Ranperda Tanah Ulayat
Perda Sumbar Tentang Tanah Ulayat Segera Disahkan, Disebut Sudah Sesuai dengan UU Cipta Kerja
Dalam UU nomor 11 tahun 2020, ada semacam kabar baik persoalan ketentuan pemakaian hak guna usaha (HGU) pada tanah ulayat.
Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Rahmadi
TRIBUNPADANG.COM, PADANG- Wakil Ketua Komisi I DPRD Sumatera Barat (Sumbar) Maigus Nasir mengatakan, Perda Sumbar tentang Tanah Ulayat akan segera terbit dalam dua bulan mendatang, meski sebelumnya sudah ada Perda mengatur hal yang sama.
Maigus mengatakan, sebelumnya sudah ada aturan mengenai tanah ulayat pada Perda Nomor 6 tahun 2008, namun secara regulasi perlu penyesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang baru.
"Secara regulasi, bukan merendahkan Perda Nomor 6 tahun 2008, tetapi secara hirarki perundang-undangan, memang perda itu ada penyesuaian," kata Maigus.
Lanjutnya, Perda 6 tahun 2008 lahir sebelum keluarnya UU nomor 6 tahun 2014, dan terkini telah ada lagi PP nomor 18 tahun 2021 sebagai turunan dari UU nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja.
Lalu, dalam UU nomor 11 tahun 2020, menurutnya ada semacam kabar baik persoalan ketentuan pemakaian hak guna usaha (HGU) pada tanah ulayat.
Baca juga: Tolak Perpu Cipta Kerja, Puluhan Ribu Buruh Bakal Bergerak ke Istana Negara
"Kalau selama ini HGU habis, tanah jatuh ke negara, sementara dalam UU nomor 11 tahun 2020, ketika kerjasamanya selesai, tanah itu kembali jadi tanah ulayat. Itu yang kita kejar," kata anggota dewan dari PAN ini.
Ia melanjutkan, dalam beberapa kasus di Sumbar di suatu daerah, masih terjadi dugaan perampasan hak pada tanah ulayat oleh perusahaan.
"Terjadi perampasan hak, yang dikerjasamakan 1.000 hektare, yang dikuasai 2.500 hektare. Jadi yang 1.500 hektare harus dikejar," ujarnya.
Untuk itu, kata dia, sebelum Perda baru tentang tanah ulayat lahir, panitia khusus (pansus) akan turun ke daerah untuk melihat betul kondisi di lapangan, dengan harapan 'siriah pulang ka ganggang, pinang pulang ka tampuak.'
Itulah, kata, dia alasan komisi I DPRD menginisiasi Perda tanah ulayat, yang diklaim tidak sekedar rutinitas atau mengisi kegiatan anggota dewan.
Baca juga: Airlangga: Manfaatkan Kemudahan Pendirian Koperasi, Melalui Undang-Undang Cipta Kerja
"Semangatnya ialah masyarakat nagari di Minangkabau bisa hidup sejahtera dengan pengembalian hak ulayat," katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Penyusun Ranperda tentang Tanah Ulayat Prof Zefrizal Nurdin mengatakan Ranperda Tanah Ulayat perlu disahkan sebagai dasar penguatan hukum atas kepemilikan tanah ulayat di Sumbar.
Ranperda tanah ulayat, kata dia merupakan amanah rakyat Sumbar atas hak kepemilikan tanah.
Hal itu disampaikan Zefrizal saat didapuk menjadi salah seorang narasumber pada seminar atau konsultasi publik DPRD Sumbar tentang Ranperda Tanah Ulayat.
Zefrizal pada pemaparannya mengatakan bahwa tanah ulayat di Sumbar rentan tergadai usai suatu perusahaan menjalankan usaha dengan landasan Hak Guna Usaha (HGU).
Baca juga: Perda Sumbar Tentang Tanah Ulayat Bakal Disahkan 2 Bulan ke Depan, Pansus Masih akan Turun ke Daerah
Padahal kata dia, HGU dikuasai dalam jangka waktu tertentu, dan harusnya kembali ke kaum.
Risiko penyerahan tanah ulayat ini sering tak diperbincangkan, hingga memutuskan hubungan hukum antara subjek hak ulayat dan objek hak ulayat.
"Risiko penyerahan (tanah ulayat ke HGU) itu tak pernah diungkap. Saya dengar keluhan dari sejumlah ninik mamak, negara memperpanjang tanpa izin lagi ke ninik mamak dan kaum," kata Zefrizal yang merupakan akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Itulah yang menurut Zefrizal menjadi landasan untuk pembentukan segera Perda Sumbar tentang Tanah Ulayat.
PP 18 tahun 2021, lanjut dia, menyatakan bahwa tanah ulayat bisa diurus sertifikat hak pengelolaannya (HPL), dalam PP ini bila habis tenggang waktu, maka tanah ulayat kembali kepada masyarakat adat 'kabau tagak kubangan tingga' .
Baca juga: Ketua LKAAM Sumbar Fauzi Bahar Dukung Pengesahan Ranperda Tanah Ulayat jadi Perda
Tapi PP ini, ujarnya tidak sampai menjalar ke hulu, yaitu soal tanah yang diserahkan HGU sebelum adanya aturan terbaru.
Ia melanjutkan, permasalahan tanah ulayat itu, jika masyarakat ingin investor menggarap tanah itu maka sebelumnya tanah tersebut harus disertifikasi terlebih dahulu lewat hak pengelolaan atas tanah (HPL).
"Kita mencoba memuat dalam perda, aturan tentang pemulihan hak ulayat, karena di UU desa agar kembali hak ulayat bisa pulih, termasuk yang sudah terlanjut diserahkan ke negara," ujarnya.
Kita banyak khawatir hak ulayat sudah disertifikasi kan, di nagari bisa-bisa diperjual belikan.
Permen Agraria, lanjut dia, tanah ulayat bisa dilakukan penata usahaan yakni pengukuran tanah, pemetaan, hingga dicantumkan dalam daftar tanah di kantor pertanahan, namun tanpa berujung sertifikasi.
Baca juga: DPRD Sumbar Bahas Ranperda Tanah Ulayat, Perlu Disahkan jadi Dasar Hukum Kepemilikan Tanah Ulayat
Jadi menurutnya, risiko tanah ulayat yang terjual atau menjadi milik negara bisa dibatasi karena adanya sertifikasi HPL dan penatausahaan itu.
Ia tak menampik bahwa selama ini, masyarakat adat Minangkabau agak mengabaikan hukum atau keterangan tertulis, lantaran tradisi Minang yakni bakaba.
"Kami mencari titik temu untuk memasukkan hal-hal substansial tentang hak tanah ulayat ke perda," kata Zefrizal.
Lalu ia menjelaskan, yang paling tepat menjadi hak Ulayat ialah Ulayat nagari, bukan Ulayat suku, kaum dan rajo.
"Yang cocok dijadikan hak ulayat, adalah hak ulayat nagari. Yang tiga lainnya itu ialah hak komunal," katanya.
Baca juga: DPRD Sumbar Bahas Ranperda Tanah Ulayat, Perlu Disahkan jadi Dasar Hukum Kepemilikan Tanah Ulayat
Meskipun, kata dia, keempat hak ulayat harus tetap tunduk ke aturan adat yang bersifat hierarkis dengan landasan 'adat nan sabana adat, adat nan diadatkan, dan adat nan taradat.'
Diketahui sebelumnya, seminar/ konsultasi publik Ranperda tentang tanah ulayat ini digelar di ruang rapat paripurna DPRD Sumbar pada Rabu (11/1/2023) siang hingga malam.
Forum tersebut bertemakan 'Penyusunan peraturan daerah tentang tanah Ulayat dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga kelestarian hak ulayat'.
Adapun narasumber pada kegiatan ini ialah Mitra Wulandari dari (Kementerian ATR/ BPN RI), Amanah Asri (Kemendagri), Fauzi Bahar (Ketua LKAAM Sumbar), Prof Afrizal (Akademisi Fisip Unand) dan Prof Zefrizal Nurdin (Ketua Tim Penyusun Ranperda tentang Tanah Ulayat).
Baca juga: Lalui Banyak Lahan HGU, Pembangunan Jalan Tol Solok Selatan-Rengat Bisa Lebih Cepat
Bertindak sebagai moderator ialah Prof Kurnia Warman dari Fakultas Hukum Universitas Andalas.
Selain itu, tampak hadir sejumlah ninik mamak dari berbagai daerah, akademisi, serta lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan kepemudaan.
(*)
Masyarakat Sipil Sumbar Bahas Ranperda Tanah Ulayat, Disebut Tak Akomodir Peran Bundo Kanduang |
![]() |
---|
Perda Sumbar Tentang Tanah Ulayat Bakal Disahkan 2 Bulan ke Depan, Pansus Masih akan Turun ke Daerah |
![]() |
---|
Ketua LKAAM Sumbar Fauzi Bahar Dukung Pengesahan Ranperda Tanah Ulayat jadi Perda |
![]() |
---|
DPRD Sumbar Bahas Ranperda Tanah Ulayat, Perlu Disahkan jadi Dasar Hukum Kepemilikan Tanah Ulayat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.