Citizen Journalism

355 Tahun Kota Padang: Ibarat Menjahit Ulang, Kain yang Robek

IBARAT Menjahit dasar kain yang tercabik, kiranya itulah analogi yang cocok supaya Kota Padang kembali bisa tampil elok dan enak dipandang. Bertepatan

|
Penulis: Emil Mahmud | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Rima Kurniati
ILustrasi: Suasana Festival Muaro Padang, pada Kamis (27/4/2023) di Batang Arau, Kota Padang, Provinsi Sumbar. 

Oleh Emil Mahmudsyah, Penulis, Penanggungjawab TribunPadang Tribun Network, yang juga Warga Kota Padang 

IBARAT Menjahit dasar kain yang robek karena tercabik, kiranya itulah analogi yang cocok supaya Kota Padang kembali bisa tampil elok dan enak dipandang. Bertepatan tanggal 7 Agustus 2024, hingga kini terbilang 355 Tahun usia Kota Padang yang merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Barat atau Sumbar. Berbeda dengan Kota Padang kini dan dulu, awalnya selingkar muara Pantai Padang -- persisnya di seputar -- kawasan Batang Arau yang tak berjauhan dari Jembatan Siti Nurbaya sekarang.

Catatan historinya dibeberkan oleh Syamdani, seorang pegiat sejarah dan kandidat Doktor Ilmu Sejarah Universitas Negeri Padang (UNP) bahwa penetapan 355 tahun itu ditandai dengan perlawanan warga Pauh terhadap kolonial Belanda, yang notabene berbendara VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie). Dari literatur tentang VOC menyebutkan satu perusahaan Hindia Timur Belanda, yang didirikan pada 20 Maret 1602. VOC adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.

Hingga terjadi peristiwa yakni penyerangan masyarakat Pauh dan Koto Tangah tanggal 7 Agustus 1669 dini hari silam terhadap orang Belanda. Sebetulnya, saling serang antara masyarakat Padang pinggiran kota, meliputi Pauh, Koto Tangah dan lainnya berlanjut sesuai catatan sejarah Kota Padang.

Sampai pengaruh VOC berakhir ditandai runtuhnya perusahaan dagang tersebut 1799. Peralihan VOC, menyusul pemerintah Hindia Belanda datang ke Padang, yang kepentingan berbeda dengan VOC. Perbedaan signifikan, kepentingan VOC datang ke Padang kala itu lebih kepada urusan dagang atau ekonomi. Sedangkan, pemerintah Hindia Belanda terdapat kepentingan politis sekaligus kolonialisme serta imperealisme.  

Masih dalam ulasan sejarah, yang dipaparkan oleh nara sumber Syamdani saat podcast Tamu Kita di Studio TribunPadang.com Tribun Network Kompas Gramedia, baru-baru ini bahwa sentra ekonomi dan jasa berpusat di kawasan Batang Arau, atau muara Pantai Padang sekarang. Di situlah lalu-lintas perdagangan melalui jalur laut, berdatangan sekaligus berkunjung ke titik awal geliat Kota Padang. Di antaranya, merapatnya para saudagar dari India, hingga Hindia Belanda, yang ketika itu datang semula juga untuk kepentingan perdagangan dan ekonomi.

                        

               

                                                                                                 ***

 

SEKILAS sejarah tentang Kota Padang, yang kemudian pesat berkembang menjadi pusat jasa dan perdagangan dengan peluang dan punya nilai prospek ekonomi. Sejauh itu pula, Padang secara ekonomi memang potensial sebagai pusat perdagangan dan jasa, sehingga menjadi salah satu pilihan bagi saudagar manca-negara untuk datang. Terlebih, dengan adanya pelabuhan Teluk Bayur dengan adanya syahbandar mengurusi arus keluar-masuk kapal barang, serta penumpang tentunya

Setelah melewati periodesasi, masa yang relatif panjang hingga 355 tahun, tentunya telah sekian banyak generasi yang lahir. Begitu pula, perkembangan Kota Padang juga turut berubah dan dikelola oleh generasi yang berbeda. Kota Padang, yang awalnya  konsentrasi sebagai pusat jasa dan perdagangan kini bergeser jadi kota Pendidikan, yakni menjamurnya lembaga pendidikan, mulai dasar hingga perguruan tinggi.

Mencermati situasi dan kondisi Kota Padang kini, yang sarat problematik kiranya butuh sentuhan yang efektif dalam hal pengelolaan. Potret Kota Padang kini, kerap disorot dalam arti dikritik lantaran pengelolaannya yang belumlah optimal.

Hal itu dapat dibandingkan, dalam periodesasi terdahulu, missal ketika Kota Padang dinilai bersama sederet kota terbersih di Indonesia era-1980 hingga 1990-an. Dari satu contoh ini saja, Kota Padang tak keliru dinilai, mengalami kemunduran secara kinerjanya. Begitu pula, infra-struktur dan system drainase yang belum sanggup menahan ancaman banjir apabila hujan deras, yang mengguyur beberapa jam saja.

Tak sedikit pointer yang bisa dicatat, apabila warga dibolehkan menyampaikan kritikan atas kota domisilinya sendiri. Kritikan atas kondisi fisik di atas, sejurus pula dapat dilayangkan kondisi masyarakat kota, yang masih ditemukan kaum miskin kota (urban-poor). Contohnya, warga yang hidup di bawah garis kemiskininan dapat ditelusuri lewat data secara faktual. Fenomena yang masih terlihat di depan mata dan kepala warga kota, bahwa gelandang dan pengemis atau gepeng masih berkeliaran. Pertanyaannya, tentu dialamatkan kepada pengelola dari Padang Kota Tercinta, julukan lain Kota Bengkuang ini.

Halaman
12
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved