Kabupaten Kepulauan Mentawai

Mendiskusikan Eksistensi Abag dan Uma dalam Kehidupan Masyarakat Mentawai

Museum etnografi Andalas bersama Kerabat Mahasiswa Antropologi Universitas Andalas (Unand) menggelar seminar etnografi Mentawai, bertempat di aula ...

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
TribunPadang.com/Wahyu Bahar
Seorang warga sedang mengayuh Abag (sampan) di Muntei Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Dipotret beberapa waktu lalu. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Museum etnografi Andalas bersama Kerabat Mahasiswa Antropologi Universitas Andalas (Unand) menggelar seminar etnografi Mentawai, bertempat di aula pasca sarjana Unand, Senin (11/12/2023).

Seminar ini dihadiri oleh 120 orang lebih. Setiap kelompok mahasiswa Antropologi mempresentasikan riset mereka.

Sebelumnya, 25 orang mahasiswa Antropologi itu telah melakukan riset selama 10 hari di Desa Muntei Siberut Selatan Mentawai.

Koordinator pelaksana seminar sekaligus akademisi Antropologi Unand, Maskota Delfi mengatakan, seminar etnografi Mentawai merupakan kegiatan akademik yang digelar satu kali tiap semester.

Menurutnya, seminar ini penting untuk mengembangkan sikap akademis mahasiswa. Sebagai akademisi, mahasiswa didorong untuk membiasakan diri mendeseminasikan hasil kerja lapangan.

Maskota Delfi mengatakan, Abag (sampan) dan Uma (rumah tradisional) ialah dua hal penting yang tak bisa dilepaskan dari masyarakat Mentawai.

Kata dia, walaupun sekarang jalan-jalan sudah dibangun, trans Mentawai sudah dibangun di Mentawai, begitu juga motor sangat banyak, tapi ternyata sampan masih memegang peranan penting.

Foto bersama usai seminar etnografi Mentawai, bertempat di aula
Foto bersama usai seminar etnografi Mentawai, bertempat di aula pasca sarjana Unand, Senin (11/12/2023).

 

Baca juga: Ketersediaan Air Bersih Jadi Impian Masyarakat Muara Siberut Kepulauan Mentawai

"Kenapa? karena di musim-musim tertentu itu banjir (maeba dalam bahasa Mentawai), mereka tidak terkendala untuk pergi ke tempat lain, karena mereka punya sampan," kata Maskota usai seminar.

Dari anak-anak kecil hingga orang tua, selagi masih mampu berjalan mereka akan mampu mendayung sampan.

Sebagaimana kita ketahui, ujarnya, daerah di Siberut masih banyak rawa-rawa, sekalipun ada jalan, banyak juga yang tak bisa ditempuh dengan kendaraan bermotor, atau jalan kaki.

"Abag juga penting untuk membawa hasil kebun dari ladang, Abag jauh lebih fungsional dari sepeda motor, sepeda motor tak bisa terlalu banyak membawa, misalnya rotan lebih pas di bawa dengan Abag," imbuhnya.

Sementara, Uma juga masih eksis hingga hari ini menjadi bagian dari ritual kepercayaan masyarakat Mentawai.

"Uma yang dalam pengertian dibicarakan mahasiswa tadi mungkin soal bangunannya, namun rumah panggung yang masih menjadi bisa representasi Uma suku masih tetap ada, karena ritual yang berkenaan dengan kelompok-kelompok yang masih terikat," katanya.

"Hubungan kekerabatan garis keturunan bapak mereka itu masih tetap, tentu masih terikat ya, misalnya pembagian daging bersama, masih terikat mereka dengan hewan yang mereka potong/ korbankan untuk dimakan bersama dalam berbagai ritual itu, mereka masih berkumpul dalam Uma," tambah Maskota.

Kalau pun mungkin rumah mereka tidak rumah panggung, lanjut dia, sama seperti rumah gadang yang tidak semuanya Bagonjong, tapi bangunannya tetap difungsikan sebagai Uma dalam kelompok itu.

Halaman
12
Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved