Kota Padang

Respons Kasus 2 Ayah Cabuli Anak di Padang, Nurani Perempuan Sebut Ada Kasus Serupa Tapi Tak Viral

Untuk memberikan efek jera, Polresta Padang memohon diberikan hukuman tambahan berupa kebiri terhadap kedua pelaku.

Penulis: Rezi Azwar | Editor: Rahmadi
TribunPadang.com/Rezi Azwar
Kapolresta Padang, Kombes Pol Ferry Harahap, saat bersama dua pelaku tindak pidana pencabulan terhadap anak kandung sendiri, Selasa (28/2/2023). 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - WCC Nurani Perempuan menanggapi kasus kekerasan seksual terhadap anak yang ditangani oleh Polresta Padang selama Februari di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Rabu (8/3/2023).

Diketahui, kejahatan seksual yang dilakukan oleh ayah kandung dan penjaga sekolah kepada anak di bawah umur.

Kasus ini disampaikan oleh Kapolresta Padang Kombes Pol Ferry Harahap, saat jumpa pers pada Selasa (28/2/2023) yang lalu.

Kedua ayah kandung ini berinisial A (47) dan YH (44) yang saat ini telah diamankan di Polresta Padang. Sedangkan korban berinisial AD (15) dan SH (12). 

Untuk memberikan efek jera, Polresta Padang memohon diberikan hukuman tambahan berupa kebiri terhadap kedua pelaku.

Baca juga: Jumat Curhat, Polsek Koto Tangah Terima Keluhan Warga Soal Perbuatan Cabul dan Tawuran

Selanjutnya perbuatan cabul yang dilakukan oleh penjaga sekolah terhadap anak-anak Sekolah Dasar (SD), pelaku berinisial RH (38) dan korban ada tiga orang anak laki-laki berusia 12 tahun.

Direktur  WCC Nurani Perempuan, Rahmi Meri Yenti, melihat dari catatan kasus kekerasan seksual dari laporan pada tahun 2022 tercatat sebanyak 69 kasus.

"Dari 69 kasus, korbannya yang paling banyak adalah usia anak, kami melihat memang tidak di awal tahun ini saja, tahun sebelumnya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandung dan orang-orang sedarah juga banyak terjadi sebelumnya," kata Rahmi Meri Yenti.

Ia melihat akhir-akhir ini kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah kandung tidak semuanya viral di media sosial, dan tidak semuanya juga diberitakan. 

Hal itu untuk mempertimbangkan situasi dan kondisi bagaimana korban juga tidak mendapatkan tekanan dari pihak lain.

Baca juga: Polres Pariaman Terima 4 Laporan Kasus Pencabulan Selama 2023, Orang Tua Diminta Waspada

"Untuk kasus kekerasan sekarang ini, karena pengetahuan masyarakat sudah mulai bertambah sehingga timbul kesadaran untuk berani melapor. Pada kasus yang terjadi awal 2023, memang pelakunya ayah kandung," katanya.

Ia menyebutkan, di dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, ketika pelakunya adalah ayah kandung maka ancaman hukumannya semakin berat.

"Terkait hukuman kebiri, kami termasuk lembaga yang tidak setuju dengan hukuman kebiri. Makanya di dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, kita mendorong adanya rehabilitasi untuk pelaku. Walaupun dia pelaku kejahatan seksual, tetapi dia punya hak untuk hidup," kata Rahmi Meri Yenti.

Oleh karena itu, Rahmi Meri Yenti, tidak setuju dengan hukuman kebiri yang diberikan kepada pelaku kejahatan seksual. Kata dia, yang dikebiri adalah alat kelamin pelaku, sedangkan kasus kekerasan seksual tidak harus selalu memasukkan penis ke vagina.

"Tetapi juga menggunakan jari tangan, ataupun benda lain. Bisa saja memasukkan benda-benda lain ke vagina korban, sehingga yang kita utamakan pemulihan pelaku dengan rehabilitasi pelaku juga dilakukan. Sepanjang proses hukum berlangsung, selama dia menjadi proses penjara itu, maka sepanjang itupun dia mendapatkan rehabilitasi," katanya.

Baca juga: Marak Kasus Pencabulan di Bukittinggi, Polisi Imbau Masyarakat Jangan Takut Melapor

Sumber: Tribun Padang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved