Jamaah Islamiyah Bubar

Dinamika Bubarnya Jamaah Islamiyah Sumbar, Sempat Ada yang Nolak tapi Diyakinkan Lewat Ilmu

Anggota Jamaah Islamiyah Sumatera Barat atau JI Sumbar merespon cepat Deklarasi Sentul 30 Juni 2024 terkait pernyataan JI bubar.

|
Penulis: afrizal | Editor: Rizka Desri Yusfita
TribunPadang.com/Afrizal
Sebanyak 63 anggota Jamaah Islamiyah deklarasi kembali ke NKRI di sebuah hotel di Bukittinggi, Minggu (28/7/2024) sore. Sebelum deklarasi, puluhan anggota ini mendengarkan paparan dari mantan petinggi JI terkait landasan syari bubarnya JI 

TRIBUNPADANG.COM- Anggota Jamaah Islamiyah Sumatera Barat atau JI Sumbar merespon cepat Deklarasi Sentul 30 Juni 2024 terkait pernyataan JI bubar.

Kurang dari satu bulan setelah tokoh senior Al Jamaah Al Islamiyah atau Jamaah Islamiyah atau JI, Ustad Abu Fatih menyatakan kelompoknya telah islah dengan aparat keamanan, pemerintah dan negara Republik Indonesia, anggota JI Sumbar pun menggelar deklarasi.

Sebanyak 63 orang yang pernah menjadi anggota JI Sumbar deklarasi dan menyatakan kembali ke NKRI, Minggu (28/7/2024) lalu.

Puluhan orang ini pun berkumpul atas kemauan mereka sendiri, di sebuah hotel di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Ada tiga poin pernyataan deklarasi yang diucapkan bersama-sama.

Berikut isi lengkapnya:

Kami eks anggota Al Jamaah Al Islamiyah Wilayah Sumatera Barat, menyatakan:

1. Mendukung (sami na wa athona) terhadap pembubaran Jamaah Islamiyah oleh para masyeheih kami di Bogor tanggal 30 Juni 2024.

2. Siap kembali ke pangkuan NKRI dan terlibat aktif mengisi kemerdekaan serta menjauhkan diri dari pemahaman dan kelompok tathorruf.

3. Siap mengikuti peraturan hukum yang berlaku di NKRI, serta komitmen dan konsisten untuk menjalankan hal-hal yang merupakan konsekuensi logisnya.

Baca juga: BREAKING NEWS: 63 Anggota Jamaah Islamiyah Sumbar Deklarasi Kembali ke NKRI di Bukittinggi

Persiapan deklarasi kembalinya anggota JI Sumbar ini ke pangkuan NKRI tergolong cepat.

Fathur Rabbani dan Agus Suryana, adalah sebagian orang yang mendorong agar deklarasi juga segera dilakukan di Sumatera Barat.

Ditemui TribunPadang.com, akhir pekan lalu, Fathur Rabbani dan Agus Suryana pun menceritakan bagaimana dinamika bubarnya hingga respon anggota JI yang ada di Sumbar.

Fathur Rabbani adalah Ketua Forum Komunikasi Pondok Pesantren (FKPP) JI Sumbar periode 2008-2018.

Sementara Agus Suryana adalah Sekretaris FKPP JI Sumbar sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Haji Miskin, Pandai Sikek, Tanah Datar Sumatera Barat.

Fathur Rabbani (baju hitam) dan Agus Suryana (baju batik), eks tokoh Jamaah Islamiyah Sumatera Barat, ditemui sesaat setelah deklarasi kembali ke NKRI, di Bukittinggi, Minggu (28/7/2024) lalu.
Fathur Rabbani (baju hitam) dan Agus Suryana (baju batik), eks tokoh Jamaah Islamiyah Sumatera Barat, ditemui sesaat setelah deklarasi kembali ke NKRI, di Bukittinggi, Minggu (28/7/2024) lalu. (TRIBUNPADANG.COM/AFRIZAL)

 

Saat Deklarasi Sentul 30 Juni 2024, Agus Suryana merupakan satu dari 119 tokoh dan pengelola pesantren JI se Indonesia yang hadir.

Saat itu hadir perwakilan dari Jateng, Jabar, Bekasi, Banten, Medan, Sumbar, NTB, dan Sulteng.

Selepas menghadiri deklarasi bubarnya JI di Bogor, Agus Suryana pun kembali ke Sumatera Barat.

Fathur Rabbani yang mengetahui adanya deklarasi bubarnya JI, kemudian berupaya menemui Agus Suryana.

Tepat 6 Juli 2024, Fathur Rabbani pun bisa menemui Agus Suryana.

Saat berjumpa langsung, Fathur pun mendapat kepastian.

Berdasarkan kajian kekinian, didapatkan keputusan saat ini sudah tidak relevan bermusuhan dengan negara.

Berdasarkan kajian pula, para tokoh senior pun menyatakan kembali bergabung mengisi kemerdekaan Indonesia.

"Video terkait bubarnya JI saya sudah dapat. Tapi saya tetap mengejar Ustad Agus Suryana untuk mengetahui kepastian beritanya karena beliau ikut hadir di Sentul," ujar Fathur.

Setelah mendengar kepastian kabar itu, Fathur pun memahami alasan bubarnya JI.

Dia pun mendorong agar deklarasi serupa dilakukan di Sumatera Barat.

Menurut Fathur, deklarasi di Sumatera Barat sangat penting dilakukan.

Sejak pemerintah Indonesia melalui Pengadilan Jakarta Selatan memutuskan JI sebagai kelompok terlarang, 21 April 2008, Fathur mengaku sudah tidak nyaman.

Kondisi serupa juga dialami kawan-kawannya lain yang tercatat sebagai anggota JI Sumbar.

Setiap orang yang sudah menjalani baiat, artinya sewaktu-waktu bisa saja ditangkap, walaupun mereka tidak melakukan tindakan kekerasan.

"Kalau tidak segera direalisasikan (deklarasi), rawan juga, karena belum ada "stemple" kita sudah putih (bersih)," katanya.

Upaya mempercepat deklarasi pun terus dilakukan.

Termasuk menjalin komunikasi dengan Syam, eks napiter yang juga sempat memimpin JI Sumbar tahun 2020.

Untuk mempermudah komunikasi, dibuatlah WA Grup bernama Islah Sumbar.

Anggotanya hanya beberapa orang dengan tujuan mempercepat proses deklarasi.

Di WA Grup yang hanya beranggotakan 8 orang itu, diambil keputusan akan menghubungi lagi puluhan anggota JI yang tersebar di seluruh Sumatera Barat.

Ditetapkanlah 4 orang yang bertugas mewakili mencari ulang anggota.

Pasalnya, bukan perkara mudah mengumpulkan puluhan orang ini karena selain sudah menyebar, banyak di antara mereka yang sudah berganti nomor handphone.

4 perwakilan inilah yang ditugaskan mencari semua anggota yang tersebar agar bisa berkumpul.

Satu perwakilan bertugas untuk mencari dan menghubungi anggota yang ada di wilayah Bukittinggi, Agam dan sekitarnya.

Satu perwakilan di Ponpes Haji Miskin, Tanah Datar.

Perwakilan ketiga mencari di wilayah Payakumbuh dan Limapuluh Kota.

Perwakilan terakhir melacak di daerah Padang dan Pariaman.

Berdasarkan hasil penelusuran ini, diketahui bahwa anggota tersebar paling banyak di wilayah Payakumbuh dan 50 Kota. Didapatkan 27 orang.

Menyusul di wilayah Bukittinggi dan Agam 17 orang. Di Ponpes Haji Miskin dan Tanah Datar ada 14 orang. Sisanya 5 orang ditemukan di wilayah Padang dan Pariaman sekitarnya.

Total ada 63 orang yang merupakan anggota JI Sumbar.

Saat diputuskan akan deklarasi, sempat ada dinamika penolakan dan keberatan dari sejumlah anggota.

Namun, jumlah yang menolak sangat kecil, sekitar 5 persen.

Anggota yang menolak ini pun diberikan penjelasan rinci serta ilmu yang mendasari alasan islah.

"Sempat ada dinamika sedikit. Tapi kita pahamkan ilmunya. Panglima kita adalah ilmu. Tapi saat ini sudah bisa menerima semua. Termasuk yang awalnya menolak, saat ini hadir dengan kesadaran sendiri," ujar Fathur, diamini Agus Suryana. (Afrizal)

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved