Artikel

Menabung Cuan Besar di Hutan Pasaman

Jorong Aia Abu, Nagari V Koto, Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman Barat, akhir Juli ini tengah musim durian.

Penulis: rilis biz | Editor: Emil Mahmud
Istimewa
Jorong Aia Abu, Nagari V Koto, Kecamatan Bonjol, Kabupaten Pasaman Barat, akhir Juli ini tengah musim durian. 

Akan tetapi, karena tidak ada bimbingan, masyarakat bingung harus memulai dari mana. Mereka tidak tahu harus melakukan apa sehingga akhirnya jalan sendiri-sendiri dan tidak menghasilkan apa-apa.

Daerah perladangan di Jorong Aia Abu memang berada agak jauh dari permukiman masyarakat. Akibatnya sulit untuk mengawasi ladang secara terus menerus. Jika tidak diawasi, maka hama--terutama monyet--akan merusak tanaman.

Penguatan kelembagaan 
 Pendampingan yang dilakukan oleh Word Resource Institute (WRI) Indonesia kemudian menjadi bantuan yang tidak diduga-duga. Melalui pendampingan itu masyarakat yang tergabung dalam LPHN V Koto belajar tentang dokumen rencana aksi tahunan, SOP, AD/ART kelompok, dan rencana pengelolaan hutan desa/nagari di tingkat kelompok perhutanan sosial.

Maka, mulailah terbentuk beberapa KUPS di bawah LPHN yang berkonsentrasi pada bidang usaha yang berbeda. KUPS yang pertama berdiri adalah KUPS Madu pada 2021 kemudian KUPS Agroforestry Danau Raya dan KUPS Induak Upiah pada 2022.

Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) Nagari V Koto, Pasaman, Amalrudin dipercaya menjadi Ketua KUPS Agroforestry Danau Raya. Anggota awalnya, 18 orang.

Sesuai dengan namanya Agroforestry Danau Raya, KUPS ini berkonsentrasi pada pengelolaan sumber daya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau jenis kayu-kayuan dengan penanaman tanaman semusim dan beberapa jenis tanaman pertanian.​​​​​​​

KUPS itu membagi kawasan perladangan mereka menjadi tiga kategori. Pertama untuk tanaman jangka pendek seperti cabai rawit, jahe, sayur-sayuran, dan lainnya. Kedua tanaman musiman seperti, durian, jengkol, alpukat, dan mangga. Dan terakhir untuk tanaman jangka panjang, antara lain, kayu manis, surian, mahoni, dan meranti.

Pembagian itu punya filosofi tersendiri. Tanaman jangka pendek seperti cabai rawit di tanam seluas 15 hektare, jahe juga seluas 15 hektare, demikian juga dengan sayur-sayuran seperti lobak ladang.​​​​​​​

Awalrudin menceritakan awal bercocok tanaman jangka pendek itu. Mereka dicemooh masyarakat. Maklum, selama ini semua upaya berladang selalu kandas diserang hama monyet.

Namun, dengan menerapkan sistem piket yang mengikutsertakan semua anggota dalam pengelolaan dan pengawasan, gangguan hama monyet bisa diatasi sehingga tanaman bisa menghasilkan.

Cabai rawit itu bisa dipanen sekali seminggu atau sekali 15 hari. Sekali panen menghasilkan 200--300 kilogram dengan harga rata-rata Rp35 ribu per kilogram. Demikian juga dengan jahe. Sekali panen jahe bisa mencapai 300 kilogram bahkan lebih dengan harga Rp 22 ribu per kilogram.

Hasil panen tanaman jangka pendek itu menjadi penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan harian masyarakat. Dengan demikian, mereka yang dulu harus masuk hutan untuk mendapatkan uang cepat, bisa mengandalkan tanaman jangka pendek itu.

Untuk tanaman musiman, telah ditanam di atas lahan seluas 25 hektare dalam Program Rehabilitas Hutan dan Lahan (RHL). Bibit yang ditanam di antaranya manggis, durian, alpukat, kayu manis, dan petai. Masing-masing 2.500 batang, kecuali petai sebabyak 1.000 batang.

Dalam beberapa tahun ke depan, tanaman musiman tersebut juga akan memberikan hasil yang bisa meningkatkan pendapatan masyarakat Jorong Aia Abu.

Yang paling menarik adalah untuk tanaman jangka panjang seperti kayu manis, surian, mahoni, dan meranti. Tanaman itu adalah tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved