Citizen Journalism

Dampak Toxic Positivity, terhadap Kesehatan Mental, dan Solusinya

TOXIC positivity adalah fenomena di mana orang merasa perlu untuk selalu memandang segala sesuatu dari sisi positif. Bahkan, ketika itu tidak realisti

Editor: Emil Mahmud
TribunStyle.com/ Indastro
Ilustrasi: Sesuaiak gaya dan pola hidup demi kesehatan jasmani serta rohani. 

Oleh Ike Revita, Penulis adalah Dosen Prodi Magister Linguistik FIB Unand

TOXIC positivity adalah fenomena di mana orang merasa perlu untuk selalu memandang segala sesuatu dari sisi positif. Bahkan, ketika itu tidak realistis atau tidak sesuai dengan kenyataan.

Hal ini dapat menyebabkan penekanan pada orang yang sedang mengalami kesulitan atau masalah, karena mereka merasa tidak dapat membagikan perasaan atau pengalaman yang kurang positif tanpa merasa tidak dihargai atau diabaikan.

Contoh dari toxic positivity adalah sebagaimana yang tercermin dalam ungkapan ‘selalu ceria’ atau ‘pikirkan positif saja’. Walaupun ungkapan ini memiliki makna yang baik dalam banyak situasi.

Namun, ketika seseorang sedang mengalami masalah atau kesulitan, bisa sangat tidak membantu bahkan bisa membuat mereka merasa tidak diakui perasaannya.

Beberapa contoh lain dari toxic positivity bisa dilihat dalam berbagai macam situasi, seperti ketika seseorang mencoba untuk meyakinkan teman mereka bahwa mereka ‘harus bersyukur’ atas masalah mereka, atau ketika seseorang selalu menghindari perbincangan tentang masalah-masalah yang sulit.

Dalam satu sisi, toxic positivity memiliki manfaat positif, namun, di sisi lain memberikan efek kurang bagus pada kesehatan mental (Meyer, 2021).

Artikel ini membahas tentang dampak dari toxic positivity pada kesehatan mental, serta memberikan beberapa saran untuk mengatasi fenomena ini.

Sebagai  sikap yang mempromosikan pesan positif secara berlebihan atau meminimalkan pengalaman emosional yang negatif, toxic positivity dapat memperburuk situasi sulit, karena orang yang mengalami kesulitan dapat merasa tidak didengar atau dipahami.

Mengabaikan atau mengesampingkan emosi negatif juga dapat menghambat kemampuan seseorang untuk memproses perasaan mereka dan mengatasi masalah.

Dalam beberapa referensi yang saya baca, penting untuk mengakui bahwa emosi negatif adalah bagian dari pengalaman manusia yang normal dan alami.

Merayakan positivitas adalah bagus, tetapi tidak boleh dilakukan dengan merendahkan atau mengabaikan pengalaman emosional negatif orang lain.

Mengekspresikan perasaan negatif adalah hal yang sangat penting dalam menjaga kesehatan emosional dan mental seseorang.

Ada beberapa cara yang dapat membantu dalam mengekspresikan perasaan negatif. Pertama, menemukan tempat yang aman (ada baiknya mencari tempat yang nyaman dan aman, di mana kita dapat merasa bebas untuk mengungkapkan perasaan  tanpa takut dihakimi atau dinilai oleh orang lain).

Kedua adalah mengidentifikasi perasaan sendiri. Sebelum dapat mengungkapkan perasaan, kita harus dapat mengidentifikasi dan mengartikulasikan apa yang dirasakan.

Kita dapat mencoba  untuk mengenali perasaan pribadi dan berpikir tentang apa yang mungkin telah memicunya.

Ketiga, meggunakan kata-kata yang jelas dan spesifik. Kita dapat mencoba untuk menggunakan kata-kata yang jelas dan spesifik untuk menggambarkan perasaan.

Hindari menggeneralisasi atau memperumum perasaan dengan menyatakan ‘saya merasa buruk’ atau ‘saya merasa kesal’.

Sebaliknya, cobalah untuk mengidentifikasi perasaan yang lebih spesifik, seperti ‘saya merasa kecewa karena tidak dipilih’ atau ‘saya merasa marah karena merasa diabaikan’.

Keempat adalah tidak menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Kita dapat mengungkapkan  perasaan tanpa menyalahkan diri sendiri atau orang lain. Fokuslah pada perasaan dan pengalaman diri sendiri, bukan pada kesalahan atau kekurangan orang lain.

Kelima, minta agar didengarkan dengan empati. Saat  berbicara, cobalah untuk meminta orang lain untuk mendengarkan dengan empati. Beri tahu mereka bahwa kita hanya ingin mereka mendengarkan dan memahami perasaan, tanpa mempertanyakan atau mencoba untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi.

Keenam, mencari  dukungan jika diperlukan. Kita tidan perlu takut untuk mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional kesehatan mental jika rasa itu terlalu berat dan sulit untuk ditangani sendiri.

Hal penting yang perlu diingat bahwa mengekspresikan perasaan negatif adalah hal yang normal dan sehat dalam menjaga kesehatan emosional dan mental.

Kita juga dapat melakukannya dengan cara yang sehat dan konstruktif, dan jangan takut untuk mencari bantuan jika diperlukan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah toxic positivity  ini di antaranya;

Pertama, menerima emosi yang dirasakan (mengakui emosi yang dirasakan oleh seseorang, termasuk emosi yang tidak menyenangkan, merupakan langkah penting untuk meredakan efek toxic positivity);

Kedua, tidak  mengabaikan perasaan negatif (memberikan ruang bagi perasaan negatif juga sangat penting untuk membantu seseorang menghadapi masalah dan merasa didengar dan dihargai);

Ketiga, fokus pada keseimbangan emosi  bukan hanya pada aspek positif atau negatif saja, namun lebih pada keseimbangan emosi karena dapat membantu mengatasi tantangan dan kesulitan, tanpa mengabaikan atau memandang rendah emosi negatif),

Keempat, tidak  mengharapkan orang lain untuk selalu positif (menyadari bahwa orang lain juga memiliki kekurangan dan kesulitan, dan bahwa tidak selalu mampu untuk memandang segala sesuatu dari sisi positif); dan

Kelima, meggunakan bahasa yang lebih seimbang (menjaga keseimbangan bahasa dalam memberikan dukungan, dan menggunakan kata-kata yang lebih netral daripada hanya mengarah pada aspek positif saja).

Oleh karena itu, dalam situasi sulit atau negatif, lebih baik untuk menunjukkan empati dan dukungan kepada orang lain daripada mencoba untuk menenangkan mereka dengan pesan positif yang tidak sesuai dengan pengalaman mereka.(*)

 

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved