Kota Pariaman
Kisah Zidan: Bocah 8 Tahun Asal Pariaman Meninggal Dunia, seusai Terjangkit Demam Berdarah Dengue
Air muka Ali Nusir (45) pagi ini masih bersedih saat menyapu sampah di pekarangan rumahnya dan di bawah tenda berukuran 3 kali 3 meter.
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Emil Mahmud
TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN – Air muka Ali Nusir (45) pagi ini masih bersedih saat menyapu sampah di pekarangan rumahnya dan di bawah tenda berukuran 3 kali 3 meter.
Tenda itu sudah satu pekan terpasang, saat puluhan orang mengantarkan kepergian anak pertamanya yang meninggal akibat terjangkit Demam Berdarah Dengue (DBD), Sabtu (1/10/2022).
Selain tenda, yang berdiri juga tumpukan kursi plastik merah tersusun di sekitar halaman rumahnya di Dusun Pasa Lalang, Desa Taluak Kota Pariaman, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar).
“Besok ada doa bersama keluarga dan tetangga untuk tujuh hari kepergian anak saya,” kata Ali Nusir setelah meletakan sapu lidi, di dekat pintu masuk rumahnya.
Tujuh hari lalu adalah hari paling membekas bagi ayah dua anak ini.
Anak laki-lakinya yang masih gemar berlari kian kemari harus dipanggil Maha Kuasa.
Kepergian anak sulungnya itu membuat Ali Nusir harus berlapang hati menerima semua keputusan sang pencipta.
Seketika ingatannya menyoroti hari jelang anaknya masuk rumah sakit, Minggu (25/09/2022) malam.
Bersamaan pada hari tersebbut, keduanya masih kompak bermain tenis di Karan Aur Kota Pariaman.
Kelincahan Zidan (Panggilan Anaknya) masih terus mengambang dalam ingatan Ali Nusril yang bermain selama 30 menitan pagi itu.
“Kebetulan Minggu itu jadwal latihannya main tenis, sekalian saya bisa mengeluarkan keringat,” terangnya sembari menyandarkan badan di kursi plastik warna merah.
Melihat tangan mungil Zidan memegang raket tenis dan kelincahannya sudah rutinitas Ali Nusir setiap akhir pekan.

Setelah bermain tenis, ia juga membawa bocah berkulit putih langsat itu memangkas rambut, agar tetap rapi saat ke sekolah.
Bahkan sehari sebelumnya, ia sempat mengabadikan video pendek anaknya sewaktu maraton.
Lenggokan Zidan yang bertubuh gempal dan suara khasnya seperti potongan terakhir, untuk selalu berputar di kepala Ali Nusril.
“Tiba-tiba malamnya kondisi Zidan langsung panas dan kakinya mendingin,” katanya mengingat hari terakhir menemani Zidan saat masih bisa tertawa lepas.
Kejadian serupa ini bukan pertama kali terjadi dalam kehidupan Ali Nusril, satu pekan sebelumnya istri Ali, sempat mengalami hal serupa.
Pada saat itu mereka melakukan perjalanan dari Kota Padang menuju Payakumbuh, satu pekan sebelum Zidan masuk rumah sakit.
Sementara itu pula, kondisi istrinya panas tinggi, kepala pusing, mual dan menggigil dalam waktu seketika.
Trombosit istrinya menurun drastis, hingga membuat jarinya tangannya hampir tidak bisa bergerak.
Beruntung saja imun istrinya yang sudah dewasa kuat, sehingga kondisinya bisa berangsur membaik.
Meski sudah ada kasus DBD di lingkungan rumahnya, tidak ada tanggapan dari dinas kesehatan untuk melakukan fogging atau upaya lain untuk pencegahan.
Entah karena tidak sigapnya Dinas Kesehatan setempat untuk pencegahan, kasus serupa terulang lagi pada anak Ali.
Malam itu kaki kecil anaknya yang cakap mengelilingi rumah harus terpaku di atas tempat tidur.
Empat hari lamanya suara lantang Zidan tertahan akibat kondisi yang ia alami.
Tubuh mungilnya dirundung panas tinggi, sakit kepala dan badan nyeri selama berhari-hari.
Zidan yang biasanya tidak pernah menolak untuk makan meski sakit, pada kondisi kali ini nafsu makannya berkurang drastis.
Kondisi ini membuat rutinitas Zidan mengaji di surau mulai hari itu terhenti untuk sementara waktu.
“Jadi karena demamnya tidak kunjung turun, saya langsung bawa ke salah satu rumah sakit swasta di Kota Pariaman,” katanya menunjukan raut cemas sama seperti saat hari itu.
Tepat pada, Selasa (27/9/2022) pagi, kondisi bocah berpipi timbul itu, terus melemah itu sudah sampai di Rumah Sakit.
Sesampai di rumah sakit, Ali harus kembali membawa buah hatinya lagi.
Pihak rumah sakit menyuruh Zidan kembali pulang bersama sejumlah obat demam.
“Kata petugas Rumah sakit demamnya masih baru dua hari, jadi disuruh minum obat saja,” kata Ali memperlihatkan keheranan di wajahnya.

Sebagai pasien BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ali pasrah saja menerima putusan petugas rumah sakit.
Padahal ia sudah menjelaskan bahwa kondisi Zidan ini sama seperti ibunya yang satu pekan lalu harus di rawat di rumah sakit yang sama.
Tidak mau senyum sumringah anaknya lebih lama lagi terpendam.
Di hari yang sama Ali membawa anaknya ke klinik untuk mendapatkan obat yang menurutnya lebih baik.
"Obat dari klinik itu cukup manjur bagi Zidan, suhu tubuhnya sempat menurun beberapa saat," katanya sembari melempar tatapan jauh.
Kondisi itu cukup membuat Ali tenang dan berharap anaknya bisa kembali ke sekolah.
Namun, selang satu hari suhu bocah periang itu kembali naik dan dadanya sakit, Rabu (28/9/2022) malam.
Sehingga Ali harus menempuh jalan dan harapan yang sama pada Selasa lalu.
Beruntungnya Zidan tidak kembali ia bawa pulang, hanya saja kondisinya tambah memburuk Trombosit Zidan menurun hingga 43 ribu.
Penurunan drastis trombosit yang seharusnya bisa diantisipasi dua hari lalu, saat anaknya disuruh kembali pulang oleh pihak rumah sakit.
Bahkan pihak rumah sakit yang dua hari lalu menyuruh Zidan putar balik, tidak bisa mengatasi kondisi Zidan saat itu.
Sehingga pada siangnya harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) M Djamil di Kota Padang.
Sesampai di RSUP M Djamil Zidan langsung mendapatkan perawatn intensif, trambositnya terus naik turun, bahkan sampai ke angka 19 ribu.
“Saat di Padang, ia sampai ngigau karena kondisinya yang terus memburuk, kata istri saya ia bilang mana ayah,” kata Ali yang tidak sempat menemani putra sulungnya saat dirujuk ke Kota Padang.
Sampai hembusan nafas terakhir Zidan, Ali tidak bisa menemaninya.
Di waktu yang sama anak bungsunya juga sedang dirawat di rumah sakit Pariaman, karena suhu tumbuh tinggi.
"Sehingga saat akhir hayatnya saya tidak berada di sebelahnya," terang Ali Nusir sembari mengusap hidungnya.
Zidan harus berpisah bersama ayah, ibu dan adik bungsunya sekira pukul 16.25 WIB, Jumat (30/9/2022) akibat DBD.
"Kami ikhlas semoga Zidan bisa mendapatkan tempat terbaik," terangnya sembari memandang langit-langit tenda berukuran 3 kali 3 meter itu.
Meski kehilangan sang buah hati, Ali Nusir berharap tidak ada lagi langkah, tawa dan suara anak lain yang terhenti akibat DBD.
Mengingat dirinya pun tidak mau apabila kemudian juga orang tua lainnya, yang mengalami kesedihan sepertinya.
(TribunPadang.com/Rahmat Panji)