POPULER SUMBAR: Batu Basurek di Tanah Datar dan Demo Ratusan Pedagang di Bukittinggi
Sejumlah berita populer Sumbar tayang dalam 24 jam terakhir di TribunPadang.com.
TRIBUNPADANG.COM - Sejumlah berita populer Sumbar tayang dalam 24 jam terakhir di TribunPadang.com.
Ada berita tentang Batu Basurek di Tanah Datar Prasasti Pariangan berbahasa sansekerta.
Ada juga aksi ratusan pedagang demonstrasi di DPRD Bukittinggi.
Simak selengkapnya:
1. Batu Basurek di Tanah Datar, Prasasti Pariangan Berbahasa Sansekerta, Pola Serupa Masa Adityawarman
Baca juga: Nagari Pariangan Tanah Datar Juara 1 di ADWI 2022, Pemuncak untuk Desa Wisata Berkembang
Batu Basurek atau yang dikenal juga dengan Batu Lantak Tigo, merupakan prasasti berbahasa Sansekerta yang masih ada hingga kini di Nagari Pariangan, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, Selasa (1/11/2022).
Prasasti itu, dikatakan sebagai Prasasti Pariangan, dengan berbentuk batu besar berjumlah tiga buah.
Prasasti Pariangan itu terletak di sekitar kawasan Masjid Ishlah Pariangan, dengan posisi melingkari sisi Masjid berbentuk segitiga.
Berdasarkan pantauan TribunPadang.com, Senin (1/11/2022) di lokasi Prasasti Pariangan itu, ukuran dari batu tersebut sangat besar dan lumayan tinggi.
Diperkirakan tinggi dari Prasasti Pariangan itu, sekira 160 cm dengan lebar batu 260 cm dan sisi ketebalan 160 cm.
Baca juga: Tak Banyak yang Tahu, Ternyata Ada Pemandian Air Panas di Nagari Pariangan Tanah Datar
Wakil Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pariangan, Fakhru Doni Putra mengatakan, Batu Basurek atau Prasasti Pariangan itu, berjumlah tiga buah dan mengelilingi Masjid Ishlah.
Letak dari Prasasti Pariangan yang mengelilingi Masjid Ishlah itu, kata Fakhru, juga punya makna tersendiri.
“Posisi batu itu ada maknanya, sebagai representasi daerah asal Minangkabau yang berjumlah tiga juga, yaitu Luhak Tanah Data, Luhak Agam, dan Luhak 50,” terang Fakhru.
Fakhru menyebut, sebagian masyarakat juga mengenal Prasasti Pariangan itu dengan nama Batu Lantak Tigo dan Tunggu Tigo Sajarangan.
Diketahui, Prasasti Pariangan, kata Fakhru, ditulis dengan aksara pasca Palleva, dan juga memiliki pola yang sama dengan prasasti yang dibuat pada masa Adityawarman.
Baca juga: Masjid Ishlah Desa Terindah Pariangan Tanah Datar, Pernah Pindah-pindah Sejak Berdiri di Abad ke-13
“Terkait kapan prasasti ini dibuat, belum diketahui pastinya. Namun, bentuk dan pola bahasanya, diduga peneliti telah ada sejak abad 13 atau 14 masehi,” jelas Fakhru.
Terkait dengan kondisi fisik dari Prasasti Pariangan itu, kata Fakhru, sudah mulai sulit dibaca dan beberapa polanya sudah mulai hilang.
“Tulisannya itu berbahasa Sansekerta namun tulisannya sudah memudar, sehingga sulit untuk dibaca lagi,” ungkap Fakhru.
Fakhru menyebut, lokasi sekitar Prasasti Pariangan itu dipagari dengan besi dan ditutupi oleh atap.
Hal itu, berguna untuk melindungi Prasasti Pariangan dari hujan, panas dan hal-hal yang bisa menyebabkan prasasti itu rusak.
Baca juga: Tiga Desa di Sumatera Barat Berhasil Juara di ADWI 2022, Ada Desa Wisata Pariangan di Tanah Datar
“Langkah kita untuk menjaga peninggalan dari masyarakat terdahulu, adalah dengan tetap merawat dan menjaganya di masa kini,” tutur Fakhru.
Diketahui Tungku Tigo Sajarangan, sering dikaitkan dengan Batu Basurek di Nagari Pariangan, sebab posisi serta jumlah batu tersebut sebanyak tiga buah dan melingkar.
Di Minangkabau, Tungku Tigo Sajarangan dipahami juga sebagai tanggung jawab moral bagi kalangan tertentu, seperti Ninik Mamak, Cadiak Pandai dan Alim Ulama.
“Niniak Mamak untuk urusan adat, Cadiak Pandai untuk urusan kehidupan bermasyarakat dan Alim Ulama untuk urusan keagamaan,” pungkas Fakhru.
2. Ratusan Pedagang Demonstrasi di DPRD Bukittinggi, Minta Perda Nomor 13 Tahun 2022 Dicabut
Baca juga: Pasca Demo Tolak Awning di Bukittinggi, Pamflet Berisikan Tuntutan Bertebaran di DPRD Bukittinggi
Ratusan pedagang pasar di Kota Bukittinggi berunjuk rasa di Kantor DPRD Kota Bukittinggi, Selasa (1/11/2022).
Massa aksi menuntut agar Perda Nomor 13 Tahun 2022 yang baru saja disahkan agar di cabut.
Mereka menilai beberapa poin pada Perda tersebut janggal dan merugikan pedagang pasar di Kota Bukittinggi.
Salah seorang perwakilan massa aksi, Rinaldo menyampaikan, lebih dari 1.400 pedagang akan terdampak akibat Perda Nomor 13 Tahun 2022 itu.
“Akibat peraturan mengenai retribusi dan pemanfaatan pasar yang dikelola oleh Pemkot Bukittinggi serta kebijakan yang dibuatnya, bisa merugikan kami,” kata dia ditengah aksi.
Baca juga: Proyek Drainase di Janjang Minangkabau Bukittinggi Mangkrak, Bekas Galian Ditutupi Papan dan Seng
Rinaldo menyebut, diperkirakan pedagang di Kota Bukittinggi bakal kehilangan aset hingga Rp1 triliun karena Perda Nomor 13 Tahun 2022 tersebut.
Selain itu, pembuatan dari Perda Nomor 13 Tahun 2022 itu, kata Rinaldo juga tak mengajak para pedagang dan minim pertimbangan.
“Dari peraturan-peraturan yang dilahirkan itu, akan berdampak kepada merosotnya pertumbuhan ekonomi kami para pedagang,” ujarnya.
Lalu, Rinaldo menuturkan, Perda Nomor 13 Tahun 2022 itu, tata kelola pasalnya juga berseberangan dengan undang-undang yang telah ada.
“Kita harus meluruskan pasal-pasal yang bermasalah ini, dan tak sesuai juga dengan undang-undang,” pungkas Rinaldo.
Baca juga: Polres Bukittinggi Bakal Dijabat Kombes Pol, Susul Kenaikan Tipe Jadi Polresta
Adapun unjuk rasa ini terpantau dimulai dengan longmarch di sekitar kawasan Pasar Bukittinggi, lalu bersama-sama mengarah ke Kantor DPRD Kota Bukittinggi.
Beberapa massa aksi juga terlihat memakai atribut dan membawa papan bertuliskan keresahan dan meminta Perda Nomor 13 Tahun 2022 itu dicabut.
Saat sudah sampai di Kantor DPRD Kota Bukittinggi, massa aksi diterima oleh Ketua DPRD dan dipersilahkan masuk untuk menyampaikan aspirasinya.
Namun, diskusi di Ruang Sidang Kantor DPRD Kota Bukittinggi tersebut, hanya diizinkan untuk 20 orang perwakilan massa aksi saja.