DLH mencatat, pekan lalu setelah hujan besar pertama, volume sampah yang diangkut dari kawasan pantai mencapai sekitar 80 ton.
Untuk mengatasinya, pihaknya menambah kekuatan di lapangan dengan mengerahkan 50 personel, memindahkan tim penyapuan jalan ke area pantai, serta menurunkan armada truk sampah.
Baca juga: Muaro Lasak Padang Dipenuhi Sampah, Pengunjung Pilih Tak Bermain dan Berenang di Tepi Pantai
Bahkan, DLH meminta bantuan alat berat dari Dinas PUPR untuk mempercepat pengangkutan.
Meski sudah memasang perangkap sampah kubus apung di beberapa titik seperti Sungai Jirak, Batang Arau (Pasa Gadang), dan Banda Bakali (Jalan Rasuna Said) yang rata-rata mampu menahan tiga ton sampah per hari, hujan ekstrem membuat sebagian sampah tetap lolos ke pantai.
Fadelan mengimbau warga untuk berpartisipasi dalam Layanan Pengangkutan Sampah (LPS) di kelurahan masing-masing.
“Jika semua rumah tangga terlayani LPS, tidak akan ada lagi sampah yang dibuang sembarangan ke sungai, dibakar, atau ditumpuk di lahan kosong,” tegasnya.
Baca juga: Bukan Sipora atau Siberut, Inilah Kecamatan dengan Penduduk Paling Sedikit di Kabupaten Mentawai
DLH juga terus menggencarkan edukasi publik dan memperluas cakupan LPS di seluruh kelurahan agar sampah rumah tangga dapat dikelola dari sumbernya, sehingga tidak lagi berakhir di sungai atau laut.
Sebelumnya diberitakan, hujan deras yang mengguyur Kota Padang, Sumatera Barat, tidak hanya membawa debit air besar dari daratan ke laut, tetapi juga menyapu berbagai jenis sampah ke kawasan pesisir, Senin (11/8/2025).
Akibatnya, tumpukan sampah kembali memenuhi kawasan Pantai Padang, terutama di sekitar Pantai Muaro Lasak.
Berdasarkan data yang dihimpun TribunPadang.com, fenomena penumpukan sampah seperti ini bukanlah kejadian baru.
Baca juga: UNP Latih Guru SMKN 1 Padang Panjang Kembangkan Media Pembelajaran Digital Berbasis QR Code
Hampir setiap kali hujan deras mengguyur Kota Padang, limpahan sampah terbawa arus menuju muara dan akhirnya terdampar di pantai.
Pantauan di lapangan menunjukkan, tumpukan sampah berada di sela-sela batu grip yang menjadi pelindung pantai.
Sejumlah sampah lain terlihat mengapung di permukaan laut, terombang-ambing oleh ombak sebelum akhirnya kembali terhempas ke tepi.
Jenis sampah yang mendominasi umumnya berasal dari limbah rumah tangga, seperti plastik pembungkus makanan, popok bayi sekali pakai, hingga sisa-sisa material organik berupa potongan kayu dan rerumputan.
Kondisi ini diperparah dengan bau menyengat yang tercium kuat di sekitar area, membuat suasana pantai menjadi jauh dari kata nyaman.