Tabuik Pariaman 2024

Tabuik dalam Cerita Ketua Tabuik Subarang yang Belasan Tahun Mendapat Amanah

Sebagai budaya dan ikon pariwisata Kota Pariaman, Tabuik memiliki sosok yang cukup vital dalam setiap pelaksanaannya, sosok ini merupakan ketua ...

Penulis: Panji Rahmat | Editor: Fuadi Zikri
Foto: Panji Rahmat/tribunpadang.com
Ketua Tabuik Subarang Husni Tamrin sedang berbincang dengan pembuat fisik Tabuik di dekat pangkek bawah fisik Tabuik Subarang, beberapa waktu lalu 

Berdasarkan, sepak terjangnya di tahun 2004 saat masih mengabdi sebagai polisi, di tahun 2010, Husni Tamrin dipercaya sebagai ketua Tabuik Subarang, sampai saat ini.

Belasan tahun menjadi ketua Tabuik, tugas yang cukup berat menurutnya adalah sat prosesi Maambiak Batang Pisang, Maarak jari-jari dan Maarak sorban.

Baca juga: Tabuik Piaman 2024 Hadirkan Sensasi Baru! Tamu Undangan Boleh Mahoyak Tabuik Gadang

Ketiga prosesi tersebut menurutnya setiap tahun selalu mencekam dan perlu perhatian serta tenaga penuh untuk mensukseskannya.

"Soalnya di tiga prosesi itu ada tradisi basalisiah, tradisi basalisiah ini memiliki kenangan dan kesan tersendiri bagi saya setiap tahunnya," ujar Husni Tamrin.

Dalam tradisi basalisiah ini, sebagai ketua ia memainkan peran penting bersama niniak mamak Tabuik lainnya, supaya perselisihan bisa segera teredam.

Mengingat pada tradisi ini terjadi adu fisik antar kedua rumah Tabuik yang menggambarkan peristiwa Padang Karbala.

Sewaktu basalisiah ini situasi sering membuat kedua rumah Tabuik brutal sehingga bisa memamakan korban.

Mengatasi itu, Bang ton-ton harus pasang badan agar situasi tidak tambah rumit dan meruncing pada kekerasan.

"Kalau luka robek, lebam hingga luka gores sebenarnya biasa. Tapi kami selalu antisipasi supaya tidak menjadi masalah yang berkepanjangan," ujarnya.

Satu momen yang paling teringat menurutnya, dalam tradisi basalisiah saat mantan Kasatpol PP Kota Pariaman menjadi korban dan masuk rumah sakit di tahun 2017.

Kendati demikian, Tamrin menilai tradisi basalisiah sejatinya hal yang lumrah, hanya saja tidak perlu dipertahankan.

Hal ini mengingat dampaknya yang bisa memakan korban, padahal sejatinya tradisi ini hanya sekedar menggambarkan peristiwa di Padang Karbala.

"Kalau harapan saya, basalisiah itu hanya sampai panas sedikit saja lalu selesai," tuturnya.

Menurutnya saat ini seluruh anak Tabuik bersaudara, jadi tidak perlu muncul konflik gara-gara tradisi ini.

Ia menilai munculnya hawa panas dalam tradisi basalisiah karena dentuman gendang tambua, dentuman itu memunculkan kondisi menjadi tidak kondusif.

Kendati demikian Husni Tamrin berharap budaya Tabuik sebagai ikon pariwisata Kota Pariaman harus tetap dilestarikan setiap tahunnya.

_____
Baca berita terbaru di Saluran TribunPadang.com dan Google News

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved