Kabupaten Padang Pariaman
Mengenal Tradisi Juadah Pernikahan di Padang Pariaman, Bukan Sekedar Makanan tapi Ada Makna Tersirat
Dengan adanya juadah menandakan bahwa pernikahan itu bukan hanya melibatkan keluarga mempelai wanita dan pria, namun lebih dari itu.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Rezi Azwar
TRIBUNPADANG.COM, PADANG PARIAMAN – Juadah dalam tradisi pernikahan di Padang Pariaman, Sumatera Barat, bukan hanya sebatas makanan.
Ada sejumlah makna dan pesan moral yang terkandung dari tradisi juadah.
Juadah merupakan hantaran bagi mempelai perempuan ke rumah mempelai pria dalam bentuk makanan khas.
Juadah biasanya diantarkan beberapa hari sebelum pernikahan keduanya berlangsung.
Baca juga: Festival Juadah Padang Pariaman Satu-satunya di Sumatera Barat, Dihadiri Wamen & Istri Menteri UMKM
Juadah itu berisikan antaranya wajik, kareh-kareh, luwo, kanji, jalobio, kipang, jalobio kukung yang disusun di atas dulang.
Sepulang menghantarkan juadah, pihak mempelai Perempuan biasanya membawa sejumlah isi hantaran tersebut yang diisi oleh pihak mempelai pria.
Isinya tidak main-main, bisa berupa uang hingga emas, dan sejumlah perlengkapan rumah.
Juadah ini juga sering dijadikan sindiran kepada anak laki-laki yang belum menikah di Padang Pariaman.
Baca juga: Festival Juadah 2025, Mantapkan Misi Bupati Jadikan Padang Pariaman Kabupaten 100 Festival
Seperti percakapan orang tua kepada anak laki-lakinya.
“Den taragak makan juadah yuang (saya ingin makan juadah nak),” ujar seorang ibu asal Padang Pariaman, pada anak laki-lakinya.
Percakapan itu mengandung sindiran agar anaknya cepat menikah.
Warga Toboh Gadang Barat, Padang Pariama, Ariani Susilawati, mengatakan, juadah ini merupakan susunan makanan tradisional yang berjumlah tujuh macam.
Baca juga: Festival Juadah 2025 Padang Pariaman Gairahkan Kebangkitan Ekonomi Nagari
"Di antaranya wajik, kareh-kareh, luwo, kanji, jalobio, kipang, jalobio kukung, kata Ariani Susilawati, Senin (12/5/2025).
Ketujuh macam makanan tradisional itu, ketika sudah ditata sesuai dengan susunannya barulah disebut dengan juadah.
Pembuatannya juadah memakan waktu yang cukup lama, minimal butuh tujuh hari untuk memasaknya.
“Seluruh makanan tersebut, bahan dasarnya dari beras ketan, tepung beras, gula merah dan minyak kelapa," ujarnya.
Memasaknya pun menggunakan tungku kayu agar ciri khas rasanya tidak hilang.
Alat yang digunakan dalam memasak juadah ini juga sangat unik, karena menggunakan tungku api dari tanah.
Tungku api ini dibuat dengan menggali dua buah lubang di tanah, satu untuk memasukan kayu dan satu lagi untuk menaruh alat memasak.
Alat memasak juadah ini juga memiliki nama tersendiri, yaitu kancah.
Kancah ini bentuknya hampir sama dengan kuali, namun lebih cembung.
Sedangkan alat pengaduknya bernama sudu, bentuknya hampir sama dengan pendayung sampan, hanya sedikit lebih kecil.
Dosen ISI Padang Panjang, Muhammad Fadhli, mengatakan juadah bukan sekedar makanan, tapi lebih dari itu.
Juadah memiliki makna yang sangat mendalam bagi masyarakat Padang Pariaman, karena proses memasaknya yang sangat rumit dan membutuhkan tenaga yang banyak.
Selama proses pembuatan juadah, Ajo Wayoik sapaan akrabnya, menilai ada proses gotong royong yang terjadi di tengah masyarakat.
Seluruh masyarakat ikut terlibat dalam proses pembuatan ini, tanpa menerima upah sepeserpun.
“Belakangan, karena proses pembuatannya yang panjang, banyak masyarakat meninggalkan makanan ini dengan mengganti hantaran menjadi makanan biasa,” ujar Ajo Wayoik.
Ia menilai hal ini terjadi bukan karena membuat juadah yang melelahkan, tapi lebih kepada jumlah orang yang masih bisa membuatnya terus berkurang.
Situasi itu membuat keluarga yang hendak menjalani proses pernikahan di Padang Pariaman kewalahan untuk membuatnya.
Situasi tersebut, menurut Ajo Wayoik harus menjadi perhatian bagi pemuka masyarakat Padang Pariaman, karena tanpa perhatian tradisi ini akan hilang.
Menurutnya, perlu pelestarian tradisi dengan melibatkan anak muda untuk bisa atau wajib dekat dengan tungku.
Ajo Wayoik melihat juadah bukan persoalan makanan, tapi proses.
Dengan adanya juadah menandakan bahwa pernikahan itu bukan hanya melibatkan keluarga mempelai wanita dan pria, namun lebih dari itu.
"Pernikahan itu melibatkan seluruh masyarakat dari kedua belah pihak,” tuturnya.
Makna mendalam tersebut menurut Ajo Wayoik, memiliki beban moral yang besar bagi kedua mempelai agar tidak menggampangkan sebuah pernikahan yang dalam beberapa waktu belakang sering terjadi di Padang Pariaman. (TribunPadang.com/Panji Rahmat)
Festival Juadah Padang Pariaman
Festival Juadah
Tradisi Juadah
Pernikahan di Padang Pariaman
Padang Pariaman
Sumatera Barat
Rawat Rasa Nasionalisme Kaula Muda, Sebanyak 34 Paskibraka Padang Pariaman Dikukuhkan |
![]() |
---|
Normalisasi Sungai Batang Anai di Talao Mundam Padang Pariaman Diperpanjang hingga 500 Meter |
![]() |
---|
Bupati Padang Pariaman Sidak SDN 21 Batang Anai, Kecewa Sekolah Kotor hingga Toilet Bau Pesing |
![]() |
---|
Pemkab Padang Pariaman Dukung Tradisi Basapa sebagai Cikal Bakal Wisata Religi Berskala Nasional |
![]() |
---|
Basapa Syattariyah di Ulakan Dibagi Tiga Gelombang, Ratusan Ribu Jamaah Hadir di Padang Pariaman |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.