Pengamat Politik Rocky Gerung Mengatakan Kasus Harun Masiku Merupakan Permainan Para Penguasa Negeri
Pengamat politik Rocky Gerung mengatakan kasus Harun Masiku merupakan 'permainan' dari para penguasa negeri.
TRIBUNPADANG.COM - Pengamat politik Rocky Gerung mengatakan kasus Harun Masiku merupakan 'permainan' dari para penguasa negeri.
"Permainan semacam ini dengan mudah dibongkar karena logika pembelaannya compang-camping," ujar Rocky Gerung.
Harun Masiku merupakan mantan calon legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
• Ketika Anggota KPK dan BIN Gadungan Bersatu, Ngaku Bisa Luluskan PNS, Ratusan Juta Didapat
• VIDEO - Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria Resmi Ditahan KPK, Gubernur Tindaklanjuti
Rocky juga mengatakan, publik sebenarnya sudah membaca permainan tersebut.
Rocky juga mengungkapkan bahwa pada akhirnya publik jadi lebih percaya Tempo, salah satu media yang membongkar soal keberadaan Harun Masiku, daripada Hasto Kristiyanto, Yasonna Laoly, maupun Jokowi.

"Jadi pada akhirnya publik tahu kalau semua kekuasaan itu gak bisa dipercaya. 'Kan cuma itu pelajaran bagus yang kita peroleh," ujarnya.
"Jadi delegitimasi itu berjalan terus karena ketidakmampuan kekuasaan bersikap jujur terhadap peristiwa itu," imbuhnya.
Rocky menambahkan, selama pemerintahan Jokowi berkuasa, keadilan itu bukan konsepsi etis lagi melainkan instruksi kekuasaan.
• Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria Resmi Ditahan KPK, Gubernur Sebut Wakil Bupati Ditunjuk Jadi Pj
• Bupati Muzni Zakaria Ditangkap KPK, Gubernur Sumbar: Harus Hati-hati dan Mengikuti Aturan yang Ada
"Jadi kalau terjadi hal semacam itu, orang mau cari keadilan tapi menunggu perintah politik, itu tanda pertama bahwa ada yang decay (membusuk) dalam kekuasaan," jelas Rocky.
Ia menjelaskan, publik menganggap bahwa terlalu banyak kebohongan di pemerintahan.
Setelah itu, lanjutnya, orang akan mengaitkannya dengan perolehan suara waktu pemilu.
"Itu gak bisa dicegah, karena tidak ada cara lain untuk mengatakan bahwa kekuasaan ini sudah keropos," tegasnya.
"Jadi saatnya memang, bukan memindahkan ibu kota, tapi memindahkan kepala negara ke tempat seperti suaka politik sebentar, supaya dia bisa mengambil jarak dengan kelompok koalisinya," ungkap Rocky.
"Mudah-mudahan Presiden bisa tahu bahwa dia sebetulnya dikendalikan oleh berbagai macam kepentingan," ujarnya.
• Bupati Solok Selatan Resmi Ditahan KPK, Muzni Zakaria 5 Kali Ucapkan Terima Kasih, Ini Kasusnya
• Di Padang, Komisioner KPU RI Pramono Ubaid Singgung soal OTT KPK: Sangat Memalukan
Seperti diketahui, saat ini Harun sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia diduga memberi suap pada Wahyu perihal kepentingan dalam pergantian antarwaktu (PAW) mengenai anggota DPR dari PDIP yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas.
Kasusnya semakin memanas setelah Harun menjadi buron akibat kabur tak terlacak ke Singapura pada 6 Januari 2020 silam.
Tepatnya dua hari sebelum KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wahyu.
Hal itu pertama kali dinyatakan oleh Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham Arvin Gumilang.
“Iya, tercatat dalam data perlintasan keluar Indonesia tanggal 6 Januari,” kata Arvin pada 13 Januari 2020 seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Sementara itu, HI (26), istri kedua Harun, mengaku tidak mengetahui keberadaan suaminya.
• KPK Mencatat Baru 11 Menteri Kabinet Indonesia Maju yang Menyerahkan Laporan Harta Kekayaan
• Ditetapkan KPK sebagai Tersangka Korupsi, Wahyu Setiawan Mengundurkan Diri dari Anggota KPU
Komunikasi terakhir dengan Harun pun terjadi sehari sebelum OTT terjadi atau pada 7 Januari lalu.
HI mengatakan, selama ini suaminya terkesan tertutup tentang pekerjaannya. Soal statusnya sebagai buronan KPK pun justru ia ketahui dari media massa.
"Kalau soal aktivitasnya saya tidak tahu sebab dia agak tertutup dan kadang tiba tiba menelepon untuk ketemu bahwa ia ada di Makassar,” kata HI, Selasa (21/1/2020).
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana berharap KPK dapat menindak oknum di lembaga antirasuah itu yang berbohong menyebut Harun masih berada di luar negeri.
Menurut dia, oknum tersebut dapat dikenakan pasal obstruction of justice atau upaya menghalangi penegakan hukum.
"Ini kan kalau benar ada upaya untuk menghalangi proses hukum dalam konteks penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK ada instrumen hukumnya, dalam UU Tipikor kita Pasal 21 tegas sekali menyebutkan obstruction of justice," kata Kurnia di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Kurnia kemudian merujuk laporan majalah Tempo yang menyebut Harun telah berada di Indonesia sejak 7 Januari 2020. (*)