Suka Duka Kehidupan Seorang Nelayan di Kota Pariaman, Melaut Selama 20 Tahun, Pernah Diterpa Badai
Aktivitas melaut tentu menjadi hal sudah biasa bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai. Umumnya masyarakat pesisir pantai berprofesi sebagai n
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Mona Triana
Laporan wartawan TribunPadang.com, Wahyu Bahar
TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN - Aktivitas melaut tentu menjadi hal biasa bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai.
Umumnya masyarakat pesisir pantai berprofesi sebagai nelayan untuk mencari nafkah.
Seorang nelayan dari Pauah Barat Kota Pariaman, Sumatera Barat, Risman (36) memaparkan suka dan duka yang dirasakannya selama 20 tahun mengarungi ombak perairan laut Piaman (Pariaman).
Ia mengungkapkan sejak tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) telah ikut melaut bersama orang tuanya yang juga seorang nelayan.
Menurut dia, kehidupan masyarakat pesisir pantai memang begitu adanya, senada dengan pepatah buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya.

"Kebanyakan anak-anak yang tinggal di wilayah pesisir akan belajar melaut, berbekal pengalaman dari orang tua dan masyarakat sekitar yang juga berprofesi sama," ujar Risman kepada wartawan di sebuah kedai Teh Telur di Desa Pauah Barat, Selasa (19/10/2021).
Risman mengaku belajar melaut dari orang tua dan para nelayan lainnya. Menurutnya yang utama belajar dari alam tentang bagaimana memperhatikan dan mengetahui gejala alam.
"Belajar menganalisa gejala alam bagi seorang nelayan sangat penting, karena cuaca sangat berpengaruh terhadap aktivitas melaut," kata dia.
'Alam Takambang Jadi Guru' begitulah petatah Minangkabau yang ia percaya dan sangat relevan dengan kegiatan melaut.
Ia menuturkan, diwaktu-waktu tertentu, sesuai dengan gejala alamnya, ikan-ikan yang ada kadang jauh dari umpan.

Beberapa gejala alam mulai ia pahami seiring waktu pengalamannya melaut.
Risman belajar melihat potensi atau prakiraan cuaca melalui obrolan dari mulut ke mulut dengan nelayan lainnya.
Risman percaya bahwa cerita turunan dari nenek moyang atau orang-orang tua dahulu dalam mengamati gejala alam yang tentu akan berdampak pada aktivitas nelayan.
"Misalnya analisa tentang rotasi bulan dan bintang, cerita orang-orang tua (nenek moyang) dahulu perhitungannya akurat, atau jarang meleset," lanjut dia.
Begitupun mengenai penampakkan Gunuang Pasaman dalam keadaan tertentu.
"Jika 'basebo' (awan menutupi bagian atas), maka biasanya di perairan Pariaman akan badai, jadi kita tidak bisa melaut," ucap Risman.

Penampakkan Gunuang Pasaman yang 'basebo' kata dia bisa dilihat dari pinggir Pantai Pariaman di waktu tertentu.
Selain itu, ia menjelaskan mengenai beberapa pengaruh rotasi bulan dan bintang yang menyebabkan besarnya ombak di perairan laut.
"Bintang gadang (bintang besar) yang terjadi saat bintang balago jo bulan, dan lepas ke barat, dan itu tanda akan terjadinya badai," tuturnya.
Biasanya atas keadaan itu, kata dia badai akan terjadi selama satu pekan, dan ombak akan besar.
Baca juga: Uang Kertas Milik Seorang Nenek di Lubuklinggau, Rusak Dimakan Tikus: Kisahnya Viral di Media Sosial
Selanjutnya mengenai angin timur laut, seperti gejala 'Bintang Kalo' yang berarti susunan bintang menyerupai hewan kalajengking.
"Bisa diartikan ketika capit kalajengkingnya masuk ke dalam bulan, itulah tanda hari akan badai yang lepas ke barat," terang dia sambil mengilustrasikannya kepada wartawan.
Lanjut dia lagi, juga ada fenomena bintang banyak, sebuah tanda bahwa bintang banyak tersebut bergerak dari timur menuju selatan, dengan kondisi angin yang cukup kencang dan ombak yang tidak terlalu besar itu tandanya nelayan bisa melaut.
Baca juga: Kisah Peserta SKD CPNS Sumbar, Jauh-Jauh dari Agam hingga Kurang Tidur Demi Menghafal Undang-Undang
Ia melanjutkan, juga ada tanda bintang kuniang (bintang kuning), dimana terdapat bintang yang terang berwarna kuning, dengan arti akan terjadi badai sekira 3 hari berturut-turut.
Di lain hal, Risman bercerita tentang berbagai kondisi yang dirasakan saat melaut selama 20 tahun ini.
"Hujan badai panas terik pernah saya rasakan, dan hujan di laut sudah seperti air untuk mandi bagi saya," kata dia sambil berkelakar.
Ia kemudian membeberkan beberapa pengalaman melaut yang tak akan pernah terlupa dari pikirannya.
Baca juga: Kisah Kakek 74 Tahun Penjual Es Krim Keliling di Pariaman, Dorong Gerobak dari Pagi hingga Sore
"Saya pernah diterpa badai selama 4 hari, sehingga tidak bisa menepi ke daratan, dan akhirnya saya beserta rekan-rekan harus istirahat di Pulau Angso yang saat itu masih sepi," ucap dia.
Saat itu, kata Risman bekal yang ia bawa tidak mencukupi lagi karena harus menetap di pulau tersebut.
"Kalau ada ular, mungkin itu yang kami makan, sedangkan kami hanya makan ikan yang ditangkap dengan umpan umang-umang, dan untuk minum kami memetik buah kelapa yang ada di sana, dan itu 4 hari berturut-turut kami lakukan," ujar dia lagi.
Kondisi saat itu badai tiada teduh, sehingga menyebabkan beberapa pohon kelapa patah dihantam badai.
Kejadian tersebut, seingat dia terjadi pada kurun waktu sepuluh tahun yang lalu, tepatnya sebelum hari raya Idul Adha.
Baca juga: VIRAL Kakek 71 Tahun Jago Bikin Konten TikTok di Padang, Ngaku Sering Dihujat, Ini Kisahnya
DI kondisi lain, Risman juga menceritakan pengalamannya saat diterpa badai.
"Kapal (perahu) saya terbalik karena badai, dan untungnya saat itu saya dan rekan-rekan masih berada di tepian laut, belum sampai di tengah-tengah," kata Risman.
Suka dan duka bagi dia saat melaut ialah sebuah keniscayaan, bagaimana tidak, ia sudah menggeluti profesi sebagai nelayan sejak remaja dahulu.
Namun, Risman tidak hanya bergantung nasib kepada aktivitas melaut, karena ia bisa saja bekerja secara serabutan seperti sebagai kuli bangunan.
"Tergantung musim ikan juga, kalau sedang musim ikan, bagusan jadi nelayan, kalau tidak ya harus mencari penghasilan dari pekerjaan lain," tuturnya.
Baca juga: Pelajari Kisah Semut dan Merpati, Tema 2 Kelas 3 SD Halaman 68 70 71 Subtema 2
Kendati demikian, Risman mengaku berprofesi sebagai nelayan memiliki rasa sakit dan senangnya.
"Saat senangnya, Alhamdulillah sekali, ketika ikan banyak, Rp 2 juta semalam bisa didapat, serendahnya Rp 500 ribu dalam semalam," ungkap Risman.
Kondisi baik seperti itu imbuh dia tentu tidak setiap saat dirasai, meskipun begitu ia mengaku bersyukur dengan keadaan tersebut.
"Karena tidak setiap hari berpenghasilan yang lumayan, maka saat ikan banyak dan terjual, saya akan menabung untuk persiapan, jika dilain hari cuaca memburuk atau umpan jauh dari ikan tangkapan," paparnya.
Baca juga: Kisah Nenek Martini Hidupi 2 Cucu yang Ditinggal Orang Tua di Padang, Hampir Diusir dari Kontrakan
Biasanya ikan hasil tangkapan akan ia distribusikan ke los ikan di Pasar Pariaman, tergantung banyaknya tangkapan.
"Biasanya saya oper ikan ke Pasar, rentang 50 bahkan hingga seberat 200 Kilo gram," ucapnya.
Namun, ketika cuaca buruk, lanjut dia terkadang memang tidak ada pendapatan sedikitpun, ia memperkirakan perbandingan cuaca baik dan buruk dengan skala 1 banding 1.
"Perkiraan kotor, sehari cuaca baik dan sehari lainnya buruk," ulas Risman.
Baca juga: Kisah Seorang Ibu di Padang Pariaman, Hidupi 3 Orang Anak, Penghasilan Rp 30 Ribu Sehari
Bapak 2 orang anak ini mengaku telah mempunyai perahu bermesin robin berkat bantuan Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan Kota Pariaman pada tahun 2019.
Sebelumnya, Risman melaut menggunakan perahu orang lain.
Risman kemudian melontarkan harapannya kepada Pemerintah Kota Pariaman, mengenai pengadaan pabrik olahan ikan.
Menurutnya agar sisa-sisa ikan bisa dimanfaatkan sebaiknya ada pabrik yang memproduksi pakan ikan atau pelet ayam.
Harapan lainya ialah mengenai adanya pabrik es batu, yang pastinya akan membuka lapangan pekerjaan baru untuk masyarakat pesisir pantai Kota Pariaman.
"Dan terakhir, saya harap pemerintah selalu menggerakkan penanaman pohon di sepanjang pantai yang ada di Kota Pariaman, agar dapat mengatasi abrasi pantai, dan juga meningkatkan kelestarian alam," tutup Risman. (*)