Dinas Kesehatan Kota Pariaman Menilai Antisipasi Dini KLB DBD Lebih Efektif dari Fogging
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Kabid P2P Dinkes) Kota Pariaman, menilai antisipasi dini lebih efektif
Penulis: Panji Rahmat | Editor: Mona Triana
Laporan Wartawan TribunPadang.com, Rahmat Panji
TRIBUNPADANG.COM,PARIAMAN - Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Kabid P2P Dinkes) Kota Pariaman, menilai antisipasi dini lebih efektif dari Fogging saat Kota Pariaman berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah Dengue (DBD).
Saat ini angka DBD Kota Pariaman hingga Jumat (19/8/2022) berjumlah 103 kasus, sehingga ada peningkatan hampir dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang berjumlah 69 kasus.
Peningkatan sebanyak hampir dua kali lipat ini yang membuat Kota Pariaman berstatus KLB DBD.
Baca juga: Kota Pariaman Berstatus Kejadian Luar Biasa DBD, 103 Kasus Terekap Sejak Januari- Agustus 2022
Kabid P2P Dinkes Pariaman Rio Arisandi menilai kondisi serupa ini bisa segara membaik jika ada pencegahan secara bersama.
"Pencegahan dini itu lebih efektif dari pada Fogging," katanya, Jumat (19/8/2022).
Melalui pencegahan dini dari rumah, kantor, sekolah dan tempat lainnya bisa mengantisipasi masyarakat terkena DBD.
Baca juga: POPULER SUMBAR: Pawai Alegoris Pariaman Berakhir di Pantai Gandoriah, Festival Pamalayu 2022
Masyarakat katanya bisa melakukan gotong royong Pemberantasan sarang nyamuk dengan 3 M (Menutup, Menguras dan Mendaur ulang) pada media tumbuh kembang nyamuk Aedes Aegypti (penyebab DBD).
Baginya Fogging adalah jalan terakhir ketika sudah ditemukan kasus DBD di lingkungan masyarakat, atau ada permintaan masyarakat.
Namun dalam pelaksanaannya Fogging ini tidak terlalu efektif karena pelaksanaannya bisa terganggu oleh angin serta tidak bersedianya tetangga sekitar, tempat kasus DBD ditemukan.

"Maka perlu sekali kepedulian warga untuk mencegah kasus DBD terus bertambah," ujarnya.
Serta ia berharap masyarakat yang merasakan gejala DBD bisa segera melapor ke Rumah Sakit atau Puskesmas terdekat.
Gejala yang harus diketahui masyarakat diantaranya adalah demam tinggi mendadak dengan suhu bisa mencapai 40 derajat Celcius.
Kata Rio, demam mungkin sering terjadi pada banyak penyakit.
Namun, demam DBD bisa terjadi selama dua sampai tujuh hari.
Baca juga: Bupati Suhatri Bur Berharap Kawula Muda Padang Pariaman, Dapat Ikuti Karakter Para Pejuang Bangsa
Gejala lainnya adalah nyeri otot, pengidap DBD akan merasakan nyeri pada beberapa bagian tubuh, seperti belakang mata, otot, sendi, serta tulang.
Gejala ini biasanya disertai dengan tubuh menggigil dan berkeringat, selama 4 hingga 10 hari awal saat virus dengue memasuki tubuh.
Nyeri otot dapat terjadi bersamaan dengan demam tinggi serta sakit di kepala dan juga dapat menjadi gejala dbd pada anak.
Lalu sakit kepala, dimana beberapa jam setelah mengalami demam, gejala selanjutnya yang akan muncul adalah sakit kepala parah. Biasanya, rasa sakit terjadi di sekitar dahi.
Sakit kepala parah juga disertai dengan rasa nyeri pada bagian belakang mata. Ini merupakan gejala umum yang sering terjadi.
Selanjutnya gejala lain adalah mual dan muntah karena rasa tidak nyaman pada perut, serta gejala lainnya adalah kelelahan karena imun tubuh melemah.
"Kalau sudah merasakan gejala itu langsung saja ke Puskesmas terdekat untuk diobati," katanya.
Tapi kondisinya sekarang banyak masyarakat malah menunggu sampai penularan DBD sudah kronis, karena kurangnya kesadaran pasien.
Baginya jika pasien terkena DBD datang ke tempat layanan kesehatan, maka pihaknya akan melaksanakan prosedur pelayanan sesuai ketentuan.
Seperti pengobatan, perawatan, perujukan dan pemantauan hingga kondisi pasien kembali pulih. (*)