Unjuk Rasa Akademisi Kampus dan Masyarakat Sipil Sumbar: Maklumat untuk Penyelamatan Demokrasi

Akademisi dari berbagai kampus di Sumatera Barat (Sumbar) bersama mahasiswa dan masyarakat sipil melakukan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumba..

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
TribunPadang.com/Wahyu Bahar
Unjuk rasa akademisi dari berbagai kampus di Sumatera Barat (Sumbar) bersama mahasiswa dan masyarakat sipil di depan Kantor Gubernur Sumbar pada Rabu (20/3/2024) sore. 

TRIBUNPADANG.COM, PADANG - Akademisi dari berbagai kampus di Sumatera Barat (Sumbar) bersama mahasiswa dan masyarakat sipil melakukan unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumbar pada Rabu (20/3/2024) sore.

Aksi ini merupakan lanjutan dari aksi sebelumnya yang digelar pada Jumat (2/2/2024) lalu.

Pantauan TribunPadang.com, sejumlah akademisi yang terlibat dalam unjuk rasa ini diantaranya dari Prof. Rudi Febriamansyah, Hary Efendi Iskandar, Feri Amsari, Charles Simabura, Ilhamdi Putra, dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat ada Wendra Yunaldi dan Didi Rahmadi.

Sementara, masyarakat sipil yang hadir berasal dari berbagai organisasi non pemerintah, sedangkan mahasiswa berasal dari kampus-kampus besar di Sumbar.

Hary Efendi Iskandar, dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas mengatakan, aksi yang dilakukan kali ini merupakan bentuk keprihatinan terhadap kondisi negara hari ini, sembari merajuk berbagai kekuatan akademik, masyarakat sipil, ormas.

"Gerakan akan terus digelindingkan, menjadi kekuatan bola salju yang mungkin seperti yang kita bayangkan tahun 1998," kata Hary.

Ia menuturkan, gerakan akademisi dan masyarakat sipil akan terus berjalan seiring respon penguasa. Bila penguasa tidak merespon, katanya, gerakan bersama akan terus dilalukan sebagai bentuk komitmen, dan sumpah sebagai seorang aktivis.

Unjuk rasa akademisi dari berbagai kampus di Sumatera Barat (Sumbar) fnf
Unjuk rasa akademisi dari berbagai kampus di Sumatera Barat (Sumbar) bersama mahasiswa dan masyarakat sipil di depan Kantor Gubernur Sumbar pada Rabu (20/3/2024) sore.

Baca juga: Empat Unit Rumah dan Toko Semi Permanen di Pasaman Barat Ludes Terbakar

"Kita meminta berbagai praktik-praktik kecurangan, penyimpangan bernegara diusut tuntas, esensi dari semua itu kita ingin para pejabat di negeri ini betul-betul mengedepankan nilai moral etik, rasa keadaban. Ini tidak ada kaitannya dengan kalah menang, tidak ada hubungannya dengan 01, 02, 03. Praktik kecurangan harus dituntaskan, kalau tidak jangan disalahkan nanti rakyat, kalau rakyat bergerak bersama dan munculnya people power," tambah dia.

Berikut isi maklumat akademisi kampus dan masyarakat sipil Sumbar yang dibacakan oleh Prof Rudi Febriamansyah:

Beberapa waktu terakhir, para pejabat di Republik ini telah memperlihatkan praktik politik kekuasaan yang mengesampingkan prinsip-prinsip keadaban (kewarasan, kebenaran, moral dan etika) dalam mengelola negara dan pemerintahan. Akibatnya menimbulkan tatanan demokrasi dan keadilan di negeri ini terancam runtuh.

Praktik-praktik politik kekuasaan yang diperankan oleh para pemegang kekuasaan tersebut diantaranya terendus melalui Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden 2024, dimana pemilihan umum sebagai wujud kedaulatan rakyat “seakan-akan” menjadi seremonial belaka.

Begitu pula dengan penyelenggara pemilunya (KPU dan Bawaslu) seperti tidak berdaya “menjawab” kehendak publik yang berkaitan dengan berbagai persoalan yang amat serius tentang kredibilitas pelaksanaan pemilu.

Bahkan tentang kredibilitas pelaksanaan Pemilu 2024 ini telah mendapat perhatian serius pula dari dunia Internasional, dimana Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa turut mempertanyakan netralitas seorang Presiden Joko Widodo, dan legalitas pemilu di Indonesia.

Di tengah derita rakyat yang semakin berat akibat naiknya harga barang kebutuhan pokok, pada saat bersamaan para penguasa sibuk melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di IKN yang menyedot uang negara yang sangat besar, dan berbagai persoalan lain yang belum terselesaikan seperti kemerdekaan rakyat atas tanah-tanah mereka yang “dirampas” tanpa penyelesaian yang adil.

Para elite dan pejabat sibuk mengkonsolidasikan diri untuk berupaya “membungkam” gerakan penyeimbang kekuasaan. Dengan jargon “melanjutkan pembangunan” mereka terus berupaya dengan berbagai cara mencapai hasrat kekuasaannya, tanpa mempertimbangkan nasib dan penderitaan rakyat yang semakin menjadi-jadi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Padang
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved