Menkes: Belum Bisa Dipastikan Virus Apa yang 100 Persen Menyebabkan Adanya Penyakit Hepatitis Akut

Belum bisa dipastikan virus apa yang seratus persen menyebabkan adanya penyakit hepatitis akut. Namun gejala awal penyakit hepatitis akut adalah mual

Editor: Rizka Desri Yusfita
Tribunnews.com/ Rina Ayu
Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin saat menyampaikan keterangan pers virtual, Senin (26/7/2021). - Belum bisa dipastikan virus apa yang seratus persen menyebabkan adanya penyakit hepatitis akut. Namun gejala awal penyakit hepatitis akut adalah mual 

TRIBUNPADANG.COM - Belum bisa dipastikan virus apa yang seratus persen menyebabkan adanya penyakit hepatitis akut.

Namun gejala awal penyakit hepatitis akut adalah mual, muntah, sakit perut, diare, kadang disertai demam ringan.

Dilansir dari Kompas.com, Selasa (10/5/2022) Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, virus yang menyebabkan penyakit hepatitis akut, menular lewat asupan makanan atau melalui mulut.

Oleh karena itu, ia meminta masyarakat untuk rajin cuci tangan dan memastikan kebersihan dari makanan yang masuk ke mulut.

"Jadi kita pastikan apa yang masuk ke anak-anak kita untuk bersih, karena ini menyerang di bawah 16 tahun lebih banyak lagi di bawah lima tahun," ujar Budi saat memberikan paparan hasil evaluasi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) secara virtual, Senin (9/5/2022).

Baca juga: Antisipasi Hepatitis Misterius, Dinkes Padang Gelar Imunisasi Lengkap Mei hingga Juni

Baca juga: Hepatitis Akut Misterius Ditanggung BPJS Kesehatan? Cek Status Keaktifan Kepesertaan JKN-KIS

Ia pun menjelaskan, ciri-ciri penyakit hepatitis akut ditandai dari demam dan tingginya indikator serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) dan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT).

"SGPT dan SGOT itu normalnya di level 30-an. Kalau udah naik agak tinggi lebih baik refer ke fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) terdekat," kata dia.

Adapun saat ini, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat serta Inggris mengenai penyakit hepatitis akut yang belakangan marak terjadi.

Hasilnya, hingga saat ini belum diketahui secara pasti virus penyebab penyakit yang banyak menyerang anak-anak usia di bawah 16 tahun ini.

"Kesimpulannya belum bisa dipastikan virus apa yang 100 persen menyebabkan adanya penyakit hepatitis akut ini," kata Budi.

Budi mengatakan, saat ini, Indonesia bekerja sama dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Amerika serta Inggris dalam upaya mendeteksi penyebab hepatitis akut.

Kemungkinan besar, penyakit ini disebabkan oleh Adenovirus strain 41. Namun, ada pula kasus yang bukan disebabkan oleh Adenovirus strain 41.

"Jadi kita masih melakukan penelitian bersama-sama dengan Inggris dan Amerika untuk memastikan penyebabnya apa," ucap Budi.

Sementara dikutip dari laman Channel News Asia, gejala penyakit hepatitis akut memang tidak spesifik dan bisa dianggap termasuk diantaranya sakit perut, diare serta muntah.

"Namun, tanda yang paling penting adalah penyakit kuning (menguningnya bagian putih mata)," kata Dr Tan, yang terlatih dalam Gastroenterologi Anak, Hepatologi, dan Nutrisi.

Gejala hepatitis lainnya adalah urine berwarna gelap, pucat, kotoran berwarna abu-abu, kulit gatal dan nyeri otot atau sendi.

Kepala Departemen Penyakit Menular Pediatrik di Institut Medis Anak Universitas Nasional Khoo Teck Puat, Dr Chan Si Min menyatakan, kasus penyakit hepatitis akut yang sedang diselidiki saat ini, terutama menyerang anak-anak yang sehat di bawah usia 10 tahun.

Hal apa yang diduga memicu munculnya penyakit ini?

Dr Ai Tin menyatakan, virus yang terdeteksi dan dicurigai dalam kasus di seluruh dunia dan mungkin terkait dengan kasus Singapura adalah adenovirus tipe 41F.

 "Adenovirus biasanya tidak menyebabkan hepatitis pada anak-anak. Namun pada anak-anak yang terkena, mungkin ada kofaktor, seperti toksin atau infeksi virus sebelumnya," kata Dr Ai Tin.

Sementara itu, Dr Si Min mengatakan, adenovirus ditemukan pada banyak kasus yang dilaporkan.

"Ini adalah virus dengan banyak varian dan jenis genetik. Infeksinya terjadi pada semua usia, terutama pada anak kecil dan terjadi setiap saat sepanjang tahun," jelas Dr Si Min.

Biasanya, kata dia, penyakit ini menyebabkan penderitanya mengalami demam, penyakit pernafasan seperti batuk, pilek, sakit tenggorokan hingga gastroenteritis.

 Perlu diketahui, adenovirus menyebar melalui tetesan atau sekresi pernafasan, atau kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, tinja maupun permukaan yang terkontaminasi.

"Ini bisa bertahan di permukaan lingkungan untuk waktu yang lama. Orang yang terinfeksi paling menular dalam beberapa hari pertama sakit," papar Dr Si Min.

Dr Fang Kuan menambahkan infeksi, penyakit autoimun, gangguan metabolisme, cedera hati akibat obat atau racun merupakan beberapa kemungkinan penyebab yang diketahui.

"Sampai 40 persen kasus hepatitis berat, tidak ada penyebab yang ditemukan meskipun penyelidikan dilakukan ekstensif, karena anak-anak tetap rentan terhadap penyakit menular pada masa kanak-kanak, orang tua harus tetap waspada, bahkan ketika inisiatif respons terhadap pandemi di Singapura berkurang," kata Dr Fang Kuan.

Dia menekankan, standar rekomendasi kebersihan yang baik, yang mencakup kebersihan tangan, pembersihan pada permukaan benda yang kerap disentuh oleh anak kecil pun harus selalu dipraktikkan.

Apakah vaksinasi dapat menawarkan perlindungan?

 Dr Fang Kuan menjelaskan bahwa penyebab kasus hepatitis akut global masih belum diketahui pada tahap ini.

Sehingga terlalu dini untuk memastikan apakah vaksinasi rutin di bawah jadwal imunisasi nasional efektif melindungi anak-anak dari jenis hepatitis ini.

Sedangkan Dr Ai Tin menilai vaksin rutin anak tidak memberikan perlindungan terhadap hepatitis akut.

"Karena hepatitis A dan B dalam jadwal vaksinasi melindungi terhadap virus A dan B secara khusus," kata Dr Ai Tin.

 Apa yang harus dilakukan para orang tua saat anaknya terkena penyakit ini?

Dr Tan mengimbau para orang tua untuk langsung menemui dokter, jika menemukan anaknya dalam kondisi tidak sehat atau menunjukkan gejala hepatitis akut. 

"Penyajian hepatitis mungkin tidak jelas (awalnya), jadi selalu disarankan untuk pergi ke dokter jika kondisi anak tidak membaik pada 48 hingga 72 jam setelah konsultasi, atau bisa juga datang lebih awal jika kondisinya memburuk," tegas Dr Tan.

Menurut Dr Fang Kuang, tes darah dapat dilakukan untuk mencari kemungkinan terjadinya peradangan hati, dan sampel itu dapat dikirim untuk mendeteksi keberadaan adenovirus dan infeksi lainnya.

"Pengobatan sebagian besar dapat mendukung. Ini difokuskan terutama pada pemantauan dan pengobatan komplikasi penyakit hati, dan penyelidikan serta pengelolaan penyebab yang mendasarinya jika memungkinkan," kata Dr Fang Kuan.

Pada sebagian kecil pasien, hepatitis akut dapat menyebabkan gagal hati yang parah dan mendadak, kondisi ini kemungkinan akan memerlukan transplantasi organ.

 Dunia kini dikejutkan oleh munculnya wabah baru yakni hepatitis akut yang ditemukan pada anak-anak di banyak negara, padahal pandemi virus corona (Covid-19) belum berakhir.

Lalu apa saja hal yang perlu diwaspadai para orang tua terkait wabah yang diketahui menyerang kelompok usia anak ini?

Kepala Layanan Gastroenterologi, Hepatologi dan Nutrisi di Rumah Sakit Wanita dan Anak (KKH) KK Singapura, Dr Chiou Fang Kuan mengatakan, sebenarnya para orang tua tidak perlu terlalu khawatir.

Kendati demikian, kewaspadaan tentunya diperlukan untuk menghadapi wabah ini, karena kemunculan penyakit ini belum diketahui penyebabnya.

 "Para orang tua dan wali tidak perlu khawatir. Sebaliknya, mereka harus waspada terhadap tanda-tanda hepatitis dan meminta informasi kepada pihak medis jika khawatir," kata Dr. Fang Kuan.

Sementara itu, Dr Nancy Tan dari Klinik Bayi dan Anak SBCC di Mount Elizabeth Novena mengatakan, orang tua harus waspada dan mengetahui tentang apa yang harus diperhatikan.

Namun mereka tidak perlu 'terlalu khawatir', karena jumlah kasusnya tidak tinggi. Pendapat yang sedikit berbeda disampaikan konsultan dokter anak di Thomson Pediatric Centre, Dr Ang Ai Tin.

"Mengingat bahwa ada 4 kematian, termasuk 3 yang dilaporkan di Indonesia dalam wabah global dan 17 kasus memerlukan transplantasi, kasus-kasus tersebut tentu 'menjadi perhatian'," kata Dr Ai Tin. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved