Kisah Mantan Pelaku Ilegal Logging di Tapan, Merajut Asa Merawat Hutan TNKS

Pada masa yang sulit, Rahmadi Chaniago (51) menemukan dirinya terjerat dalam perangkap ekonomi yang memaksa dia menjadi bagian dari pelaku pembalak

|
Penulis: Mona TR | Editor: Mona Triana
TribunPadang.com/Mona Triana
Plang pemberitahuan tentang Kawasan Hutan TNKS yang berada di Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat 

Menjaga kelestarian hutan sangat penting karena hutan memberikan berbagai manfaat bagi bumi dan kehidupan manusia. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang paling kompleks di bumi. Hutan berfungsi sebagai tempat tinggal bagi berbagai spesies tumbuhan dan hewan yang saling bergantung satu sama lain.

Ketika hutan rusak atau dijarah, keseimbangan ekosistem terganggu, yang dapat mengakibatkan kepunahan spesies dan kerugian yang tak terhitung jumlahnya dalam jaringan kehidupan.

“Saya menjaga rimba karena dari hati, tumbuh dari hati,” ungkapnya.

Sejak 2016 Rahmadi mulai menjaga hutan kawasan TNKS di Tapan secara suka rela dan bergabung dalam kelompok PHBN.

Rahmadi masuk dan keluar hutan untuk melihat apakah ada yang melakukan penebangan liar.

Kawasan Hutan di Tapan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat
Kawasan Hutan di Tapan Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (TribunPadang.com/Mona Triana)

“Dulu itu rimba seperti pasar pagi orang ke rimba untuk kerja menarik balok, memotong kayu pakai alat senso,” katanya.

Agar kawasan hutan TNKS di Tapan tetap terjaga keasriannya, Rahmadi melakukan sosialisasi kepada warga dengan cara berunding dan mengajak warga untuk tidak lagi menebang pohon karena itu sangat merugikan.

Hal ini tentu tidak mudah dilakukan, sering kali Rahmadi mendapat penolakan dari warga yang masih bekerja sebagai pelaku pembalakan liar dengan alasan ekonomi.

Saat ini Rahmadi sudah bergabung menjadi anggota Masyarakat Mitra Polhut (MPP) Resort Lunang.

Kendati demikian, Rahmadi tak menapik bahwa masih ada di kawasan TNKS yang melakukan penebangan liar meskipun ada para cukong kayu yang ditangkap, tetapi tidak membuat cukong-cukong lainnya jera.

Rahmadi sadar jika hutan tidak dijaga dan pembalakan liar dibiarkan akan mengakibatkan hal buruk seperti banjir, longsor yang merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat banyak di sekitar kawasan TNKS.

Sebagai bukti nyata, pada penghujung Maret 2021, banjir besar melanda dua kecamatan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Kawasan ini berbatasan langsung dangan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) tepatnya di kecamatan Ranah Ampek Hulu Tapan dan Basa Ampek Balai Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

Saat itu banjir tak hanya limpahan air tetapi juga membawa balok-balok kayu yang diduga berasal dari hutan TNKS, dugaan ini berdasarkan jenis kayu dan asal datangnya kayu, yaitu ada balok-balok kayu berjenis Meranti dan Surian, balok kayu tersebut bahkan ada yang menghantam beberapa rumah warga sehingga menyebabkan kerusakan yang cukup parah.

Hal sama juga pernah dilalui warga Tapan, Kabupaten Pesisir Selatan, Ahmadi, dulu pernah bekerja menjadi bagian dari pelaku ilegal loging sebagai penyedia jasa pengakut balok-balok kayu dari dalam hutan ke luar. Hal tersebut dilakukannya tidak terlepas atas keinginan untuk mengubah perekonomian keluarga.

Ahmadi menceritakan bagaimana ia membawa kayu-kayu balok tersebut untuk bisa keluar dari hutan dengan ditarik menggunakan tali dengan kekuatan tenaganya lalu dihanyutkan ke sungai dan sebelum itu ia harus melakukan perjalanan terlebih dahulu ke bukit kawasan TNKS dimana tempat penebangan kayu ilegal tersebut.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved