Efisiensi Anggaran

BKD Solok Masih Tunggu Arahan Kemendagri Soal Efisiensi Anggaran, Pembahasan di Pemkab Belum Rampung

Indra menyebut, bahwa pembahasan mengenai efisiensi anggaran di lingkungan Pemerintah Kabupaten Solok masih belum rampung.

Penulis: Ghaffar Ramdi | Editor: Fuadi Zikri
Wikipedia/Ardzun
EFISIENSI ANGGARAN - Tugu ayam kukuak balenggek, salah satu ikon Kabupaten Solok. Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Solok, Indra Gusnadi mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu arahan dari Kementerian Dalam Negeri perihal efisiensi anggaran. 

TRIBUNPADANG.COM, SOLOK SELATAN - Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 memerintahkan seluruh Kementrian dan Lembaga, Pemerintah Provinsi hingga Kabupaten Kota melakukan efisiensi anggaran dalam pelaksanaan belanja APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.

Dimana dalam inpres tersebut, Presiden meminta agar anggaran Transfer ke Daerah dipangkas sebesar Rp50,6 triliun. 

Jumlah itu tersebar dalam pos belanja dana bagi hasil senilai Rp13,9 triliun, DAU yang sudah ditentukan penggunaannya di bidang pekerjaan umum Rp15,6 triliun, serta DAK fisik Rp18,3 triliun.

Saat TribunPadang.com mengonfirmasi kepada Kepala Badan Keuangan Daerah Kabupaten Solok, Indra Gusnadi mengatakan bahwa pihaknya masih menunggu arahan dari Kementerian Dalam Negeri perihal efisiensi anggaran.

"Karena saat ini kita masih menunggu arahan dari Kemendagri perihal ini," katanya, Jumat (14/2/2025).

Indra menyebut, bahwa pembahasan mengenai efisiensi anggaran di lingkungan Pemerintah Kabupaten Solok masih belum rampung.

"Saat ini pembahasan efisiensi anggaran di Kabulaten Solok masih belum clear," tutupnya singkat.

Baca juga: Efisiensi Anggaran, Kepala Bappeda Solok Selatan: Beberapa Pembangunan Infrastruktur Tetap Jalan

Pemda Harus Kembangkan Strategi Pendapatan Mandiri Berkelanjutan

Pakar ekonomi dari Universitas Andalas Prof. Syafruddin Karimi menilai, kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah pusat, termasuk pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) menuntut pemerintah daerah untuk menyesuaikan strategi fiskalnya agar tetap menjaga pertumbuhan ekonomi.

Dia bilang, respons yang tepat dari pemerintah daerah akan menentukan apakah kebijakan ini justru melemahkan atau justru memperkuat daya saing ekonomi lokal.

Pemotongan anggaran harus dilakukan dengan prinsip "cut the waste, not the growth" (potong pemborosan, bukan pertumbuhan).

Artinya, kata dia, penghematan fiskal harus difokuskan pada menghilangkan pengeluaran yang tidak produktif tanpa menghambat program pembangunan yang berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Sayangnya, lanjut Syafruddin, dalam praktiknya, banyak pemangkasan anggaran yang dilakukan secara generik tanpa mempertimbangkan efektivitas program, sehingga sektor-sektor strategis juga ikut terdampak.

"Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan analisis menyeluruh terhadap efektivitas belanja publik agar pemotongan anggaran benar-benar menciptakan efisiensi, bukan sekadar mengurangi belanja tanpa perhitungan yang matang," kata Syafruddin kepada Tribunpadang.com, Kamis (13/2/2024) malam.

Guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Andalas ini menjabarkan, sebelum memangkas anggaran, belanja yang tidak mendukung produktivitas dan kesejahteraan masyarakat harus dikurangi terlebih dahulu.

"Anggaran untuk perjalanan dinas yang berlebihan, studi banding yang tidak berdampak langsung pada kebijakan daerah, serta pengadaan barang yang tidak urgen harus menjadi prioritas utama dalam program efisiensi," terangnya.

Di sisi lain, sektor yang memiliki efek pengganda tinggi terhadap perekonomian, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan UMKM, harus tetap mendapatkan dukungan penuh.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved