Kue Singgang: Jajanan Jadul di Perbatasan Solok - Solok Selatan yang Tergerus Zaman

Ketika berbicara tentang jajanan khas Sumatera Barat pasti yang ada dalam pikiran orang banyak hanyalah tentang sanjai dari Bukittinggi maupun galam..

Penulis: Ghaffar Ramdi | Editor: Fuadi Zikri
TribunPadang.com/Ghaffar Ramdi
Kue singgang khas daerah perbatasan Kabupaten Solok dan Solok Selatan. 

TRIBUNPADANG.COM, SOLOK - Ketika berbicara tentang jajanan khas Sumatera Barat pasti yang ada dalam pikiran orang banyak hanyalah tentang sanjai dari Bukittinggi maupun galamai dari Payakumbuh.

Ternyata, Sumatera Barat memiliki banyak jajanan khas di setiap penjuru daerah dengan cita rasa dan resep yang biasanya jadi ikon dari daerah tersebut.

Sebut saja, jajanan khas masyarakat di perbatasan Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan yang lebih dikenal dengan nama kue singgang, atau ada juga yang menyebutnya kue bika di daerah lain Sumatera Barat.

Sesuai namanya, kue singgang dimasak dengan cara dipanggang atau dibakar menggunakan kayu bakar atau sabut kelapa hingga bisa dikonsumsi sebagai jajanan.

Komposisi pembuatan kue singgang biasanya terdiri dari tepung beras yang dicampur dengan kelapa parut yang kemudian dicetak di atas daun pisang atau daun baru.

Namun, seiring berjalannya waktu eksistensi jajanan khas ini di daerah perbatasan Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok Selatan ini sudah mulai berkurang. 

Hal ini dibuktikan dengan semakin sedikit yang berjualan kue singgang sepanjang jalan lintas antar dua kabupaten ini.

Baca juga: Tempat Wisata Bukittinggi, Pisang Kapik Pasar Ateh Bisa Jadi Pilihan Kuliner, Harga Mulai Rp5 Ribu

Salah seorang penjual kue singgang di Jembatan Panjang, Koto Baru, Nagari Aie Dingin, Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok, Siti mengatakan saat ini hanya dia yang tetap berjualan kue singgang setiap hari.

"Dahulu sepanjang jalan lintas ini banyak yang berjualan kue singgang, bahkan kalau dihitung setiap tikungan pasti ada penjual singgang," katanya, Minggu (5/11/2023).

Siti menyebutkan, penyebab mulai banyak kedai penjual singgang yang tutup karena hasil penjualan yang tidak tetap.

"Saya saja berjualan setiap hari kadang tidak menentu, kadang adonan habis seluruhnya kadang tidak," ujar Siti.

Siti menuturkan bahwa kedai kue singgang yang ia punya saat ini merupakan warisan dari orang tuanya dahulu.

"Saya adalah generasi kedua yang melanjutkan usaha ini, sebelumnya orang tua saya sudah berjualan kue singgang di sini semenjak tahun 80-an," tutur Siti.

Siti mengungkapkan alasan ia tetap konsisten berjualan singgang ialah karena masih ada saja pembeli setiap harinya walaupun tidak memproduksi secara banyak.

"Rata-rata pembeli kue singgang saya adalah orang yang melintas di jalan raya ini saja, kadang juga masyarakat kampung untuk bekal dibawa ke ladang," ungkap Siti.

Halaman
12
Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved