Banjir Lahar Dingin Gunung Marapi

Masih Banyak Pemukiman dalam Ancaman Banjir Lahar Gunung Marapi Sumbar, Relokasi jadi Solusi

Masih banyak pemukiman yang berpotensi terkena banjir bandang atau galodo di sekitar Gunung Marapi, Sumatera Barat (Sumbar).

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Rahmadi
PSI
Brainstorming Konsep Resettlement Pemukiman Rawan Lahar Marapi dan Mitigasi Marapi ke depannya di Hotel Truntum, Minggu (2/6/2024). 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Masih banyak pemukiman yang berpotensi terkena banjir bandang atau galodo di sekitar Gunung Marapi, Sumatera Barat (Sumbar).

Sebagaimana diketahui sebelumnya, bencana galodo atau banjir bandang lahar dingin melanda kaki Gunung Marapi, 11 Mei 2024.

Hal ini terungkap dalam kegiatan Brainstorming Konsep Resettlement Pemukiman Rawan Lahar Marapi dan Mitigasi Marapi ke depannya yang digelar Patahah Sumatra Institute di Hotel Truntum, Minggu (2/6/2024).

Relokasi adalah solusi kelanjutan mitigasi suatu bencana yang diperkirakan berlangsung di kawasan atau jalur yang sama. Artinya, kebijakan pemindahan masyarakat dari kawasan rawan bencana ke kawasan yang lebih aman. 

Namun, berkaca pada pengalaman penyintas gempa dan tsunami Mentawai; mereka direlokasi jauh dari pemukiman lama (12-15 km, dengan akses jalan kaki), yang otomatis jauh dari ruang hidup mereka; ada persoalan hak tenurial.

Baca juga: Pemprov Kepulauan Riau Serahkan Bantuan Bagi Korban Banjir Bandang Sumbar, Total Rp939 Juta

Sehingga dikemudian hari ini menjadi persoalan. Mereka terutama kaum laki-laki kembali ke kampung lama untuk mencari penghidupan, dan kembali ke kampung baru (relokasi) sekali seminggu. 

Selanjutnya juga pengalaman masyarakat Tanjung Sani, pinggiran Danau Maninjau yang rentan longsor; enggan untuk ditransmigrasikan ke Solok Selatan dan Dharmasraya.

Salah seorang pendiri Patahan Sumatra Institute yang juga ahli geologi berdomisili di Sumatra Barat, Ade Edward mengatakan, Gunung Marapi masih berstatus Siaga (level III) dengan ancaman erupsi dan banjir lahar yang dapat kembali terulang pada 23 alur sungai yang berhulu di puncak gunung. 

Ade mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil pemetaan dan simulasi permodelan yang dilakukan oleh PVMBG Badan Geologi-Kemen ESDM pada Januari 2024, Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Marapi masih menunjukkan banyak pemukiman rumah masyarakat yang berada di dalam kawasan rawan bencana banjir lahar.

"Hal ini tentunya perlu menjadi perhatian semua pihak untuk melakukan upaya antisipasi dan mengurangi risiko bencana banjir lahar dan erupsi Gunung Marapi," tegas Ade yang menjabat Direktur Eksekutif Patahan Sumatra Institute (PSI) dilansir keterangan resmi, Senin (3/6/2024).

Baca juga: BREAKING NEWS: Aliran Sungai Ngarai Sianok Sumbar Kembali Meluap, Belasan Rumah Terendam

Salah satu upaya yang diusulkan Ade untuk meminimalisir timbulnya korban adalah dengan melakukan pemindahan pemukiman dari daerah rawan banjir lahar ke daerah yang lebih aman.

"Upaya ini perlu dilakukan dengan segera, karena bencana bisa kapan saja terjadi," jelas Ade.

Sementara Guru Besar Universitas Gunadarma Isril Berd, menilai sabo dam cocok sebagai mitigasi lahar Marapi secara fisik.

Namun, sabo dam dan infrastruktur pengendalian aliran banjir lahar debris flow harus terencana baik, sehingga dapat berfungsi maksimal mengendalikan aliran banjir lahar dalam rangka mitigasi dampak bencana banjir lahar.

Djoni menyatakan bahwa inventarisasi masyarakat terdampak harus segera dilakukan. Diskusi dengan tokoh adat, kaum, dan suku sangat penting dalam mengambil keputusan terkait penetapan lokasi resettlement.

Baca juga: Pemkab Resmi Buka O2SN DAN FLS2N Tingkat SD dan SMP se-Solok Selatan

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved