang syarat usia calon presiden dan wakil presiden MK menambahkan normanya? Kenapa tidak ada persoalan dulu. Kenapa tak ada persoalan?," imbuhnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved