Literasi Digital Pasbar

Pemuda Pasaman Barat Menembus Pendidikan di Tiga Benua

Muhammad Farid Wajdi Nasution, seorang pemuda asal Kabupaten Pasaman Barat lahir pada 2001 silam di sebuah desa kecil di bawah kaki Gunung Tuleh.

Editor: Rizka Desri Yusfita
Ist
Muhammad Farid Wajdi Nasution, seorang pemuda asal Kabupaten Pasaman Barat 

Penulis: Novi Rianda, S.Pd Guru Kelas SD Negeri 14 Sungai Aur Kecamatan Sungai Aur

Muhammad Farid Wajdi Nasution, seorang pemuda asal Kabupaten Pasaman Barat lahir pada 2001 silam di sebuah desa kecil di bawah kaki Gunung Tuleh. 

Pria yang akrab disapa Farid ini berhasil diterima sebagai mahasiswa program magister (S-2) pada School of Global Studies di University of Sussex, Inggris pada usianya yang baru menginjak 22 tahun. 

Pencapaian luar biasa Farid sebagai putra asli dari tapal batas Sumatera Barat ini menarik untuk dikulik sebagai sebuah kisah inspiratif bagi generasi muda lainnya. 

Farid menghabiskan 12 tahun masa pendidikan formalnya (SD-SMA) di Kabupaten Pasaman Barat. Berbeda dengan mereka yang tumbuh di perkotaan, Farid sedari kecil akrab dengan keterbatasan dan tantangan dalam meraih cita-citanya. 

Namun dikarenakan kegigihannya, Farid berhasil mengenyam pendidikan berkualitas di 3 negara pada 3 benua yang berbeda.

Baca juga: 472 Siswa dan Guru di Pasaman Barat Ikuti Workshop Literasi Digital dan Penyuluhan Hukum

Lahir dari rahim seorang ibu yang mengabdikan diri sebagai guru sekolah dasar selama lebih dari 35 tahun, Farid sedari kecil diajarkan untuk memiliki pemaknaan yang berbeda terhadap pendidikan. Bagi Farid, pendidikan merupakan warisan terbesar yang diterimanya dari kedua orang tuanya. 

Pendidikan menjadi akses bagi Farid untuk menciptakan privilese-privilese yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang lahir dan tumbuh pada sebuah kabupaten yang baru melepas status daerah tertinggal beberapa tahun lalu. Tak lupa, pendidikan memberikan kesempatan bagi Farid untuk menjadi seorang insan yang dapat berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat.

Pemaknaan tersebut menjadi langkah Farid memulai perjalanan mimpi liarnya. Pada tahun 2018 lalu, ia berhasil terpilih menjadi salah satu siswa asal Indonesia yang mendapatkan kesempatan mengikuti program pertukaran pelajar di University Senior College (USC) Adelaide, Australia Selatan. 

Farid yang terbiasa dengan sistem pembelajaran konvensional di sekolah asalnya harus beradaptasi dengan segala kemajuan sistem pendidikan di Australia. Bukan hal yang mudah bagi Farid untuk menyesuaikan diri dengan segala perubahan yang ada, tetapi ia berhasil melewatinya. 

Kehidupannya di negeri kangguru tersebut tidak hanya diisi dengan kegiatan belajar secara konvensional, Farid turut aktif dalam mengenalkan kebudayaan Indonesia. Ia berkesempatan terlibat dalam program misi kebudayaan Indonesia oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Adelaide dan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Adelaide. 

Farid menjadi salah satu delegasi yang menampilkan kesenian asal Sumatera Barat di hadapan komunitas masyarakat internasional pada negara bagian tersebut dan mendapatkan respon positif.

Sepulang dari Australia, Farid menyelesaikan tahun terakhirnya di SMA Negeri 1 Pasaman. Berbekal keyakinan bahwa pengalaman menempuh studi luar negeri tidak hanya untuk dinikmati sendiri, tetapi dibagikan kepada orang-orang di sekitarnya. 

Ia memulai gerakan sosialnya yang diberi nama “Dream & Hope” yang berarti mimpi dan harapan, sebuah proyek sosial yang berfokus dalam peningkatan pendidikan bagi anak-anak panti asuhan di Kabupaten Pasaman Barat

Secara rutin Farid dan tim mengumpulkan donasi berupa dana pendidikan, seragam sekolah, dan buku-buku pelajaran. Ia turut melebarkan kontribusi Dream & Hope pada skala nasional melalui kolaborasi dengan Pustaka Bergerak Indonesia. 

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved