Polemik Revisi RUU Penyiaran

Poin-Poin Kontroversial Revisi RUU Penyiaran: Mengekang Kebebasan Pers hingga Pembatasan Investigasi

Rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang dibahas oleh DPR RI menuai polemik dan penolakan dari berbagai kalangan

Penulis: Rahmadisuardi | Editor: Rahmadi
ist
Rencana revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran yang dibahas oleh DPR RI menuai polemik dan penolakan dari kalangan jurnalis. 

Larangan-larangan yang diusulkan dalam Pasal 50 B berpotensi menjadi alat sensor yang kuat. Jika investigasi jurnalistik, yang sering kali mengungkap korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, dilarang, maka pers tidak lagi bebas melaksanakan fungsi pengawasannya.

Baca juga: Pelaku Begal di Bukit Sundi Solok Berhasil Ditangkap, Korban Masih Trauma

Pasal 42 yang mengharuskan muatan jurnalistik sesuai dengan P3 dan SIS, serta penyelesaian sengketa oleh KPI, merusak independensi redaksi. Dewan Pers, yang memiliki mandat khusus untuk melindungi kemerdekaan pers, seharusnya tetap menjadi otoritas utama dalam penilaian ini. Selain Pasal 8A huruf (q) dan pasal 42 ayat 2, Pasal 51 huruf E juga tumpang tindih dengan UU Pers. Pasal ini mengatur bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan. 

“Sengketa yang timbul akibat dikeluarkannya keputusan KPI dapat diselesaikan melalui pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 51 huruf E.

Dengan memberikan KPI kewenangan menyelesaikan sengketa jurnalistik, potensi konflik kepentingan meningkat karena KPI lebih fokus pada regulasi penyiaran ketimbang melindungi kemerdekaan pers.

Revisi UU Penyiaran yang diusulkan saat ini tidak hanya berpotensi mengancam kebebasan pers tetapi juga mengekang hak publik untuk mendapatkan informasi yang akurat dan independen.(*)

 

Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved