Tak ada lagi uang kos yang biasanya ditagihnya setiap bulan.
Selama tak ada pemasukan dari sewa kamar kos, ia mengaku hidup dari belas kasihan orang lain.
Usia yang tak lagi muda sehingga kemampuannya untuk bekerja sangat terbatas.
"Ya harus menelan ludah dalam-dalam demi menjalani hidup. Makan saja diberi tetangga dan orang sekitar. Tiap hari dikasih makan," ungkap Musyairi.
Baca juga: Pelajari Kisah Semut dan Merpati, Tema 2 Kelas 3 SD Halaman 68 70 71 Subtema 2
Baca juga: Kisah Nenek Martini Hidupi 2 Cucu yang Ditinggal Orang Tua di Padang, Hampir Diusir dari Kontrakan
Sesekali Musyairi merasa khawatir dan panik karena tak ada pemasukan. Ia susah membayar tagihan listrik.
"Punya anak, tapi hidupnya susah juga. Tidak mungkin kan merepotkan mereka," ujar Musyairi.
Sebelum membuka bisnis kos-kosan, Musyairi bekerja sebagai sopir truk. Berangkat pukul 5 sore dari Padang, tiba pagi di Kota Pekanbaru.
Baca juga: Kisah Nenek 70 Tahun di Padang Pariaman yang Rumahnya Terendam Banjir: Tidak Bisa Tidur di Kasur
Ia tidak bisa bertemu anak-anaknya. Empat tahun ia menjalani pekerjaan tersebut. Setelah itu pindah.
"Delapan tahun jadi sopir truk rokok Commodore, setelah itu nganggur sampai sekarang," ungkapnya.
Musyairi berharap kamar kos-kosannya kembali riuh dan ramai. Apalagi saat ini belajar tatap muka di kampus sudah dimulai.
"Ya berharapnya ada yang ngekos, lumayan untuk biaya hidup sehari-hari," tutup Musyairi. (*)