Kabupaten Solok
Kata Peneliti PUSaKO Unand Soal Bupati Solok Tunjuk Sekda Ketimbang Wabup Hadiri Paripurna DPRD
Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Solok menolak Bupati diwakili oleh Sekda pada rapat paripurna tersebut.
Penulis: Nandito Putra | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM, SOLOK - Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Haykal mengatakan, penunjukan Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai pengganti Bupati dalam keadaan berhalangan tidak bisa dilakukan secara serampangan.
Hal itu menanggapi adanya mandat yang diberikan Bupati Kabupaten Solok Epyardi Asda kepada Sekda Medison ketika paripurna penetapan RAPBD tahun anggaran 2023, Senin (28/11/2022).
Sejumlah anggota DPRD Kabupaten Solok menolak Bupati diwakili oleh Sekda pada rapat paripurna tersebut.
Alasannya, selain melanggar tata tertib paripurna, masyarakat Solok saat Pilkada memilih pemimpin daerah dalam satu pasangan.
Akibatnya, paripurna penetapan RAPBD sempat tertunda selama tiga jam lebih, karena mandat kepada Sekda dinilai tidak sah.
Baca juga: Siapa yang Isi Bangunan Baru, Pedagang Pertokoan Pasar Raya Fase VII Berdialog dengan Pemko dan DPRD
Setelah beradu argumen, akhirnya Wakil Bupati Jon Firman Pandu disepakati sebagai wakil pemerintah, menggantikan Bupati yang berhalangan hadir.
Menurut Haykal, ketentuan soal pembagian tugas dan kewenangan kepala daerah sudah diatur dalam Pasal 65 UU No 23/2014 tentang Pemda.
"Dalam hal Bupati atau kepala daerah berhalangan sementara dalam menjalankan tugasnya, maka tugasnya itu dijalankan oleh wakil kepala daerah," ujar Haykal kepada Tribunpadang.com, Selasa (29/11/2022).
Ia mengatakan, ketika Bupati berhalangan hadir, terlebih saat penetapan kebijakan strategis seperti melegalisasi RAPBD, ia harus diwakili oleh Wakil Bupati.
"Apabila Wakil Bupati berhalangan hadir atau dalam keadaan tidak ada Wakil Bupati, barulah kemudian Sekda yang menjalankan tugas sehari-hari kepala daerah," kata Haykal.
Baca juga: Sah! APBD Kabupaten Solok Tahun Anggaran 2023 Ditetapkan Sebesar Rp1,27 Triliun
Ia menegaskan, ketika kebijakan strategis di daerah, seperti penetapan RAPBD ditandatangani Sekda, wajar anggota DPRD melayangkan penolakan.
Haykal mengatakan, legalisasi RAPBD tidak sah kalau tidak ditandatangani Bupati atau wakilnya.
"Pasal 65 UU 23/20114 sudah mengatur dengan jelas bagaimana pendelegasian tugas kepala daerah kepada wakilnya atau kepada sekretarisnya," ujarnya.
Terpisah, Ketua Fraksi PPP Dendi mengatakan, harus ada evaluasi terkait seringnya Sekda menjalankan tugas Bupati dalam keadaan berhalangan hadir.
Menurut Dendi, kalau hal ini tidak dievaluasi, dikhawatirkan ada kebijakan atau program yang cacat prosedur ketika Sekda menjalankan kewenangan Bupati.
Baca juga: Ketua DPRD Solok Laporkan Bupati Solok ke KPK, Dugaan Tindak Pidana Korupsi 4 Kasus yang Berbeda