Permintaan Laptop Meningkat Semenjak Diterapkannya Work From Home dan Study From Home
Semakin merebaknya virus corona atau Covid-19, saat ini pemerintah menerapkan aturan physical distancing atau jaga jarak aman untuk meminimalisir risi
TRIBUNPADANG.COM - Semakin merebaknya virus corona atau Covid-19, saat ini pemerintah menerapkan aturan physical distancing atau jaga jarak aman untuk meminimalisir risiko penularan Covid-19.
Hal tersebut membuat para pekerja, pelajar hingga mahasiswa melakukan tugas mereka dari rumah.
Para pekerja pun diminta untuk bekerja dari rumah atau work from home sementara pelajar harus belajar dari rumah memanfaatkan jaringan internet dan melakukan segala hal serba virtual.
• Coba Kelabui Anggota Satpol PP Gadis di Padang Mengaku ODP Corona Saat Diamankan
• Diduga Kumpul Kebo, 5 Gadis & 6 Pria Remaja Diamankan Satpol PP Padang, Satu Ngaku ODP Corona
Ternyata, perubahan gaya kerja dan sekolah ini berdampak pada peningkatan permintaan laptop dan perangkat pendukung lain, termasuk internet.
Padahal, beberapa pabrikan laptop dan komponennya memprediksi penurunan permintaan akibat lesunya ekonomi global sebagai dampak pandemi virus corona.
Namun, permintaan di retailer rupanya meningkat berkat aturan kerja dari rumah.
Di Jepang, pabrikan laptop Dyanbook mengaku banyak mendapat permintaan laptop.
• Lindungi Pengurus Masjid dari Corona, Mulyadi Turunkan Tim Semprot Disinfektan
• VIDEO - BREAKING NEWS: Pasien Positif Corona di Padang Bertambah Satu, Total 6 Kasus Positif
Hal yang sama juga dialami kompetitornya, NEC yang menawarkan laptop yang ramah tele-working, seperti menyematkan speaker yang lebih bertenaga di laptopnya. Vendor asal Korea Selatan, Samsung, juga melaporkan kenaikan 20 persen untuk ekspor material semikonduktor.
Di Autralia, salah satu retailer elektronik JB Hifi melaporkan, selain ada peningkatan permintaan untuk sejumlah perangkat pendukung kerja dan belajar dari rumah, penjualan perabot rumah juga naik.
Lalu lintas internet makin padat
Banyaknya orang yang bertatap muka secara virtual juga membuat lalu lintas internet semakin padat. Walhasil, kapasitas pusat data yang dibutuhkan akan lebih banyak untuk menampung trafik.
"Lebih banyak orang yang bekerja dan belajar dari rumah selama pandemi, ada peningkatan permintaan layanan internet, artinya pusat data membutuhkan pipa lebih besar untuk menampung trafik," jelas Park Sung-soon, analis dari Capr Investment & Securities.
• UPDATE 1 April 2020, Pasien Positif Corona di Sumatera Barat Bertambah Jadi 12 Orang
• 4.800 Alat Rapid Test Bakal Tiba di Sumbar, Akankah Tes Massal Virus Corona Segera Digelar?
China, negara yang paling awal menyelenggarakan karantina akibat wabah corona, lebih dulu mengalami peningkatan permintaan chip server.
Perusahaan-perusahaan teknologi raksasa di sana, seperti Alibaba, Tencent, dan Baidu, bergegas merespons kebijakan pemerintah setempat kala itu yang melakukan karantina wilayah.
• Benarkah Sinar Matahari Bisa Membunuh Virus Corona? Begini Penjelasannya
• Mengenal Cara Penularan Virus Corona, Bisa Menular Melalui Cairan Saat Batuk
"Perusahaan cloud membuka platform mereka, membuka pintu bagi pengguna lama dan baru untuk menggunakan sumber daya mereka lebih banyak secara gratis untuk mendukung operasi ini," kata analis Canalys, Yih Khai Wong.
Harga chip naik
Menurut Wong, apa yang dlakukan perusahaan telekomunikasi China menjadi preseden baik bagi negara-negara yang sekarang sedang mengalami karantina wilayah. Tingginya permintaan akan infrastruktur cloud turut mendorong kenaikan harga chip.
Harga chip DRAM dilaporkan naik 6 persen sejak 20 Februari lalu, menurut data dari situs pelacak harga DRAMeXchange. Selain karena permintaan tinggi, kenaikan harga juga disebabkan oleh tersendatnya pasokan.
• Tekan Penyebaran Virus Corona 3 Jalan Titik Masuk Kota Padang Ditutup, Arus Kendaraan Diperketat
• Pilkada Serentak 2020 Ditunda Karena Virus Corona, KPU Sumbar: Kami Siap Kapanpun
Dari survei yang dilakukan asosiasi kelompok dagang industri elektronik, IPC International, sekitar 69 persen produsen elektronik, memprediksi kemungkinan keterlambatan pemasokan yang memakan waktu rata-rata tiga minggu.
Setengah dari responden berharap bisnisnya kembali normal sekitar bulan Juli mendatang.
Tiga perempat responden lainnya memperkirakan bisnisnya kembali normal bulan Oktober mendatang.