Minta Revisi SKB 3 Menteri, LKAAM Sumbar Tunjuk 100 Pengacara untuk Surati Presiden
LKAAM Sumbar, M Sayuti Dt Rajo Panghulu menegaskan, masyarakat Sumbar rusuh, resah dan gelisah akibat Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Saridal Maijar
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, M Sayuti Dt Rajo Panghulu menegaskan, masyarakat Sumbar rusuh, resah dan gelisah akibat Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang aturan seragam sekolah.
Oleh karena itu, M Sayuti ingin para dai dan ulama di Sumbar menyampaikan resah dan rusuh itu di mimbar-mimbar saat salat Jumat.
Baca juga: TEGAS! Ketua MUI Sumbar Angkat Bicara soal SKB Seragam Sekolah: Ini Tidak Boleh Dibiarkan
"Kita akan mengundang ulama se Sumbar yang betul-betul kondang agar mereka menyampaikan kepada siswa dan orang tua, agar tetap anak-anak berpakaian muslim muslimah."
"Di luar sekolah boleh saja kita menekankan seperti itu, di sekolah yang tidak boleh, itu siasat kita," ujar M Sayuti.
M Sayuti mengatakan, pihaknya menghormati SKB 3 Menteri soal seragam sekolah itu.
Hanya saja, penerapan SKB tiga menteri itu sudah melanggar keadilan, melanggar HAM dan melanggar hukum.
Baca juga: Soal SKB Seragam Sekolah, Anggota DPR Guspardi Gaus: Menabrak UUD I945 dan Pancasila
"Oleh karena itu mohon dukungan dewan, LKAAM kemarin sudah sepakat dengan beberapa orang, sudah membuat SK 100 pengacara untuk membuat surat ke presiden agar presiden meminta 3 menteri merevisi SKB 3 menteri sesuai aspirasi rakyat," jelas M Sayuti.
Selanjutnya, LKAAM juga mengupayakan langkah hukum menggugat ke Mahkamah Agung.
"Kalau kita lihat sudah melanggar keadilan, melanggar hukum dan HAM, kita mohon ke Mahkamah Agung agar SKB ini dibatalkan," tegas M Sayuti.
Baca juga: Rapat Dengar Pendapat Terkait SKB 3 Menteri, Supardi: DPRD Tidak dalam Posisi Menerima atau Menolak
M Sayuti mengungkapkan kekhawatiran jika anak-anak dibebaskan dalam hal berpakaian.
Menurutnya sedangkan tidak diberi kebebasan saja, mereka tetap ingin bebas, apalagi kalau sudah bebas.
"Di sekolah itu kita mendidik mental, moral, keimanan dan ketakwaan, karena iman dan takwa serta mental termasuk terlihat dari pakaian. Sebab menurut adat Minangkabau pakaian itu salempang dunia," ujar M Sayuti.
Baca juga: Mic Anggota DPR Asal Sumbar Tiba-tiba Mati Saat Protes SKB 3 Menteri, Guspardi Gaus: Belum 5 Menit
Isi SKB 3 Menteri
Berikut keputusan SKB Tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Dididik, Pendidik, dan Tenaga Kependididkan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, dikutip dari tayangan YouTube Kemendikbud RI.
1. Keputusan Bersama ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
2. Peserta didik, pendidikan, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara:
a) Seragam dan atribut tanpa kekhusuan agama atau
b) Seragam dan atribut dengan kekhususan agama
3. Pemerintah Daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhusuan agama.
4. Pemerintah Daerah dan kepala sekolah wajib mencabut atau melarang seragam dan atribut dengan kekhusuan agama paling lama 30 hari kerja sejak keputusan bersama ini ditetapkan.
5. Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka sanksi akan diberikan kepada pihak yang melanggar:
a) Pemerintah Daerah memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik dan/atau tenaga kependidikan.
b) Gubernur memberikan sanksi kepada Bupati/ Wali Kota.
c) Kementerian Dalam Negeri memberikan sanksi kepada Gubernur.
d) Kementerian Pendidikan dan Budaya memberikan sanksi kepada sekolah terakit BOS dan bantuan pemerintah lainnya.
Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Sementara itu, Kementerian Agama melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi.
6. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari ketentuan Keputusan Bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahaan Aceh. (*)