MA Batalkan SKB 3 Menteri
Duduk Perkara SKB 3 Menteri soal Seragam Sekolah, Berawal dari SMKN 2 Padang hingga Dibatalkan MA
Duduk perkara lahirnya SKB 3 menteri tentang seragam sekolah hingga akhirnya dibatalkan MA. Berawal dari viral siswi nonmuslim diwajibkan pakai jilbab
Penulis: Saridal Maijar | Editor: Saridal Maijar
TRIBUNPADANG.COM - Mahkamah Agung (MA) membatalkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
MA memerintahkan Menteri Agama (termohon I), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (termohon II) dan Menteri Dalam Negeri (termohon III) mencabut SKB tersebut karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Putusan pengabulan itu terkait perkara nomor 17 P/HUM/2021 yang diajukan oleh Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat.
Baca juga: MA Batalkan SKB 3 Menteri Soal Seragam Sekolah, Kuasa Hukum LKAAM Sumbar: Alhamdulillah
Baca juga: MA Perintahkan Menteri Agama, Mendikbud dan Mendagri Cabut SKB tentang Seragam Sekolah
Adapun majelis hakim yang mengadili perkara ini diketuai oleh Yulius dengan hakim anggota masing-masing Irfan Fachrudin dan Is Sudaryono.
Lantas, seperti apa duduk perkara lahirnya SKB 3 menteri ini hingga akhirnya dibatalkan MA?
Polemik Jilbab di SMKN 2 Padang
Lahirnya SKB 3 menteri ini berawal dari sebuah video viral tentang siswi nonmuslim diwajibkan mengenakan jilbab di SMKN 2 Padang.
Persoalan ini muncul setelah sebuah video adu argumen antara orang tua siswa dengan Wakil Kepala SMK Negeri 2 Padang.
Video ini dibagikan oleh akun facebook Elianu Hia pada Januari lalu.
"Lagi di sekolah SMK Negeri 2 Padang, saya dipanggil karena anak saya tidak pakai jilbab. Kita tunggu saja hasil akhirnya. Saya mohon didoakan ya," tulis akun Facebook tersebut.
Baca juga: Heboh Siswi Nonmuslim di SMKN 2 Padang Diminta Pakai Jilbab, Ini Kata Kadis Pendidikan Sumbar
DPRD dan Disdik Sumbar Turun Tangan
DPRD dan Dinas Pendidikan Sumbar turun tangan dan melakukan pertemuan terkait adanya kasus pemaksaan penggunaan jilbab bagi siswi non muslim di SMKN 2 Padang.
Hasilnya, ada beberapa solusi yang diberikan DPRD sekaligus mendengar apa yang sudah terjadi di lapangan.
"Semuanya sudah kami sampaikan termasuk langkah-langkah yang akan dilakukan," kata Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Adib Alfikri, Rabu (27/1/2021).
Dikatakan Adib Alfikri, pertemuan tersebut sangat kondusif dan ada beberapa kesepakatan juga terkait tahapan yang akan dilaksanakan.
Adib Alfikri menyampaikan, surat edaran sudah disampaikan ke masing-masing pihak terkait di kabupaten dan kota.
Surat Edaran itu berisikan agar pihak terkait mengkaji dan menelaah ulang aturan yang ada di sekolah.
Baca juga: Buntut Polemik Siswi Nonmuslim Wajib Pakai Jilbab, Adib: Bikin Edaran untuk Kaji Aturan di Sekolah
Reaksi Nadiem Makarim
Polemik wajib jilbab bagi siswi nonmuslim di SMKN 2 Padang menjadi perhatian oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim.
Nadiem mengatakan, kejadian SMKN 2 Padang merupakan bentuk intoleransi atas keberagamaan.
"Bukan saja melanggar undang-undang (UU), melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan kebhinekaan," kata Nadiem dikutip dari Kompas.com.
Dia menegaskan, sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada siswa untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah.
"Apalagi jika tidak sesuai agama atau kepercayaan siswa," tegas Nadiem.
Maka dari itu, pemerintah lewat Kemendikbud tidak memberikan toleransi kepada guru dan Kepsek yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi.
Baca juga: Kemendagri Telepon Walikota Pariaman Genius Umar yang Tolak SKB 3 Menteri Soal Seragam Sekolah
Sejak menerima laporan SMKN 2 Padang, lanjut Nadiem, Kemendikbud sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda) terkait dan mengambil tindakan tegas.
Dia mengapresiasi gerak cepat Pemda terhadap pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran, dalam hal ini SMKN 2 Padang.
Selanjutnya, dia meminta semua Pemda agar memberi sanksi yang tegas terhadap pelanggaran disiplin bagi seluruh pihak yang terbukti terlibat.
Kemungkinan, sebut Nadiem, bisa juga menerapkan pembebasan jabatan.
"Agar permasalahan ini menjadi pembelajaran untuk kita bersama ke depannya," ucapnya.
Berdasarkan kejadian SMKN 2 Padang, Kemendikbud telah membuat surat edaran dan hotline khusus pengaduan.
Terbitnya SKB 3 Menteri
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Nadiem Makarim bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas melahirkan Surat Keputusan Bersama (SKB).
Nadiem Makarim mengatakan, SKB 3 Menteri tersebut terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah negeri jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Di dalam SKB 3 Menteri, Nadiem mengungkapkan ada enam keputusan utama penggunaan pakaian seragam di sekolah negeri.
"Bila tidak dipatuhi, maka akan ada beberapa sanksi yang akan diberikan," ucap Nadiem, seperti ditulis, Kamis (4/2/2021).
Berikut enam keputusan utama penggunaan pakaian seragam di sekolah negeri yang telah diputuskan oleh tiga menteri:
1. SKB 3 Menteri ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (pemda).
2. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara:
- Seragam dan atribut tanpa kekhususan agama.
- Seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
3. Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
4. Pemda dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam atribut dengan kekhususan agama paling lama 30 hari kerja sejak SKB 3 Menteri ini ditetapkan.
5. Jika terjadi pelanggaran terhadap SKB 3 Menteri ini, maka saksi akan diberikan kepada pihak yang melanggar:
- Pemda bisa memberikan sanksi kepada kepala sekolah, guru, atau tenaga kependidikan.
- Gubernur memberikan sanksi kepada bupati/wali kota.
- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberikan sanksi kepada gubernur.
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memberikan sanksi kepada sekolah terkait bantuan operasional sekolah (BOS) dan bantuan pemerintah lainnya.
Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) akan melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan bisa memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi.
6. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentukan SKB 3 Menteri ini, sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh.
Nadiem menekankan, untuk aduan dan pelaporan terkait pelanggaran di sekolah negeri, bisa menghubungi ke bagian di bawah ini:
- Unit Layanan Terpadu (ULT) Gedung C, Lantai Dasar, Jalan. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, 10270.
- Pusat Panggilan 177.
- Portal ULT: http://ult.kemdikbud.go.id/.
- E-mail: pangaduan@kemdikbud.go.id.
- Portal Lapor: http://kemdikbud/lapor.go.id/.
Baca juga: Mic Anggota DPR Asal Sumbar Tiba-tiba Mati Saat Protes SKB 3 Menteri, Guspardi Gaus: Belum 5 Menit
Mikrofon Anggota DPR Dimatikan saat Protes SKB 3 Menteri
Lahirnya SKB tiga menteri ini mendapat aksi protes dari Anggota DPR RI yang berasal dari Sumatera Barat (Sumbar), Guspardi Gaus.
Namun, saat protes terkait SKB tersebut, mikrofon tiba-tiba mati saat rapat paripurna di kompleks gedung MPR/DPR, Senayan.
Kali ini insiden tersebut dirasakan anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI, Guspardi Gaus.
"Masalah teknisnya saya enggak tahu, yang jelas saya lagi ngomong. Kan setiap anggota dewan boleh bicara cuma 5 menit. Kalau lewat 5 menit, mic-nya mati sendiri."
"Cuma, belum sampai 5 menit tiba-tiba mic mati. Bukan saya yang matikan, itu sudah ada di sentralnya," ujar Guspardi Gaus, Jumat (12/2/2021).
Guspardi Gaus menyampaikan, dalam sidang itu ia memprotes terkait penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri.
Baca juga: Soal SKB Seragam Sekolah, Anggota DPR Guspardi Gaus: Menabrak UUD I945 dan Pancasila
SKB itu mengatur enam keputusan utama pakaian seragam di sekolah negeri.
Menurut Guspardi, mengenai SKB 3 Menteri tidak hanya Sumbar saja yang ia perjuangkan, tapi mendesak Menteri membatalkan SKB tersebut.
"Berapa banyak itu kejadian di Bali dan daerah lainnya. Masa hanya gara-gara satu orang yang disengaja oleh orangtua wali murid, divideokan, viral, jadi trending tropic, langsung reaktif, ini ada apa?," tanya Guspardi Gaus.
Seharusnya, kata Guspardi, persoalan tersebut diselesaikan secara bijak. Mulai dengan melakukan penyelidikan terlebih dahulu.
Yakni dengan berkoordinasi dengan Kepala Dinas Provinsi, Wali Kota, dan Gubernur. Kemudian mencarikan solusi atas persoalan tersebut.
Padahal, sebetulnya persoalan itu sudah selesai. Namun dimunculkan lagi SKB 3 Menteri sehingga membuat gaduh dan keributan.
"SKB ini terkesan reaktif, seharusnya menteri ini menyejukkan, menyelesaikan, bukan membuat gaduh," tegas Guspardi.
Menurut Guspardi, anak didik ini perlu dibimbing, diajar, dididik, dan dalam kurun waktu tertentu harus ada pemaksaan, tidak boleh tidak.
Ditegaskan Guspardi, jangan parsial dalam menyikapi Hak Asasi Manusia, kebebasan, intoleran.
"Kita memang tidak setuju adanya intoleran. Tidak boleh ada pemaksaan antara suatu agama dengan agama yang lain."
"Ini sekarang bukan itu yang dibuat aturannya, tapi orang Islam memaksakan anaknya untuk berjilbab, tidak boleh, jadi semau gue aja anak-anak itu di sekolah (pakaiannya)," jelas Guspardi.
Padahal, sila pertama Pancasila, sebut Guspardi, Ketuhanan Yang Maha Esa mewarnai sila 2,3,4 dan 5.
Kemudian, Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945, di mana negara memberikan kebebasan untuk menjalankan agamanya.
Lalu, Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), di mana tujuan pendidikan nasional adalah menjadikan manusia beriman dan bertakwa.
Berikutnya, tentang otonomi daerah dan kearifan lokal. Hal itulah yang menurut Guspardi dilanggar oleh tiga menteri tersebut.
"Kalau menurut saya, SKB tiga menteri itu harus dicabut karena reaktif, tidak bijak, dan melanggar UU," tegas Guspardi.
MUI Sumbar Tolak SKB 3 Menteri
Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar angkat bicara terkait surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri tentang seragam sekolah.
Buya Gusrizal Gazahar menyebut, DPRD Sumbar sudah saatnya mengingatkan jangan sampai kalau sudah membawa agama, itu seperti sesuatu yang tabu, tidak boleh dimasukkan ke dalam undang-undang dan segala macamnya.
"Terus apa gunanya pasal 29 dalam Undang-undang Dasar itu, apa gunanya sila Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa tersebut," tegas Gusrizal Gazahar saat rapat dengar pendapat (RDP) di gedung DPRD Sumbar, Kamis (18/2/2021).
Baca juga: TEGAS! Ketua MUI Sumbar Angkat Bicara soal SKB Seragam Sekolah: Ini Tidak Boleh Dibiarkan
Gusrizal Gazahar menyampaikan, MUI Sumbar telah menghimpun ormas Islam dengan menghasilkan kata sepakat bahwa latar belakang keluarnya aturan soal seragam selama ini bukan begitu saja, tiba-tiba muncul.
Edaran Bupati Solok 2001, kemudian 2002 lahir Perda nomor 6 Kabupaten Solok, Gusrizal mengaku ikut andil dalam menyusun Perda tersebut.
Akan tetapi ia menegaskan tidak ada niat apapun dalam merumuskan Perda untuk melakukan tindakan diskriminasi kepada nonmuslim.
"Secara ekplisit dalam Perda Nomor 6 Kabupaten Solok (sampai hari ini masih berlaku), bahwa aturan itu hanya berlaku untuk yang beragama Islam."
"Tujuannya menguatkan pengamalan dari Syarak Mangato Adat Mamakai, merujuk kepada kerarifan lokal," jelas Gusrizal Gazahar.
Kemudian di dalam pasal 14, jelas dikatakan untuk beragama Islam, ayat dua dalam pasal itu dikatakan karyawan/karyawati, mahasiswa/mahasiswi, siswa/siswi, pelajar dan masyarakat yang tidak beragama Islam berbusana menurut agama mereka masing-masing.
Karena itu, lanjut Gusrizal Gazahar, persoalan yang muncul di SMKN 2 setelah MUI Sumbar turun ke lapangan, tidak ada sedikitpun ditemukan kesengajaan untuk melakukan pemaksaan.
Selain itu, juga tidak ada aturan tertulis di SMKN 2 Padang pemaksaan kepada seluruh orang.
"Malah kata jilbab yang ada malah hari Jumat berbusana muslim, tidak ada kalimat yang mengatakan seluruh orang harus memakai jilbab, tidak ada."
"Kami jelas-jelas melihat ini framing, saya ingatkan kepada seluruh tokoh Sumbar, supaya tersentak dengan langkah-langkah yang diambil pusat, belum lagi keluarnya SKB ini, ada sesuatu lain yang dituju terhadap Sumbar," tegas Gusrizal Gazahar.
Selama ini, sebut Gusrizal Gazahar, terus dipakai istilah "berpandai-pandai".
Artinya kalau ada sesuatu yang dituju, dielakkan, kemudian diterapkan dengan cara bisa menyisir jalan.
"Tetapi apakah akan seperti ini terus? Apakah dalam kehidupan bernegara keputusan SKB itu bagaikan titah raja?."
"Apakah tidak boleh masyarakat bersuara lagi? Apakah keputusan yang diambil menteri-menteri kebenaran mutlak?," tegas Gusrizal Gazahar.
Gusrizal Gazahar tidak setuju jika masyarakat Sumbar hanya mencari solusi.
Menurutnya hal itu dalam jangka pendek bisa, tetapi dalam jangka panjang SKB harus ditolak minimal direvisi.
"Ini tidak boleh dibiarkan. Kalau begini terus, apa saja bisa mereka buat kalau seandainya tidak disukai."
"Ini jelas SKB tidak berdasarkan kajian, sebab belum lagi investigasi selesai, Mendikbud sudah bicara."
"Kemudian SKB keluar, apakah masyarakat Minangkabau serendah itu dikatakan intoleran, anti kebhinekaan?" tanya Gusrizal Gazahar.
Gusrizal Gazahar menyatakan belum ada dalam sejarah negeri ini yang melakukan demikian.
"Oleh karena itu latar belakang lahirnya SKB 3 menteri ini tidak bisa kita terima. Kontennya dua adalah madu, tiga isinya racun," ungkap Gusrizal Gazahar.
LKAAM Gugat ke MA
Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, M Sayuti Dt Rajo Panghulu menegaskan, masyarakat Sumbar rusuh, resah dan gelisah akibat Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang aturan seragam sekolah.
Oleh karena itu, M Sayuti ingin para dai dan ulama di Sumbar menyampaikan resah dan rusuh itu di mimbar-mimbar saat salat Jumat.
"Kita akan mengundang ulama se Sumbar yang betul-betul kondang agar mereka menyampaikan kepada siswa dan orang tua, agar tetap anak-anak berpakaian muslim muslimah."
"Di luar sekolah boleh saja kita menekankan seperti itu, di sekolah yang tidak boleh, itu siasat kita," ujar M Sayuti.
M Sayuti mengatakan, pihaknya menghormati SKB 3 Menteri soal seragam sekolah itu.
Hanya saja, penerapan SKB tiga menteri itu sudah melanggar keadilan, melanggar HAM dan melanggar hukum.
"Oleh karena itu mohon dukungan dewan, LKAAM kemarin sudah sepakat dengan beberapa orang, sudah membuat SK 100 pengacara untuk membuat surat ke presiden agar presiden meminta 3 menteri merevisi SKB 3 menteri sesuai aspirasi rakyat," jelas M Sayuti.
Selanjutnya, LKAAM juga mengupayakan langkah hukum menggugat ke Mahkamah Agung.
"Kalau kita lihat sudah melanggar keadilan, melanggar hukum dan HAM, kita mohon ke Mahkamah Agung agar SKB ini dibatalkan," tegas M Sayuti.
M Sayuti mengungkapkan kekhawatiran jika anak-anak dibebaskan dalam hal berpakaian.
Menurutnya sedangkan tidak diberi kebebasan saja, mereka tetap ingin bebas, apalagi kalau sudah bebas.
"Di sekolah itu kita mendidik mental, moral, keimanan dan ketakwaan, karena iman dan takwa serta mental termasuk terlihat dari pakaian. Sebab menurut adat Minangkabau pakaian itu salempang dunia," ujar M Sayuti.
Gugatan Dikabulkan
Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengabulkan gugatan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumatera Barat (Sumbar).
Dalam putusan pengabulan tersebut, MA membatalkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
MA memerintahkan Menteri Agama (termohon I), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (termohon II) dan Menteri Dalam Negeri (termohon III) mencabut SKB tersebut karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Baca juga: TEGAS! Ketua MUI Sumbar Angkat Bicara soal SKB Seragam Sekolah: Ini Tidak Boleh Dibiarkan
Putusan pengabulan itu terkait perkara nomor 17 P/HUM/2021 yang diajukan oleh LKAAM Sumatera Barat.
Adapun majelis hakim yang mengadili perkara ini diketuai oleh Yulius dengan hakim anggota masing-masing Irfan Fachrudin dan Is Sudaryono.
Menurut Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro, MA menilai SKB tersebut bertentangan dengan sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kemudian juga melanggar UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Baca juga: Soal SKB Seragam Sekolah, Anggota DPR Guspardi Gaus: Menabrak UUD I945 dan Pancasila
"Objek keberatan hak uji materi berupa SKB Nomor 2/KB/2021, Nomor 025-199 Tahun 2021, Nomor 219 Tahun 2021 tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemda pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikabulkan," kata Andi dalam keterangannya, Jumat (7/5/2021).
Oleh karena itu, Mahkamah memutuskan SKB tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Benni Irwan mengatakan, pihaknya masih akan mempelajari putusan uji materi tersebut.
Baca juga: Kemendagri Telepon Walikota Pariaman Genius Umar yang Tolak SKB 3 Menteri Soal Seragam Sekolah
Sebab, menurut dia, hingga Kamis (6/5/2021) Kemendagri belum menerima salinan putusan dari MA, jika salinan sudah diterima, akan dibahas dan dikonsultasikan dengan tim hukum serta Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.
Pasalnya SKB tersebut melibatkan tiga menteri berbeda dan tindak lanjut dari putusan itu akan didiskusikan lebih lanjut dengan menteri lain yang terkait.
"Saya sudah mendengar soal putusan itu. Namun, untuk saat ini, tindak lanjutnya (putusan MA) belum ada," ujar Benni. (*)
Berita seputar SKB 3 Menteri soal seragam lainnya KLIK di SINI