Kabupaten Padang Pariaman

Merekam Kehidupan Rasip dan Keluarga di Padang Pariaman, Belasan Tahun Hidup Tanpa Listrik

Waktu menunjukan pukul 17.45 WIB, sinar surya perlahan redup, Nabila Ramadani (15) mulai menuntun langkah bersama ibunya menuruni gundukan bukit untuk

|
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Mona Triana
TribunPadang.com/Panji Rahmat
Nabila Ramadani dan Zilhan sedang bercanda saat mengerjakan PR ditemani cahaya lampu teplok bersama ayahnya, di Gumali Bukit Jariang, Guguk Kuranji Hilir, Padang Pariaman, Rabu (15/3/2023) 

Rumah semi permanen itu baru bisa berdiri setelah, adik ibu Rasip menjulo-julokannya.

"Jadi rumah ini dikerjakan dulu, bayarnya kalau sudah ada uang," terang Resmawati belum bisa beranjak dari tugasnya memasak sore itu.

Sejak rumah itu selesai dan mereka huni, tiga belas tahun silam, belum sekalipun aliran listrik masuk.

Keluarga itu hanya bertopang pada lampu teplok dan belakangan menggunakan lampu center.

Tidak adanya aliran listrik itu sejalan dengan tidak adanya aliran air.

Sehingga Resmawati harus mengambil air berjarak 500 meter untuk kebutuhan makan dan minum.

Resmawati warga Gumali Bukit Jariang, Guguk Kuranji Hilir, Padang Pariaman yang sudah belasan tahun tidak dialiri listrik sedang menanak beras di tungku kayu diterangi lampu teplok, Rabu (15/3/2023)
Resmawati warga Gumali Bukit Jariang, Guguk Kuranji Hilir, Padang Pariaman yang sudah belasan tahun tidak dialiri listrik sedang menanak beras di tungku kayu diterangi lampu teplok, Rabu (15/3/2023) (TribunPadang.com/Panji Rahmat)

Kalau air Mandi Cuci Kakus (MCK), keluarga itu mengambilnya sejauh 200 meter dari rumahnya.

Air itu silih berganti dipikul oleh Resmawati dan Rasip. Sesekali tangan Nabila dan Zilhan juga turut menjinjing jiriken.

Air itu biasanya diambil saat matahari masih terbit, disimpan dalam ember-ember sesuai posnya.

"Pokoknya kebutuhan air yang diambil sampai untuk anak-anak mandi pergi sekolah," terang perempuan penyabar itu, sambil menunjuk ember tempat penyimpanan air.

Bila saja air persediaan di pagi hari jelang kedua anaknya ke sekolah habis, terpaksa Nabila dan Zilhan berjalan kaki sejauh 200 meter untuk mandi di sungai, sebelum pergi sekolah.

Pukul 18.30 WIB matahari sudah hampir tenggelam sempurna, kamar mandi yang tadinya dipakai Zilhan untuk bersih-bersih sudah ditinggalkannya.

Rasip, Resmawati dan Nabila silih berganti menyongsong teplok mengambil wudhu melaksanakan sholat Maghrib.

Ditemani Teplok Belajar dan Mengaji

Sembari menunggu nasi masak dan lauk selesai, keluarga itu bergantian menunaikan ibadah sholat Maghrib. Setelahnya baru mereka kembali ke aktivitas semula.

Sumber: Tribun Padang
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved