Mengenang 11 Tahun Gempa Bumi 7,6 SR di Padang, Pakar: Harus Bernuansa Mitigasi

Pakar Gempa dari Universitas Andalas Padang, Badrul Mustafa mengatakan, mengenang kembali gempa 30 September 2009 itu tentu harus bernuansa mitigasi.

Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: afrizal
TRIBUNPADANG.COM/Dok
Repro Foto: Gedung Perpustakaan Sumbar yang ambruk menyusul gempa pada 30 September 2009 terdokumentasikan dan tersimpan di Galeri Arsip Statis Kota Padang. 

Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Pada Rabu 30 September 2009, pukul 17.16 WIB, warga Padang dan sekitarnya dikejutkan oleh guncangan gempa dahsyat berkekuatan 7,6 Skala Richter.

Gempa menyebabkan kerusakan parah di beberapa wilayah hingga menelan korban jiwa.

Pakar Gempa dari Universitas Andalas Padang, Badrul Mustafa mengatakan, mengenang kembali gempa 30 September 2009 itu tentu harus bernuansa mitigasi.

Gempa Bumi 4 Kali Terjadi Sumatera Barat Sepekan Terakhir, BMKG: Tak Ada yang Dirasakan Warga

10 Tahun Gempa Padang, Wakil Wali Kota Hendri Septa Ingat Susuri Sungai Kering Demi Selamatkan Anak

Karena setelah gempa 30 September, kata dia, bukan berarti bencana tersebut hilang begitu saja.

"Itu baru 1/3 dari energi yang keluar di segmen Siberut. Masih ada 2/3 lagi, kalau keluar sekaligus maka energinya atau magnitudonya bisa sekitar 8,5 SR," kata Badrul Mustafa, Rabu (30/9/2020).

Ia mengatakan, warga tak boleh under estimate dan harus selalu meningkatkan kewaspadaan.

Gempa seberapa pun kecil magnitudonya, pasti energinya keluar.

"Tidak bisa mengatakan gempa kecil muncul, lalu tidak akan ada gempa besar. Karena ada gempa besar didahului oleh gempa kecil."

"Bisa juga tidak terjadi gempa besar, gempa kecil terus terjadi yang sebagian besarnya tidak terasa oleh manusia," jelas Badrul Mustafa.

MENGINTIP POTRET Gedung Perpustakaan Provinsi Sumbar yang Ambruk Diguncang Gempa

Namun ia berharap energi besar tersebut dihabiskan oleh Allah melalui gempa-gempa kecil.

Di samping itu, kesiapsiagaan perlu dilakukan, apalagi Sumbar terkenal dengan falsafah Alam Takambang Jadi Guru.

Ia menyebut, yang banyak menimbulkan korban jiwa ketika itu, itu karena runtuhnya bangunan.

Bangunan yang setelah diteliti oleh peneliti dari Jepang, ternyata bangunan yang hancur itu tidak memenuhi standar.

"Ketika 2009 itu, standar yang ada SNI 2002. SNI 2002 itu dipenuhi sudah cukup sebetulnya, artinya bangunan-bangunan yang selamat, itu adalah bangunan yang memenuhi standar building code-nya," kata Badrul Mustafa.

Lalu, pada 2012 building code tersebut direvisi dan disempurnakan.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved