Pulang ke Kampung Halaman di Pesisir Selatan Pasca Kerusuhan di Wamena, Reni Ingin Pulihkan Trauma
Kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Senin (23/9/2019) lalu masih menyisakan duka mendalam bagi warga asli setempat dan perantau.
Penulis: Rizka Desri Yusfita | Editor: Mona Triana
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rizka Desri Yusfita
TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Kerusuhan di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Senin (23/9/2019) lalu masih menyisakan duka mendalam bagi warga asli setempat dan perantau.
Reni, satu dari ratusan perantau Minang di Wamena memilih pulang kampung untuk memulihkan traumanya.
"Kami ke Padang untuk menghilangkan rasa trauma. Kakak saya saja masih di Sentani dan mengungsi di posko," kata Reni didampingi dua anaknya.
• Komunitas Driver Ojek Online Serahkan Bantuan Rp 37 Juta 509 Ribu untuk Korban Kerusuhan Wamena
• Ini Sepenggal Kisah Perantau Minang yang Selamat dari Kerusuhan di Wamena
Reni merupakan warga Wamena asal Kambang, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Reni mengisahkan saat kerisuhan, anak pertamanya yang menduduki bangku Sekolah Dasar sedang berada di sekolah. Sementara, dirinya sedang memasak di dapur.
"Tiba-tiba anak saya itu pulang ke rumah dan menangis memanggil nama saya," ujar Reni.
"Bu, sekolah Ilham kacau, Bu," ucap Reni mengulangi perkataan anaknya saat itu.
Reni kaget. Kemudian, ia melihat ke luar dan situasi sudah menjadi-jadi.
• Perantau Minang Bertahap Tinggalkan Wamena Papua, Gubernur Sumbar: Kami Tidak Bisa Melarang
• Pelajar Wamena Papua yang Eksodus ke Sumbar Dijamin Pendidikannya, Wagub: Jangan Tanya Persyaratan
Tak berapa lama, kata Reni, segerombolan orang datang dan melempari rumahnya dengan batu.
"Mereka lempar batu ke arah rumah. Hancur pintu teralis itu semua. Saya lari ke belakang rumah dan memanjat. Lalu, naik ke rumah tetangga sebelah di seberang jembatan," ungkap ibu dua anak ini.
Kalau tidak begitu, kata Reni, ia dan kedua anaknya sudah menjadi korban dalam kerusuhan itu.
"Kalau nggak memanjat, mungkin saya sudah dibakar. Sebab ada saudara saya yang meninggal. Linda namanya," jelas Reni.
Di Wamena, lanjut Reni tidak ada lagi yang tersisa. Rumah dan kiosnya ludes terbakar.
• BREAKING NEWS: 433 Perantau Minang di Wamena Papua Tiba di Sumbar, 185 Lagi dalam Perjalanan
• POPULER SUMBAR - Herwandi Dikukuhkan Jadi Guru Besar Unand| Di Balik Kunjungan Wagub ke Wamena
"Sudah habis semuanya," sambung Reni.
Sehari-hari, Reni membuka usaha kelontong di Pasar Waoma. Ia telah melakoni pekerjaan itu sejak 2005 silam.
"Dari 2005 sudah di Wamena. Saat itu saya belum menikah. Kemudian di sana menikah dengan warga Wamena asal Jawa. Suami saya itu sudah lama meninggal. Tahun 2015," terang Reni.
Menurut Reni, penghidupan di Wamena jauh lebih baik. Namun, karena kerisuhan ia terpaksa pulang ke kampung halaman.
"Di Wamena, cari uang lumayan enak. Penghidupan lumayan lebih baik," ujarnya.
• UNP Siapkan 5 Konselor untuk Obati Trauma Perantau Minang Akibat Kerusuhan di Wamena Papua
• Alasan di Balik Kunjungan Wagub Sumbar Nasrul Abit ke Wamena: Saya Tidak Berpikir untuk Politik
Reni menceritakan, biasanya di Wamena sering ricuh. Tapi ia tidak pernah mengungsi.
Saat berada di pengungsian pasca kerusuhan, Reni dan anak-anaknya sering sakit. Oleh karena itu, keinginannya untuk pulang kampung semakin kuat.
"Pokoknya saya sering tumbang di sana. Saya di infus. Mau gimana lagi, saya berada di pengungsian. Mungkin juga karena selama di pengungsian saya makan mi terus di awal-awal," cerita Reni.
Ke Padang, Reni mulanya berangkat menggunakan kapal. Namun ia terus tumbang selama di perjalanan.
• Kerusuhan Wamena, Pengunsi Mengaku Tidak Semua Warga Wamena Terlibat Dalam Kerusuhan Tersebut
• KISAH Perantau Minang Ini Selama 15 Tahun Mengadu Nasib di Wamena, Budirman Ingin Kembali Asalkan
"Di kapal selama empat hari. Tidak sanggup lagi tumbang di kapal. Jadi naik pesawat saja. Sementara nenek anak saya masih di Makassar," pungkas Reni.
Reni menyebut kedua anaknya masih sekolah. Dan ke depan, ia berencana menyekolahkan anaknya di kampung halaman.
Dia pun belum memikirkan, apakah ia akan tetap di kampung atau kembali lagi ke Wamena.
"Lihat kondisi dulu," tutur Reni. (*)