Di rumah sakit Pipit mendapati bahwa memang kakaknya sudah meninggal, kondisi tubuhnya sudah dipenuhi lumpur sampai ke mulut, serta luka kebab dan luka gores.
Sampai pukul 04.00 WIB, Pipit masih di rumah sakit bersedih bersama semua ingatan tentang kakaknya selama hidup.
Baru sekira pukul 06.00 WIB jenazah kakak Pipit dibawa pulang untuk proses pemakaman.
Tidak Hanya Kakak, Suami Pipit Juga Hanyut Terbawa Banjir
Belum juga rasa sedihnya usai, di tengah prosesi pemakaman kakaknya sedang berlangsung, ia kembali mendapat telfon dari adik suaminya.
Adiknya memastikan bahwa suami Pipit tidak ada informasi sampai pukul 08.00 WIB, kendaraan yang terakhir ia gunakan juga tidak terlihat.
"Waktu itu saya sudah berprasangka buruk, kalau suami saya sudah meninggal. Saya coba tenang, saya bilang ke adik untuk terus menghubunginya," jelasnya.
Belum selesai pemakaman kakaknya, kabar duka kembali menyelimuti Pipit, kali ini suaminya yang ditemukan meninggal.
Suami Pipit pada saat kejadian tidak berada di rumah, ia tidur di rumah mertua Pipit.
Sejak kejadian banjir lahar dingin Pipit memang tidak mendapat informasi lagi tentang suaminya.
Kakaknya yang hanyut menjadi prioritas Pipit, ia percaya bahwa tidak mungkin yang maha kuasa merenggut dua orang tercintanya sekaligus dalam waktu bersamaan.
"Saya tidak menyangka, saya merasa kehilangan semuanya. Suami, kakak, rumah dan seluruh mata pencarian," ujarnya mengusap mata dengan jilbabnya.
Yang Patah Tumbuh, Yang Hilang Berganti
Tidak mau berlarut-larut, Pipit harus tetap tegar, ada satu anak gadisnya yang harus ia besarkan dan biayai.
Anak gadis yang menguatkannya dikala badai besar menghantamnya, meski berstatus ibu, sekarang Pipit harus memiliki sosok ayah untuk anaknya.