Pemilu 2024

Pendapat Akademisi Hukum Tata Negara Pasca Putusan MK Soal Batas Usia Capres - Cawapres

Akademisi/dosen Departemen Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Ilhamdi Putra mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian pe..

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Fuadi Zikri
KOMPAS.com/CHRISTOFORUS RISTIANTO
Gedung Mahkamah Konstitusi di Jakarta. 

Meskipun begitu menurutnya, surat edaran yang diterbitkan punya kelemahan administrasi, tidak memiliki sanksi, dan kemudian landasannya tak sekuat Peraturan KPU.

"Karena tak ada sanksi, jika parpol tak taat KPU tak bisa memberi larangan dan sanksi," pungkas Helmi.

Dilansir dari Kompas.com, Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang meyakini bahwa sangat tidak memungkinkan pihaknya melakukan revisi Undang-Undang Pemilu imbas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas minimum usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres).

Oleh karena itu, ia melihat bahwa putusan MK mengenai batas usia capres-cawapres boleh berusia di bawah 40 tahun selama berpengalaman menjadi kepala daerah tidak bisa berlaku secara hukum untuk Pemilu 2024.

"Sangat tidak memungkinkan bila tahapan pendaftaran (pasangan calon) sudah dimulai," kata Junimart kepada Kompas.com, Selasa (17/10/2023).

"Maka tidak berlaku (Pemilu 2024), termasuk untuk Pemilu 2029, karena bukan ranah MK menambah muatan aturan," ujarnya lagi.

Baca juga: BEM SI Kerakyatan Sumbar Kecewa dengan Putusan MK, Kaitkan dengan Dinasti Politik Jokowi

Politikus PDI-P ini lantas mengungkapkan bahwa hingga kini DPR masih dalam masa reses kembali ke daerah pemilihan.

Sehingga, menurutnya, tidak memungkinkan DPR mengadakan rapat khusus untuk merencanakan revisi UU Pemilu imbas putusan MK dalam waktu singkat.

"DPR masih masa reses sampai tanggal 30 Oktober 2023 (melewati batas penutupan pendaftaran Paslon). Yang pasti, putusan MK ini tidak bisa diberlakukan mengingat UU 12/2011 sebagaimana dipersyaratkan pasal 10 (1) huruf d dan ayat 2," katanya.

Pasal 10 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 berbunyi, "Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (!) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden".

Jika merujuk aturan perundang-undangan tersebut, menurut Junimart, putusan MK cacat hukum. Hal ini juga karena putusan tersebut dianggap melebihi kewenangan MK sebagai institusi negara, yakni di mana pengubah atau pembuat UU semestinya adalah DPR dan pemerintah.

________________
Baca berita TribunPadang.com terbaru di Google News

Sumber: Tribun Padang
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved