TRIBUNPADANG.COM, PADANG - "Sepuluh menit pertama terdengar suara tangis dan minta tolong, sepuluh menit selanjutnya suara itu mulai pudar dan hening seketika," kata Mahmud Amin, mengenang nasib baiknya saat gempa 30 September 2009.
Kala itu, Mahmud sedang belajar di ruang kelas lantai tiga gedung C Bimbingan belajar (Bimbel) GAMA di Jalan Proklamsi, Kelurahan Sawahan, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
Sampai sejauh ini, lanjut Mahmud bahwa kenangan 13 tahun silam itu, hingga kini masih membekas dalam ingatannya.
Gempa yang terjadi pada Rabu sore atau sekira pukul 17.15 WIB pada 13 tahun silam itu, telah meluluh lantakkan Sumbar, termasuk Kota Padang.
Mahmud saat itu sedang belajar di dalam ruangan yang terkunci, jadi sangat sulit untuk melarikan diri.
“Peraturan GAMA cukup ketat, jadi pintu di kunci saat belajar, sehingga saat gempa terjadi kami sulit menyelamatkan diri," ujar Mahmud yang akrab disapa Uud itu kepada TribunPadang.com, Kamis (29/9/2022).
Setelah kunci pintu terbuka, Uud bersama anak-anak lainnya turun dari lantai tiga menuju lantai dua.
Saat ingin menuju lantai satu, akibat tangga sangat kecil, mereka sulit untuk lewat.
Sehingga, saat gedung mulai runtuh masih banyak orang terperangkap.
"Kami terperangkap di lantai dua, terpaksa saya berdiam diri disana," tuturnya saat ditemui di Monumen Korban Gempa 30 September 2009.
Awal terperangkap, Uud mendengar suara teriakan minta tolong dan tangisan histeris melengkapi suasana mencekam saat itu.
"Tolong...Tolong.." teriakan itu terus menggema, Ia hanya membisu menyaksikan kepanikan dan suara isak tangis teman-temannya.
Selama 10 menit berada di tengah kerumunan itu, Uud menunggu dan berharap diselamatkan.
Karena sudah gelap gulita, beberapa orang menghidupkan senter melalui handphone (hp) yang mereka bawa, sambil mencari jalan keluar dari bangunan itu.
Waktu terus berlanjut, bangunan tersebut mulai runtuh sepenuhnya, teriakan-terikan itu mulai sayup terdengar di telinga Uud.