Radar Tsunami di Pariaman Ditolak Warga

Radar Tsunami Picu Konflik di Pariaman, Pemerintah Klaim untuk Kebaikan Bersama

Data dari radar ini bisa diakses langsung oleh masyarakat melalui aplikasi BMKG, memberikan peringatan dini yang bisa menyelamatkan nyawa.

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rezi Azwar
TribunPadang.com/Panji Rahmat
PENOLAKAN RADAR TSUNAMI- Plt kalaksa BPBD Kota Pariaman, Radius Syahbandar, saat memberikan keterangan terkait HF Tsunami Radar senilai Rp28 miliar di Pantai Anas Malik, Kota Pariaman, Sumatera Barat, Senin (21/7/2025). Radius Syahbandar, HF Radar berfungsi sebagai mata pemerintah di lautan yang mampu mendeteksi gelombang tsunami, memantau arus, dan bahkan melacak keberadaan ikan pelagis secara real time. 

TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN – Rencana pembangunan High Frequency (HF) Tsunami Radar senilai Rp28 miliar di Pantai Anas Malik, Kota Pariaman, Sumatera Barat (Sumbar), memicu ketegangan antara warga lokal dan pemerintah, Senin (21/7/2025).

Proyek dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) ini ditolak mentah-mentah oleh masyarakat yang merasa digusur tanpa sosialisasi yang memadai.

Padahal, di balik penolakan tersebut, alat canggih ini disebut-sebut sebagai 'malaikat pelindung' yang akan membawa dampak besar bagi keselamatan dan perekonomian warga di wilayah rawan bencana ini.

Mengingat, Pariaman adalah salah satu wilayah di Sumatera Barat yang berada di zona merah ancaman gempa megathrust.

Baca juga: Berbagi Syukur, 25 Anak Panti Asuhan Aisyiyah Terima Bantuan dari PLN Payakumbuh

Potensi gempa berkekuatan 8,9 magnitudo dan tsunami setinggi 15 meter menjadi momok yang nyata.

Di sinilah peran vital HF Radar tsunami hadir.

Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Kota Pariaman, Radius Syahbandar, HF Radar berfungsi sebagai mata pemerintah di lautan.

Alat ini mampu mendeteksi gelombang tsunami, memantau arus, dan bahkan melacak keberadaan ikan pelagis secara real time.

Baca juga: Fadly Amran dan Forkopimda Kota Padang Hadiri Virtual Peluncuran Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih

Data dari radar ini bisa diakses langsung oleh masyarakat melalui aplikasi BMKG, memberikan peringatan dini yang bisa menyelamatkan nyawa.

Awalnya, radar hibah dari Prancis ini direncanakan dibangun di Padang Pariaman dan Kota Padang, namun lokasi itu terkendala sinyal dengan radar penerbangan.

Setelah survei ulang, Pantai Anas Malik dipilih karena dinilai paling strategis.

Radius menegaskan, keberadaan HF Radar ini bukan hanya soal mitigasi bencana.

Bagi masyarakat Pariaman yang mayoritas berprofesi nelayan, data pantauan ikan secara real time adalah 'harta karun' yang akan meningkatkan hasil tangkapan mereka.

Selain itu, alat ini diharapkan bisa menjadi daya tarik wisata edukasi baru yang akan mendorong pariwisata lokal.

Meskipun pemerintah gencar mengklaim proyek ini membawa banyak manfaat, di lapangan, warga merasakan dampak yang sebaliknya.

Proses sterilisasi lahan dilakukan secara tiba-tiba tanpa surat peringatan resmi, membuat pedagang dan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi merasa dirugikan.

Baca juga: 2 Rumah Semi Permanen Ludes Terbakar di Kamang Baru Sijunjung, Kerugian Rp80 Juta

PENOLAKAN RADAR TSUNAMI- Tim gabungan melakukan sterilisasi area pembangunan HF radar tsunami di pantai anas malik lohong, pariaman tengah kota pariaman, Selasa (17/7/2025).
PENOLAKAN RADAR TSUNAMI- Tim gabungan melakukan sterilisasi area pembangunan HF radar tsunami di pantai anas malik lohong, pariaman tengah kota pariaman, Selasa (17/7/2025). (TribunPadang.com/Panji Rahmat)

Kepala Satpol PP Kota Pariaman, Alfian, mengakui penertiban dilakukan hanya berdasarkan pemberitahuan lisan.

Ia juga mengklaim sosialisasi sudah dilakukan, namun hanya terbatas pada tokoh adat, bukan masyarakat umum.

Ia berdalih, proyek dari pemerintah pusat ini tidak memerlukan izin lingkungan karena tidak menimbulkan dampak negatif.

"Ini hanya masalah miskomunikasi," ujar Alfian.

Namun, bagi warga yang kehilangan tempat usahanya, alasan itu sulit diterima.

Radius Syahbandar mencoba menenangkan kekhawatiran masyarakat dengan memastikan bahwa pedagang tetap bisa berjualan dengan penataan ulang lokasi, meskipun bangunan semi permanen harus dibongkar.

Ia juga menjanjikan BMKG akan mempekerjakan warga lokal untuk menjaga aset negara tersebut.

Baca juga: BMKG Catat 122 Hotspot di Sumbar, Padang Belum Terdampak Asap

Pemerintah berharap masyarakat bisa bersabar dan mendukung proyek ini.

Proses pembangunan diperkirakan akan dimulai pada Agustus 2025 dengan target pemasangan alat pada Februari 2026.

Setelah selesai, Pemerintah Kota Pariaman berencana mengemas HF Radar ini menjadi destinasi wisata edukasi yang menarik bagi pelajar.

Namun, di tengah janji-janji manis itu, masyarakat tetap merasa tindakan penggusuran tanpa sosialisasi resmi adalah sebuah ketidakadilan.

Mereka hanya bisa berharap, janji pemerintah akan benar-benar terwujud dan investasi besar ini benar-benar membawa manfaat yang dijanjikan, bukan hanya meninggalkan rasa kecewa.

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved