Anak Harimau Mati di Bukittinggi

Anak Harimau Sumatera Mati di TMSBK Bukittinggi, Induknya Menolak Menyusui Akibat Stres & Dehidrasi

Ia menolak menyusui, dan kondisi lingkungan yang panas dan kering ikut memperburuk keadaan anak harimau yang masih sangat bergantung pada induknya.

Penulis: Fajar Alfaridho Herman | Editor: Rezi Azwar
Dok Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan via Kompas.com
Ilustrasi Harimau Sumatera- Seekor bayi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang baru berusia tujuh hari mati di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Bukittinggi. Bayi harimau jantan ini merupakan anak dari induk betina bernama Yani dan pejantan bernama Bujang Mandeh. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Duka menyelimuti dunia konservasi satwa liar di Sumatera Barat. Seekor bayi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang baru berusia tujuh hari mati di Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan (TMSBK) Bukittinggi.

Bayi harimau jantan ini merupakan anak dari induk betina bernama Yani dan pejantan bernama Bujang Mandeh.

Kematian terjadi pada Selasa (1/7/2025) pagi, setelah melalui serangkaian upaya penyelamatan intensif dari tim medis dan penjaga satwa.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, Hartono, menyampaikan bahwa kematian bayi harimau ini telah melalui proses penanganan intensif sejak kelahirannya.

Baca juga: Pelaku KDRT di Payakumbuh Serahkan Diri ke Polisi, Korban Seorang Guru Ngaji Mengalami Trauma & Luka

Bayi harimau tersebut lahir pada Rabu (24/6/2025) dan sempat menjadi harapan besar sebagai bagian dari upaya pelestarian Harimau Sumatera yang berstatus kritis (Critically Endangered).

"Begitu kami menerima laporan dari TMSBK Bukittinggi bahwa indukan harimau bernama Yani telah melahirkan satu ekor anak jantan, tim dokter dan keeper segera melakukan pemantauan ketat. Namun sejak awal, kondisi Yani terlihat sangat lelah dan belum langsung menyusui anaknya," ungkap Hartono.

Meski pada awalnya menunjukkan gejala kelelahan usai melahirkan, Yani akhirnya mulai menunjukkan respon positif dan mulai menyusui anaknya menjelang siang hari. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama.

Menurut Hartono, pada hari Minggu (29 /6/2025), Yani kembali terlihat stres.

Baca juga: Tumpahan CPO Ganggu Jalur Padang-Solok, Polisi Tebar Serbuk Sekam dan Pengendara Dimohon Sabar

Ia menolak menyusui, dan kondisi lingkungan yang panas dan kering ikut memperburuk keadaan anak harimau yang masih sangat bergantung pada induknya.

"Cuaca ekstrem saat itu memang menjadi tantangan tambahan. Saat Yani stres dan tidak menyusui, anaknya tentu tidak mendapatkan asupan nutrisi yang dibutuhkannya," kata Hartono.

Kondisi sempat membaik pada Senin (30/6)2025), ketika Yani kembali menyusui anaknya.

Namun krisis terjadi kembali pada Selasa (1/7/2025) dini hari, ketika Yani tampak gelisah dan kembali menolak menyusui.

Baca juga: Nasibnya Kini Terbengkalai, Pemko Diminta Kaji Ulang Kehadiran Eks KRI Teluk Bone di Pariaman

Anak harimau terlihat lemah dan terbaring tanpa tenaga.

Tim dokter hewan kemudian segera melakukan tindakan penyelamatan darurat dengan mengevakuasi Yani ke klinik untuk perawatan intensif.

"Perawatan dilakukan secepat mungkin, dan kondisi Yani sendiri sedikit membaik setelah itu. Namun, kondisi si anak sudah sangat lemah," jelas Hartono.

Halaman
12
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved