Citizen Journalism
Dampak Toxic Positivity, terhadap Kesehatan Mental, dan Solusinya
TOXIC positivity adalah fenomena di mana orang merasa perlu untuk selalu memandang segala sesuatu dari sisi positif. Bahkan, ketika itu tidak realisti
Kita dapat mencoba untuk mengenali perasaan pribadi dan berpikir tentang apa yang mungkin telah memicunya.
Ketiga, meggunakan kata-kata yang jelas dan spesifik. Kita dapat mencoba untuk menggunakan kata-kata yang jelas dan spesifik untuk menggambarkan perasaan.
Hindari menggeneralisasi atau memperumum perasaan dengan menyatakan ‘saya merasa buruk’ atau ‘saya merasa kesal’.
Sebaliknya, cobalah untuk mengidentifikasi perasaan yang lebih spesifik, seperti ‘saya merasa kecewa karena tidak dipilih’ atau ‘saya merasa marah karena merasa diabaikan’.
Keempat adalah tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Kita dapat mengungkapkan perasaan tanpa menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Fokuslah pada perasaan dan pengalaman diri sendiri, bukan pada kesalahan atau kekurangan orang lain.
Kelima, minta agar didengarkan dengan empati. Saat berbicara, cobalah untuk meminta orang lain untuk mendengarkan dengan empati. Beri tahu mereka bahwa kita hanya ingin mereka mendengarkan dan memahami perasaan, tanpa mempertanyakan atau mencoba untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.
Keenam, mencari dukungan jika diperlukan. Kita tidan perlu takut untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental jika rasa itu terlalu berat dan sulit untuk ditangani sendiri.
Hal penting yang perlu diingat bahwa mengekspresikan perasaan negatif adalah hal yang normal dan sehat dalam menjaga kesehatan emosional dan mental.
Kita juga dapat melakukannya dengan cara yang sehat dan konstruktif, dan jangan takut untuk mencari bantuan jika diperlukan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah toxic positivity ini di antaranya;
Pertama, menerima emosi yang dirasakan (mengakui emosi yang dirasakan oleh seseorang, termasuk emosi yang tidak menyenangkan, merupakan langkah penting untuk meredakan efek toxic positivity);
Kedua, tidak mengabaikan perasaan negatif (memberikan ruang bagi perasaan negatif juga sangat penting untuk membantu seseorang menghadapi masalah dan merasa didengar dan dihargai);
Ketiga, fokus pada keseimbangan emosi bukan hanya pada aspek positif atau negatif saja, namun lebih pada keseimbangan emosi karena dapat membantu mengatasi tantangan dan kesulitan, tanpa mengabaikan atau memandang rendah emosi negatif),
Keempat, tidak mengharapkan orang lain untuk selalu positif (menyadari bahwa orang lain juga memiliki kekurangan dan kesulitan, dan bahwa tidak selalu mampu untuk memandang segala sesuatu dari sisi positif); dan
Kelima, meggunakan bahasa yang lebih seimbang (menjaga keseimbangan bahasa dalam memberikan dukungan, dan menggunakan kata-kata yang lebih netral daripada hanya mengarah pada aspek positif saja).
Oleh karena itu, dalam situasi sulit atau negatif, lebih baik untuk menunjukkan empati dan dukungan kepada orang lain daripada mencoba untuk menenangkan mereka dengan pesan positif yang tidak sesuai dengan pengalaman mereka.(*)
Opini Ruang Kota Tanpa Asap: Car Free Day Antara Negara Serumpun Indonesia & Malaysia |
![]() |
---|
Opini Bahasa Melayu: Bila Percuma di Malaysia, Gratis di Indonesia |
![]() |
---|
UNP Pelatihan Emotional Spritual Question di SMAN 1 Tanjung Mutiara Kabupaten Agam, Sumatera Barat |
![]() |
---|
Opini Isyarat Nonverbal di Jalanan, Mengulik Gaya Berkendara di Indonesia dan Malaysia |
![]() |
---|
Membangun Kematangan Digital Anak melalui Keterampilan Parenting Mediasi di Nagari Tiku Selatan Agam |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.