Pemilu 2024

Hadir di Sidang Etik DKPP, Ketua KPU Bukittinggi Bantah Dugaan Penggelembungan Suara

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Bukittinggi Satria Putra membantah tuduhan dugaan penggelembungan suara yang dilaporkan Murdani ke Dewan ...

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
TribunPadang.com/Fajar Alfaridho Herman
Ketua KPU Bukititnggi, Satria Putra saat diwawancarai beberapa waktu lalu. 

Pada sidang ini, pihak pengadu ialah Murdani yang memberikan kuasa kepada Diana Febriani. Sementara teradu dalam sidang ini ialah Satria Putra (Ketua KPU Kota Bukittinggi) dan Ruzi Haryadi (Ketua Bawaslu Kota Bukittinggi).

Adapun J. Kristiadi, anggota DKPP bertindak selaku ketua majelis pemeriksa. Dirinya didampingi tiga orang anggota majelis, yakni Muhammad Taufik (TPD Provinsi Sumatera Barat dari unsur Masyarakat), Ory Sativa Syakban (TPD Provinsi Sumatera Barat unsur KPU), dan Muhammad Khadafi (TPD Provinsi Sumatera Barat unsur Bawaslu).

"Para teradu diduga telah menggelembungkan suara sehingga menguntungkan salah satu calon anggota legislatif (Caleg) pada pemilu Tahun 2024 di 8 (delapan) TPS yang berada di Kota Bukittinggi," bunyi pokok aduan pada sidang ini.

Murdani sebagai pengadu pada siang ini menyebut bahwa pada perhitungan rekapitulasi pemilihan legislatif 14 Februari 2024 menduga ada kesalahan rekapitulasi, sehingga ia merasa dirugikan sebagai calon.

"Saya melapor ke Bawaslu Bukittinggi, pada dasarnya mereka mempelajari aduan yang saya ajukan, pada kesimpulannya berpendapat sama dengan saya terjadi pelanggaran kode etik. Saya mohon ke Bawaslu agar memberikan semacam teguran, atau follow up ke KPU agar persoalannya bisa dituntaskan. Saya meminta dulu ke Bawaslu agar dilakukan penghitungan ulang supaya fair. Kalau itu memang kekeliruan, atau yang dikatakan KPU dalam sidangnya human error dan lain sebagainya dan tak ada unsur kesengajaan, itu penjelasan mereka," ujar Murdani.

Kata dia, temua dari pihaknya terdapat kesalahan penghitungan di 8 TPS yang menguntungkan calon tertentu. Kesalahan itu menurutnya konsisten.

Baca juga: Bawaslu Laporkan Ketua-Anggota KPU Pasaman Barat Terkait Dokumen Pemilu 2024, DKPP Gelar Sidang

"Saya sudah dapat jawaban KPU memang terjadi kesalahan yang dilakukan penyelenggara di tingkat TPS, KPPS dengan dikeluarkannya surat dan diberikan ke kita. Dilampirkan dalam permohonan kita ini. Surat keputusan KPU Bukittinggi itu bernomor 140 tahun 2024. Namun demikian, setelah kita tunggu dari KPU tidak dilakukan follow up, apa korelasi pelanggaran kode etik korelasinya dengan permohonan kita untuk menggelar penghitungan suara kembali," ujarnya.

Lalu, lanjut dia sebagai pengadu, dengan tidak mendapatkan kejelasan dari KPU dan Bawaslu atas pengaduan ini sehingga maka dirinya membawa persoalan ini ke DKPP 

"Maka kita melakukan permohonan untuk kasus ini DKPP bisa mencari solusi, membuat kesimpulan dan keputusan yang seadil-adilnya terjadi persoalan yang kita ajukan ini," ujarnya.

Sementara itu, Diana Febriani yang diberikan kuasa oleh Murdani mempertanyakan kenapa dari 8 caleg di satu partai itu, dugaan penggelembungan suara hanya pada satu calon.

"Pertanyaan saya 8 caleg DPRD Sumbar dapil 3, kenapa selalu kesalahan penghitungan suara itu di caleg nomor 2, kesalahan itu konsisten, antara 10 dan 20 suara. Itu yang kita cari dalam waktu singkat dan itu yang kita ketahui. Sepertinya di penulisan c hasil kesannya selalu terjadi pemaksaan," ujar Diana.

Jawaban Ketua Bawaslu Bukittinggi 

Teradu 2 dalam hal ini Ruzi Haryadi (Ketua Bawaslu Bukittinggi) dalam jawabannya mengatakan bahwa tidak benar bahwa pihaknya melanggar kode etik penyelenggara pemilu baik dari sisi integritas penyelenggara pemilu dalam prinsip mandiri, jujur dan adil, atau profesionalitas dalam prinsip berkepastian hukum, tertib, terbuka, profesional, proporsional, akuntabel, efektif, efisien dalam penyelenggaraan pemilu.

Hal ini disebabkan Bawaslu Bukittinggi telah menjalankan tugas sesuai dengan jabatan dan kewenangan.

Bawaslu Bukittinggi, kata Ruzi, telah menindaklanjuti laporan dugaan pelanggaran pemilu yang disampaikan pengadu sesuai dengan kewenangan berdasarkan sesuai pasal 13 huruf A UU 7 Tahun 2017.

"Tindak lanjut laporan telah diproses berdasarkan prosedur penanganan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang dilakukan PPK, PPS dan KPPS sesuai Perbawaslu 9 Tahun 2024. Teradu 2 menyatakan pengaduan pengadu tidaklah beralasan menurut hukum dan tidak memiliki bukti yang kuat dan kabur," kata Ruzi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved