PBHI Sumbar ke Komnas HAM: Ungkap Kasus Dugaan Penyiksaan oleh Aparat
Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Sumatera Barat (Sumbar) menyambangi Komnas HAM wilayah Sumbar
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM, PADANG- Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Sumatera Barat (Sumbar) menyambangi Komnas HAM wilayah Sumbar bertepatan dengan momen Hari Anti Penyiksaan Sedunia pada Senin (26/6/2023).
Kunjungan PBHI itu untuk beraudiensi terkait dugaan penyiksaan yang terjadi dalam kurun waktu enam bulan terakhir, termasuk yang dialami terduga pelaku pembunuhan DS saat proses penyidikan oleh Kepolisian Sektor Koto Tangah.
Ketua Badan Pengurus Wilayah PBHI Sumbar Ihsan Riswandi mengatakan, temuan itu diketahui dari penyuluhan dan konsultasi hukum yang dilakukan PBHI Sumbar di Rutan Anak Aia Padang selama beberapa tahun terakhir.
Khusus enam bulan terakhir, kata dia, PBHI Sumbar mencatat 10 orang diduga menjadi korban penyiksaan dalam proses penyidikan di Kepolisian, termasuk salah satunya yang dialami oleh DS.
Akibat dari dugaan penyiksaan, lanjut Ihsan, DS sempat dirawat di RS Bhayangkara. DS lalu menjalani perawatan di RS Bhayangkara, namun keluarga dari pihak korban disebut tak dapat izin untuk membesuk.
Baca juga: Komnas HAM Minta Polri Usut Kasus Dugaan Pelecehan yang Dialami Putri Candrawathi
"DS ditangkap pada tanggal 14 April 2023. Pihak keluarga baru bisa bertemu dengan DS pada tanggal 4 Mei 2023 di RS Bhayangkara, dalam kondisi sangat memprihatinkan," kata Ihsan kepada TribunPadang.com, Senin (26/6/2023).
"Kondisi ini tentu menyedihkan, dimana penegakan hukum pidana yang semestinya bernafaskan semangat keadilan dan kepatuhan hukum, justru dilakukan dengan melanggar hukum, dan berdampak luka fisik maupun psikis akibat penyiksaan," tambahnya.
Ihsan menjelaskan, pada proses hukum tingkat kepolisian, praktik penyiksaan yang mengatasnamakan penegakan hukum dinilai melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 11 peraturan Kapolri itu berbunyi “Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penyiksaan, pelecehan, penghukuman yang tidak manusiawi, melakukan kekerasan dan/ senjata api”.
Ihsan melanjutkan, sepanjang 2020 hingga 2023 (PBHI) Sumbar intens melakukan penyuluhan dan konsultasi hukum di Rutan Anak Aia Padang.
Baca juga: Ibunda Wakil Ketua Komnas HAM RI Meninggal Dunia, Jenazah Dimakamkan di Padangpariaman
Di samping itu, Ihsan juga menyinggung dugaan pelanggaran HAM yakni pembiaran atau pengabaian (by omission) terjadinya dugaan tindak kekerasan oleh aparatur negara sebagaimana yang terjadi dalam kasus kematian Syafrial di LAPAS Lubuk Basung.
Kasus ini, katanya, telah dilaporkan keluarga melalui surat tanggal 15 Januari 2022 yang kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan dan pemeriksaan saksi tanggal 22 Februari 2022.
"Pada pertemuan dengan Kasat Reskrim Polres Lubuk Basuang, beserta jajarannya disepakati bahwa untuk pembuktian akan dilakukan otopsi dan pemeriksaan CCTV, namun sampai saat ini, para pelapor belum mendapatkan penjelasan mengenai perkembangan kasus tersebut," kata Ihsan dalam keterangan tertulisnya.
Kedua kasus penyiksaan di atas, ujar Ihsan adalah gambaran masih lemah bahkan tidak efektifnya mekanisme pengawasan dan tindakan internal institusi penegak hukum.
Meskipun institusi penegak hukum memiliki sejumlah aturan dan standar penanganan kasus, namun mekanisme pengawasan internal untuk mencegah dan menindak praktik penyiksaan yang dilakukan aparat penegak hukum dianggap masih sangat lemah.
Baca juga: Buntut Penertiban Pedagang di Pantai Padang, LBH Dampingi PKL Lapor ke Komnas HAM
"Akibatnya, pemberian sanksi pidana yang tegas terhadap pelaku penyiksaan sangat langka," imbuhnya.
Berdasarkan catatan-catatan yang disebutkan itu, PBHI Sumbar mendesak agar;
1. Negara Republik Indonesia cq Pemerintah untuk berkomitmen dengan sungguh-sungguh memperbaiki sistem penegakan hukum (pidana) mulai dari tingkat penyidikan di kepolisian hingga proses persidangan agar tidak lagi terbuka ruang-ruang bagi penegak hukum melakukan pembenaran metode penyiksaan dalam mengejar keterangan dan pengakuan tersangka.
Hal tersebut dapat terlaksana jika Negara sesegera mungkin meratifikasi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan (Optional Protocol Convention Again Torture) demi menakar dan membangun standar kebijakan pencegahan praktik penyiksaan secara serius yang kerap terjadi ditempat-tempat penahanan.
2. Negara Republik Indonesia Cq Pemerintah kemudian dengan bersungguh-sungguh menerbitkan regulasi yang efektif untuk pemulihan hak-hak korban penyiksaan, karena regulasi yang ada saat ini belum mampu menjamin, melindungi serta memenuhi hak-ha korban penyiksaan.
3. Negara Republik Indonesia cq Pemerintah segera membentuk instrumen hukum yang mengatur secara khusus mengenai delik penyiksaan, karena pada penerapannya laporan dari korban penyiksaan selalu dilekatkan kepada pasal penganiayaan dalam KUHP, sementara penyiksaan tidaklah sama dengan penganiayaan.
4. Komnas HAM melakukan penyelidikan khusus terhadap berbagai kasus penyiksaan yang telah melembaga dan terus terjadi dalam proses peradilan pidana khususnya di tubuh kepolisian maupun di institusi penegak hukum lainnya.
5. Pemerintah harus mengambil langkah serius dan terukur melalui kebijakan holistik dan komprehensif, yang bisa menyasar di level nasional hingga daerah, untuk menjawab masalah di atas. Komnas HAM dan KuPP (Kerjasama untuk Pencegahan Penyiksaan) yang terdiri dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, KPAI, Ombudsman RI, dan LPSK, harus bekerja cepat dan cermat, serta mengukur target capaian yang progresif ke depannya.
Baca juga: Komnas HAM Minta Dilibatkan Dalam Perbaikan UU Cipta Kerja, Taufan : Pertimbangkan Norma dan Prinsip
6. Merangkul dan mengajak publik untuk terus aktif menyuarakan penentangan terhadap praktik penyiksaan serta berani menempuh upaya hukum untuk mencegah dan menindak pelaku praktik penyiksaan.
Sementara itu, Sub Korbid Pelayanan dan Pengaduan Komnas HAM wilayah Sumbar Firdaus mengatakan, terhadap dua kasus yang disampaikan PBHI Sumbar pihaknya telah meminta agar informasi yang disampaikan lebih lengkap agar pihaknya bisa menindaklanjutinya.
"Untuk kasus DS kita kan belum tahu identitasnya, kronologi kejadian, dan kondisinya sekarang seperti apa, kita kan belum tahu," kata Firdaus.
"Dalam proses penegakan hukum terhadap dugaan pembunuhan (yang dilakukan DS), terjadi dugaan penyiksaan terhadap terduga pelaku pembunuhan (DS), ini yang akan kita tindaklanjuti sebenarnya, benarkah itu terjadi atau tidak? Kalau iya, langkah seperti apa yang akan dilakukan pihak kepolisian untuk mengatasi hal-hal seperti ini," tambah dia.(*)
Penyediaan Rumah Aman Korban Kekerasan di Sumbar Tertunda hingga 2026 karena Anggaran |
![]() |
---|
Pemilik Bangunan di Lembah Anai Dilaporkan atas Dugaan Pelanggaran Tata Ruang dan Lingkungan |
![]() |
---|
Polisi Tembak Polisi di Sumbar, PBHI: Perpanjang Catatan Kelam Perlindungan Pejuang Lingkungan Hidup |
![]() |
---|
Misteri Kematian Afif Maulana: PP Muhammadiyah Minta Ekshumasi, Polda Sumbar Siap Tindak Lanjut |
![]() |
---|
Kapolda Bantah Polisi Siksa 18 Terduga Pelaku Tawuran di Padang: Hanya Pelanggaran Disiplin |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.