Citizen Journalism

Harmoni Bahasa dan Hati: Refleksi Budaya Tutur Masyarakat Mentawai

Masyarakat Mentawai memiliki cara komunikasi yang berbeda yang menekankan hubungan baik dan ke

Editor: Emil Mahmud
TribunPadang.com/Wahyu Bahar
Ilustrasi:Tampak warga mengayuh Abag (sampan) di Muntei Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Dipotret beberapa waktu lalu. 

Oleh: Anne Pratiwi & Ike Revita, Penulis adalah Dosen FIB Unand

Harmoni bahasa dan hati adalah sebuah keselarasan yang indah, di mana pikiran, perasaan, dan ekspresi saling melengkapi - Ike Revita

 

KEBERSAMAAN bahasa dan budaya seringkali terancam menjadi seragam di era modern, ketika batas-batas antarnegara semakin pudar dan teknologi merajalela (Revita, 2023). Namun, di sebuah pulau terpencil di Indonesia, tepatnya di Kepualauan Mentawai, masih ada sebuah oase budaya yang memukau di mana hati dan bahasa berharmoni (Revita, 2023a) dalam tradisi tutur yang akrab dan kaya makna.

 

Masyarakat Mentawai memiliki cara komunikasi yang berbeda yang menekankan hubungan baik dan kebersamaan.

 

Mereka menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari untuk berkomunikasi dalam membangun hubungan emosional dan sosial. Bagi mereka, bahasa adalah gambaran niat baik dan hati yang tulus, bukan hanya kata-kata.
Sebagai seorang dosen di bidang Linguistik yang sedang melakukan penelitian di wilayah ini, kami sangat terpesona dengan cara masyarakat di Mentawai dalam menggunakan bahasa.

 

Mereka memiliki ungkapan-ungkapan yang kaya dengan nuansa budaya dan emosional, yang mencerminkan hubungan yang kuat antara manusia dan alam sekitarnya. Misalnya, orang tidak hanya mengucapkan salam, tetapi juga mendoakan dan mengharapkan kesehatan dan kesejahteraan satu sama lain. Ini menunjukkan bahwa kasih sayang dan perhatian mewarnai setiap interaksi sosial.

 

Sungguh sebuah cara berkomunikasi yang penuh empati dan pengertian ini menjadi salah satu elemen paling menarik dari budaya tutur orang Mentawai. Ketika berbicara, mitra tutur tidak hanya mendengarkan apa yang dikatakan dan disampaikan penutur, tetapi mereka juga merasakan emosi dan makna yang tersembunyi di balik kata-kata tersebut. Mendengarkan, dalam budaya Masyarakat Mentawai, adalah seni yang melibatkan hati, bukan hanya telinga (Revita, 2022).

 

Masyarakat Mentawai percaya bahwa bahasa dapat menyatukan, bukan memisahkan. Mereka menyadari bahwa energi yang terkandung dalam setiap kata memiliki kemampuan untuk membangun atau menghancurkan hubungan. Oleh karena itu, mereka sangat berhati-hati saat memilih kata-kata dan selalu berusaha untuk menjaga suasana hati yang konsisten dalam setiap percakapan.

 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved