Radar Tsunami di Pariaman Ditolak Warga
BREAKING NEWS Warga Pariaman yang Tolak Pembangunan Radar Tsunami Dilaporkan ke Polisi
Kasat menerangkan laporan tersebut sudah ditindaklanjuti pihaknya dengan langsung melakukan surat pemanggilan pada terlapor.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rezi Azwar
TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN - Kasat Pol PP Kota Pariaman, Alfian, laporkan seorang warga yang melakukan penolakan pembangunan radar tsunami ke Polres Pariaman, Selasa (15/7/2025).
Kasat Reskrim Polres Pariaman, Iptu Rio Ramadhani, membenarkan bahwa ada laporan masuk dari Kasat Pol PP Alfian.
“Laporan yang kami terima terkait adanya pengancaman senjata tajam oleh warga bernama Alfitra Nuzla ,” ujarnya, dihubungi, Rabu (16/7/2025).
Kasat menerangkan laporan tersebut sudah ditindaklanjuti pihaknya dengan langsung melakukan surat pemanggilan pada terlapor.
Baca juga: Cuaca Mentawai Rabu 16 Juli 2025: Cerah Berawan, Gelombang Laut Kategori Sedang
“Perkembangan lebih lanjut, nanti akan kami informasikan terkait perkembangan kasus ini,” ujarnya.
Diketahui, terlapor dalam kasus tersebut, merupakan bagian dari masyarakat Lohong, Pariaman Tengah, Kota Pariaman yang melakukan penolakan pembangunan radar tsunami.
Penolakan dilakukan oleh terlapor karena tidak adanya sosialisasi dan surat resmi atas eksekusi yang dilakukan oleh Pemko Pariaman saat melakukan sterilisasi, Senin (14/7/2025).
Dalam melakukan penolakannya, terlapor dalam sejumlah video yang beredar, membawa parang untuk menghentikan tindakan dari Tim gabungan yang terdiri dari Satpol PP,BPBD, TNI dan Polri.
Baca juga: BREAKING NEWS Erupsi Gunung Marapi Lontarkan Abu Setinggi 1.200 Meter
Diberitakan sebelumnya, proyek puluhan miliar rupiah ini dibangun di atas tanah ulayat masyarakat Nagari Pasar Pariaman, yang berstatus lokasi pariwisata, tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat.
Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Lohong, Junasri, mengungkapkan bahwa pembangunan ini akan berdampak pada sekitar 12 pedagang dan puluhan kepala keluarga yang berdomisili di lokasi tersebut.
Selama ini, masyarakat setempat tidak pernah mempermasalahkan pembangunan yang dilakukan Pemerintah Kota Pariaman, sepanjang tidak mengganggu perekonomian mereka.
Namun, pembangunan HF Radar ini dinilai sama sekali tidak melibatkan masyarakat setempat, bahkan belum mengantongi izin dari Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Pasar Pariaman.
Baca juga: Miris! Keluarga Pemulung di Bandung Barat Masak Bangkai Ayam karena Tak Punya Beras dan Uang
"Sejak awal adanya survei oleh Pemko sebulan lalu, sempat ada pertanyaan muncul di benak masyarakat. Tentu masyarakat meyakini bahwa pemerintah tidak akan mengorbankan masyarakatnya demi pembangunan," ujar Junasri pada Selasa, 15/7/2025.
Keyakinan itu sirna ketika keresahan masyarakat memuncak dan mereka meminta pertemuan dengan pemerintah pada 2 Juli 2025.
Namun, permintaan tersebut tidak diakomodasi pemerintah dengan alasan fokus pada acara Festival Tabuik 2025.
Setelah festival usai, proses sterilisasi justru dilakukan pada 11 Juli 2025.
Tim gabungan yang terdiri dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Polri, dan TNI datang untuk melakukan persiapan dan berencana memindahkan lesehan (bangunan semi-permanen) milik warga.
Tindakan tanpa aba-aba ini langsung menimbulkan perlawanan dari masyarakat karena tidak adanya sosialisasi dan surat resmi.
Pertanyaan utama yang dilontarkan masyarakat adalah terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), perizinan pada pihak nagari (KAN Nagari Pasar Pariaman), dan sosialisasi terkait pembangunan pada masyarakat, terutama pedagang.
“Penindakan hari itu berakhir dengan segudang janji manis. Tim tersebut membuat komitmen akan melakukan sosialisasi dan mengusahakan bentuk master plan pembangunan serta izin-izin lainnya,” kenang Junasri, seraya menambahkan bahwa janji tersebut akan dipenuhi pada Rabu, 16 Juli 2025.
Namun, janji tersebut tidak ditepati. Pada Senin, 14 Juli 2025, tim gabungan kembali datang. Kali ini, tanpa negosiasi, dokumen yang diminta, atau waktu sosialisasi.
Baca juga: Dinas Perikanan Sijunjung Cari Tahu Penyebab Ribuan Ikan Mati di Lubuk Larangan Siaur
Seluruh bangunan semi-permanen di lokasi yang telah dipancang diangkat paksa menjauh dari bibir pantai.
Proses eksekusi ini dinilai cacat prosedur karena tanpa surat peringatan dari Satpol PP atau sosialisasi terkait pembangunan.
Seorang pedagang yang terdampak, Alfitra Nuzla terang-terangan menolak aksi tersebut.
Penolakannya didasari oleh cacat administrasi yang dilakukan tim gabungan, terutama Satpol PP, karena tidak adanya ruang negosiasi.
"Setelah kami tidak mendapatkan sosialisasi, surat pemberitahuan atau bahkan peringatan. Lesehan kami langsung diangkat. Saat ditanya jika ada kerusakan akibat eksekusi ini, petugas tidak mau memberi jaminan ganti rugi. Sedangkan kami tidak diberitahu," tegas Alfitra pada Selasa, 14 Juli 2025.
Alfitra mengaku, lokasi tempatnya berjualan adalah satu-satunya sumber pemasukan yang telah ia bangun sejak 1996.
Melalui usaha tersebut, ia menghidupi empat anak kandung dan enam anak asuh yang terlantar.
Usahanya ini juga dinilai telah membantu menyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mewujudkan cita-cita Kota Pariaman sebagai kota pariwisata.
"Kalau kami akan digusur, tentu kami butuh penjelasan yang masuk akal. Kalau saya tidak diizinkan lagi berjualan, saya harap pemerintah bisa membantu untuk meringankan beban hutang saya ratusan juta di Bank dalam membangun usaha ini," ujarnya sembari menahan kesedihan.
Baca juga: BREAKING NEWS Erupsi Gunung Marapi Lontarkan Abu Setinggi 1.200 Meter
Klaim Miss Komunikasi dan Manfaat Jangka Panjang
Kepala Satpol PP Kota Pariaman, Alfian, mengakui bahwa penindakan memang tanpa surat peringatan resmi, melainkan secara lisan.
Ia juga mengklaim sosialisasi sudah dilakukan, meskipun hanya pada tingkat pemuka adat, bukan pada masyarakat umum.
“Sosialisasi dari pemerintah ini memang belum menyeluruh, karena pembangunan ini penuh dari BMKG pusat jadi sosialisasi hanya bisa dilakukan dengan cara bertahap atau sambil berjalan,” tuturnya saat melakukan sterilisasi area pada hari kedua, Selasa, 15/7/2025.
Alfian meyakini bahwa penindakan sudah sesuai penataan dari dinas pariwisata, tanpa ada keinginan mengganggu pelaku usaha dan wisatawan, karena lokasi tersebut merupakan objek wisata.
Baginya, penolakan yang terjadi hanya masalah miskomunikasi, dan ia yakin proses sterilisasi area bisa rampung hingga Jumat, 18 Juli 2025.
Terpisah, Plt Kalaksa BPBD Kota Pariaman, Radius Syahbandar, menyatakan bahwa penolakan masyarakat tidak pantas, karena HF Radar tsunami ini berguna bagi hajat hidup orang banyak.
“Kalau masalah izin lingkungan dan lainnya, saya tegaskan pembangunan ini tidak akan mengganggu masyarakat dan pedagang, baik secara ekonomi dan kesehatan. Serta juga tidak akan ada dampak lingkungan. Sehingga tidak perlu izin lingkungan seperti yang diminta oleh masyarakat,” tuturnya.
Baca juga: Radar Tsunami Rp28 Miliar di Pariaman Ditolak Warga, Dinilai Abaikan Sosialisasi dan Izin Nagari
Radius bahkan memastikan bahwa seluruh pedagang masih bisa berjualan pasca pembangunan berlangsung.
Ia mengklaim, berdasarkan koordinasinya dengan pihak BMKG, pembangunan HF Radar tsunami ini memiliki rencana untuk pengembangan objek wisata.
Meskipun harus ada penertiban bangunan semi-permanen, pedagang masih bisa berjualan dengan payung dan kursi.
Plt Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Kadisparbud) Kota Pariaman, Ferialdi, mengatakan lokasi pembangunan HF Radar tsunami memang merupakan kawasan objek wisata yang dikelola oleh Pokdarwis.
Pembangunan ini sempat dipertanyakan pihaknya, namun hasil survei tim ahli BMKG menunjuk koordinat di Pantai Anas Malik, sehingga pihaknya melakukan adaptasi melalui penataan ulang.

Menurutnya, dampak pembangunan ini tidak terlalu besar bagi para pedagang, karena hanya perlu penataan ulang.
Ferialdi juga menambahkan bahwa dampak yang jelas pada masyarakat hanya saat pembangunan berlangsung.
Namun, setelah selesai, akan ada dampak besar pada wisata Kota Pariaman.
Diketahui, proses pembangunan akan berlangsung pada Agustus 2025, sedangkan pemasangan alat akan berlangsung Februari 2026.
“Menurut koordinasi kami, setelah ini selesai dibangun akan muncul destinasi wisata baru melalui sektor wisata edukasi untuk anak sekolah untuk mengenal HF Radar tsunami yang dikemas secara menarik,” ujarnya.
Ia berharap masyarakat bisa memahami dan mendukung pembangunan HF Radar ini, dengan harapan seluruh pedagang yang terdampak bisa bersabar supaya nanti bisa menikmati hasilnya.
Kendati pemerintah mengklaim memiliki dampak positif, masyarakat setempat masih merasa dirugikan atas tindakan sterilisasi area yang dilakukan tanpa sosialisasi dan surat pemberitahuan resmi. (TribunPadang.com/Panji Rahmat)
radar tsunami
Pariaman
Sumatera Barat
TribunBreakingNews
Pantai Anas Malik
BMKG
Satpol PP Kota Pariaman
Polres Pariaman
Pendapatan Asli Daerah
Ferialdi
7 Fakta Penolakan Radar Tsunami Rp28 M di Pariaman, Pemerintah Klaim Demi Keselamatan dan Ekonomi |
![]() |
---|
Radar Tsunami Picu Konflik di Pariaman, Pemerintah Klaim untuk Kebaikan Bersama |
![]() |
---|
KAN Pasa Pariaman Kecam Proyek HF Radar: Hak Adat Dilanggar, Pedagang Digusur Tanpa Sosialisasi |
![]() |
---|
Pedagang Wanita Pariaman Lawan Penggusuran, Berjuang Bela Hak Dalam Pembangunan Radar Tsunami |
![]() |
---|
Kasat Pol PP Pariaman Laporkan Warga untuk Cegah Aksi Anarkis saat Penertiban Radar Tsunami |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.