Ranperda Tanah Ulayat
Masyarakat Sipil Sumbar Bahas Ranperda Tanah Ulayat, Disebut Tak Akomodir Peran Bundo Kanduang
Salah satu poin dari masyarakat sipil ialah Ranperda Tanah Ulayat dinilai belum mengakomodir keberadaan dan peran Bundo Kanduang
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM, PADANG- Masyarakat sipil Sumatera Barat (Sumbar) dari berbagai lembaga dan akademisi mengupas isi Ranperda Sumbar tentang tanah ulayat pada Jumat (18/1/2023).
Dari Diskusi yang digelar di Kantor LBH Padang, terdapat sejumlah catatan mengenai Ranperda tersebut.
Salah satu poin dari masyarakat sipil ialah Ranperda Tanah Ulayat dinilai belum mengakomodir keberadaan dan peran Bundo Kanduang terhadap tanah ulayat, padahal Minangkabau menganut sistem matrilineal.
Kelompok perempuan, yakni ibu dan anak perempuan lah yang paling menderita ketika tanah ulayat sudah tergadai ataupun dialihkan kepada pihak lain.
"Penguatan paradigma inklusif mesti diperkuat didalam Ranperda ini termasuk perlindungan perempuan, anak dan disabilitas dalam pemanfaatan tanah ulayat," ujar Direktur LBH Padang Indira Suryani, Rabu (18/1/2023).
Baca juga: Perda Sumbar Tentang Tanah Ulayat Segera Disahkan, Disebut Sudah Sesuai dengan UU Cipta Kerja
Indira mengatakan, kondisi tanah ulayat di Sumbar sudah sangat mengkhawatirkan dan miris. Tanah ulayat digempur oleh investasi dan kebijakan negara sehingga masyarakat adat Minangkabau semakin terpinggirkan.
Selain itu, LBH Padang menilai, tudingan sebagai penghambat investasi kerap menerpa masyarakat adat. Padahal pemerintah lah yang enggan mengakomodir keberadaan tanah ulayat.
"Konflik antara masyarakat dengan perusahaan kerap terjadi. Mestinya keberadaan Ranperda Tanah Ulayat berorientasi pada pemulihan dan perlindungan tanah ulayat di tanah Minangkabau," kata Indira.
Berikut sembilan catatan penting masyarakat sipil terkait Ranperda Sumbar tentang tanah ulayat:
1. Di dalam draft Ranperda Tanah Ulayat, kedudukan tanah ulayat sebagai tanah cadangan mesti di konstruksi ulang. Dalam kenyataannya banyak tanah ulayat sebagai sumber daya yang digunakan ataupun yang tidak digunakan. Sehingga tidak sesuai dengan realitanya yang ada.
Baca juga: Perda Sumbar Tentang Tanah Ulayat Bakal Disahkan 2 Bulan ke Depan, Pansus Masih akan Turun ke Daerah
2. Di dalam Ranperda, pemanfaatan tanah ulayat bagi investasi ada dua yakni saham dan bagi hasil. Untuk menjaga keberlanjutan dan perlindungan perlu dibatasi jual beli saham dipasar modal. Mestinya saham tetap sama dan semakin meningkat bukan menurun.
3. Ranperda belum mengakomodir tanah ulayat di Mentawai mestinya itu juga diakomodir karena Mentawai juga memiliki tanah ulayat. Ranperda jangan berlaku diskriminatif terhadap Mentawai karena bagian dari Sumatera Barat.
4. Identifikasi tanah ulayat oleh pemegang izin tanpa ada sanksi yang jelas dan peran serta pemerintah daerah. Padahal ini menjadi titik sentral untuk inventaris tanah ulayat yang saat ini dikuasai oleh pihak-pihak diluar masyarakat adat.
5. Pemulihan tanah ulayat yang berada di kawasan hutan belum diakomodir didalam Ranperda ini. Saat ini yang ada mekanisme hutan adat yang tersedia. Mestinya ruang ini ditangkap untuk pemulihan hak ulayat dalam kawasan hutan. Jika memang ingin melindungi tanah ulayat maka Ranperda mesti mendorong kabupaten/ kota untuk mengesahkan Perda Pengakuan Masyarakat Hukum Adat sebagaimana telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah di Mentawai.
6. Di dalam Ranperda tidak mengakomodir keberadaan dan peran bundo kandung terhadap tanah ulayat. Padahal di Minangkabau menganut sistem matrilineal dan kelompok perempuan dan anak perempuan yang peling menderita ketika ulayat sudah tergadai ataupun dialihkan kepada pihak lain. Penguatan paradigma inklusif mesti diperkuat didalam Ranperda termasuk perlindungan perempuan, anak dan disabilitas dalam pemanfaatan tanah ulayat.
Baca juga: Ketua LKAAM Sumbar Fauzi Bahar Dukung Pengesahan Ranperda Tanah Ulayat jadi Perda
7. Di dalam Ranperda belum memperkuat mekanisme FPIC (Free Prior Informed Consent) dalam pemanfaatan dan pengelolaan tanah ulayat. Prinsip ini seringkali dilanggar oleh berbagai pihak sehingga memunculkan konflik struktural di akar rumput.
8. Di dalam Ranperda ada kata dikuasai dan dimiliki. Makna menguasai dan dimiliki dua hal yang berbeda. Kepemilikan tanah ulayat adalah bersama-sama (Komunal) sehingga mesti menghindari pemaknaan kepemilikan ulayat pada jabatan tertentu karena bisa melegitimasi penjualan dan pengadaian tanah ulayat sepihak yang di kooptasi jabatan tertentu seperti mamak.
Ranperda masih inkosistensi terkait penyelesaian tanah ulayat. Didalam Perda Nomor 7 Tahun 2018 penyelesaian sengketa tanah ulayat ada di Pengadilan Adat namun di Ranperda ini diselesaikan oleh KAN. Belum ditemukan formulasi yang baik dalam situasi ini dengan memperhatikan kondisi sosiologis dan memperhatikan konflik kepentingan para pihak.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi I DPRD Sumatera Barat (Sumbar) Maigus Nasir mengatakan, Ranperda Sumbar tentang tanah ulayat akan disahkan menjadi Perda dalam dua bulan ke depan.
Sebetulnya, kata Maigus, Perda ini sudah harus diselesaikan akhir tahun Desember 2022.
Baca juga: DPRD Sumbar Bahas Ranperda Tanah Ulayat, Perlu Disahkan jadi Dasar Hukum Kepemilikan Tanah Ulayat

Tapi melihat substansi Perda ini, pihaknya merasa membutuhkan masukan, pandangan, dan pikiran.
Sehingga pansus Perda tanah Ulayat komisi I mengajukan kepada pimpinan DPRD untuk menambah waktunya.
"Sehingga InsyaAllah kita diberikan waktu oleh pimpinan dua bulan dari sekarang, jadi diperpanjang," ujar Maigus kepada TribunPadang.com, Rabu (11/1/2023).
Oleh karena itu, kata Maigus, panitia khusus (pansus) Perda tanah ulayat masih punya waktu, baik itu untuk turun ke daerah atau untuk menampung pandangan masyarakat.
"Kita akan mengunjungi daerah yang kita anggap banyak masalah, kita sebelumnya sudah ke Agam, rencananya setelah ini akan ke Pesisir Selatan, lalu Sijunjung, Dharmasraya dan Pasaman," ujarnya.
Baca juga: Tekad Mambangkik Batang Tarandam Partai Buruh Sumbar: Perjuangkan Eksistensi Tanah Ulayat
Selain itu, Pansus masih membuka kesempatan kepada pihak terkait, utamanya kelompok ninik mamak di Sumbar untuk memberikan pandangan dan masukan terkait Perda tersebut.
Ia menuturkan, DPRD Sumbar melalui komisi I sangat serius merancang Perda tanah ulayat.
"Supaya ke depan, memang betul-betul kekuasaan terhadap tanah ulayat nagari ada pada nagari," harap dia.
Ketua Tim Penyusun Ranperda tentang Tanah Ulayat Prof Zefrizal Nurdin mengatakan Ranperda Tanah Ulayat perlu disahkan atas dasar penguatan hukum atas kepemilikan tanah ulayat di Sumbar.
Ranperda tanah ulayat, kata dia merupakan amanah rakyat Sumbar atas hak kepemilikan tanah.
Baca juga: Jeritan Hati Petani Sumbar pada Hari Tani Nasional: Jadi Buruh di Tanah Ulayat Sendiri
Hal itu disampaikan Zefrizal saat didapuk menjadi salah seorang narasumber pada seminar atau konsultasi publik DPRD Sumbar tentang Ranperda Tanah Ulayat, Rabu (11/1/2023).
Zefrizal pada pemaparannya mengatakan bahwa tanah ulayat di Sumbar rentan tergadai usai suatu perusahaan menjalankan usaha dengan landasan Hak Guna Usaha (HGU).
Padahal kata dia, HGU dikuasai dalam jangka waktu tertentu, dan harusnya kembali ke kaum.
Risiko penyerahan tanah ulayat ini sering tak diperbincangkan, hingga memutuskan hubungan hukum antara subjek hak ulayat dan objek hak ulayat.
"Risiko penyerahan (tanah ulayat ke HGU) itu tak pernah diungkap. Saya dengar keluhan dari sejumlah ninik mamak, negara memperpanjang tanpa izin lagi ke ninik mamak dan kaum," kata Zefrizal yang merupakan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Baca juga: Pemko Solok dan Warga Saling Klaim Lahan di Tanjung Harapan, Pemko Tanam Plang, KAN: Tanah Ulayat
Itulah yang menurut Zefrizal menjadi landasan untuk pembentukan segera Perda Sumbar tentang Tanah Ulayat.
PP 18 tahun 2021, lanjut dia, menyatakan bahwa tanah ulayat bisa diurus sertifikat hak pengelolaannya (HPL), dalam PP ini bila habis tenggang waktu, maka tanah ulayat kembali kepada masyarakat adat 'kabau tagak kubangan tingga'.
Tapi PP ini, ujarnya tidak sampai menjalar ke hulu, yaitu soal tanah yang diserahkan HGU sebelum adanya aturan terbaru.
Ia melanjutkan, permasalahan tanah ulayat itu, jika masyarakat ingin investor menggarap tanah itu maka sebelumnya tanah tersebut harus disertifikasi terlebih dahulu lewat hak pengelolaan atas tanah (HPL).
"Kita mencoba memuat dalam perda, aturan tentang pemulihan hak ulayat, karena di UU desa agar kembali hak ulayat bisa pulih, termasuk yang sudah terlanjut diserahkan ke negara," ujarnya.
Kita banyak khawatir hak ulayat sudah disertifikasi kan, di nagari bisa-bisa diperjual belikan.
Baca juga: Ketua LKAAM Sumbar Fauzi Bahar Dukung Pengesahan Ranperda Tanah Ulayat jadi Perda
Permen Agraria, lanjut dia, tanah ulayat bisa dilakukan penata usahaan yakni pengukuran tanah, pemetaan, hingga dicantumkan dalam daftar tanah di kantor pertanahan, namun tanpa berujung sertifikasi.
Jadi menurutnya, risiko tanah ulayat yang terjual atau menjadi milik negara bisa dibatasi karena adanya sertifikasi HPL dan penatausahaan itu.
Ia tak menampik bahwa selama ini, masyarakat adat Minangkabau agak mengabaikan hukum atau keterangan tertulis, lantaran tradisi Minang yakni bakaba.
"Kami mencari titik temu untuk memasukkan hal-hal substansial tentang hak tanah ulayat ke perda," kata Zefrizal.
Lalu ia menjelaskan, yang paling tepat menjadi hak Ulayat ialah Ulayat nagari, bukan Ulayat suku, kaum dan rajo.
Baca juga: Presiden Singgung Pembangunan Tol, Ketua DPRD Sumbar: Pemda Perlu Perbaiki Komunikasi ke Masyarakat
"Yang cocok dijadikan hak ulayat, adalah hak ulayat nagari. Yang tiga lainnya itu ialah hak komunal," katanya.
Meskipun, kata dia, keempat hak ulayat harus tetap tunduk ke aturan adat yang bersifat hierarkis dengan landasan adat nan sabana adat, adat nan diadatkan, dan adat nan taradat.
(*)
Perda Sumbar Tentang Tanah Ulayat Segera Disahkan, Disebut Sudah Sesuai dengan UU Cipta Kerja |
![]() |
---|
Perda Sumbar Tentang Tanah Ulayat Bakal Disahkan 2 Bulan ke Depan, Pansus Masih akan Turun ke Daerah |
![]() |
---|
Ketua LKAAM Sumbar Fauzi Bahar Dukung Pengesahan Ranperda Tanah Ulayat jadi Perda |
![]() |
---|
DPRD Sumbar Bahas Ranperda Tanah Ulayat, Perlu Disahkan jadi Dasar Hukum Kepemilikan Tanah Ulayat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.