Menko Airlangga: Laporan Lembaga S&P Proyeksikan Pertumbuhan Ekonomi RI 5,1 Persen pada 2022
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, laporan lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, laporan lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 5,1 persen pada 2022.
Proyeksi ini didapatkan seiring pembukaan pembatasan ekonomi yang dilakukan pemerintah.
Menko Airlangga mengatakan, S&P juga meningkatkan outlook Indonesia dari negative menjadi stabil. Peringkat Indonesia pada level BBB (Investment Grade) pada 27 April 2022 juga bisa dipertahankan.
Baca juga: Menko Airlangga Hartarto: Ekonomi Digital di Indonesia, Tertinggi di Asia Tenggara
Baca juga: Menko Perekonomian RI Airlangga Hartarto Ingatkan Camat, Perhatikan Syarat Vaksinasi Booster Pemudik
Menurut Airlangga, outlook yang stabil merupakan pengakuan atas peningkatan sektor eksternal nasional, pemulihan ekonomi Republik Indonesia (RI) berlanjut selama dua tahun kedepan, dan kemajuan bertahap menuju konsolidasi fiscal pemerintah.
“Kita bersyukur setelah dua tahun akhirnya outlook Indonesia ditingkatkan menjadi stabil dari sebelumnya negatif oleh lembaga rating S&P. Ini menandakan kepercayaan investor masih kuat terhadap kredibilitas kebijakan pemerintah dan ketahanan ekonomi Indonesia,” tutur Menko Airlangga dalam keterangan, Sabtu (30/4).
Baca juga: Songsong Satu Abad Nahdlatul Ulama, Menko Airlangga Sebut Peran Penting NU Bagi Bangsa Indonesia
Baca juga: Menko PMK Muhadjir Effendy Pastikan Distribusi Bantuan Aman untuk Korban Gempa Pasaman Barat
Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) ini menambahkan, lembaga rating S&P juga menilai UU Cipta Kerja akan meningkatkan iklim bisnis dan investasi, serta pertumbuhan potensi ekonomi.
UU Cipta Kerja juga mengatur tarif pajak perusahaan yang lebih rendah dan kebijakan pasar tenaga kerja yang lebih fleksibel. Selain itu, laju pemulihan Indonesia akan terakselerasi lebih lanjut tahun ini setelah tumbuh 3,7 persen pada 2021 dan kontraksi 2,1 persen pada 2020.
Baca juga: MK Nyatakan UU Cipta Kerja Bertentangan dengan UUD 1945, DPR dan Menko Airlangga Hormati Keputusan
Baca juga: Menko Polhukam: Pemerintah Ambil Langkah Antisipasi, Setelah Taliban Kuasai Afghanistan
Kondisi ini dipicu keberhasilan pemerintah dalam penanganan Covid-19, cakupan vaksinasi, peningkatan kekebalan kelompok, dan dampak yang lebih ringan dari varian omicron. Sehingga, pemerintah melonggarkan pembatasan dan mendorong normalisasi aktivitas ekonomi.
Di sektor ekspor juga mendapatkan manfaat dari peningkatan harga komoditas. Nilai ekspor pada Maret 2022 tercatat mencapai 26,50 miliar dolar AS dan nilai ini meningkat signifikan sebesar 29,42 persen (mtm) atau sebesar 44,36 persen (yoy). Neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2022 kembali mengalami surplus yang cukup besar yakni mencapai 4,53 miliar dolar AS.
Baca juga: Percepat Revitalisasi Danau Maninjau, Menko Maritim Luhut Minta Pengalihan Mata Pencarian Warga
Baca juga: Soal Batal Pemberangkatan Jamaah Haji 2021, Menko PMK Muhadjir Effendy: Waktu Persiapan Mepet
Peningkatan ekspor mendorong penguatan transaksi berjalan dan kinerja pendapatan yang lebih kuat membantu pemerintah mengkonsolidasikan posisi fiscal.
Indikator konsumsi sebagai pemacu utama PDB Indonesia menunjukkan optimisme. Hal ini terlihat dari penjualan ritel yang terus tumbuh positif, Indeks Keyakinan Konsumen di level optimis (>100), serta peningkatan tren inflasi inti yang menggambarkan perbaikan permintaan masyarakat.
Baca juga: Menko Luhut Ingin Tambak di Danau Maninjau Dikurangi, DKP Sumbar: Bertahap, Tidak Bisa Tiba-tiba
Pemulihan konsumsi ini akan mendorong industri untuk berproduksi, tercermin dari Purchasing Managers Index (PMI) yang stabil di level ekspansi (>50) sejak September 2021, serta pertumbuhan kredit perbankan yang terus naik di Februari 2022 sejalan dengan optimisme dunia usaha terhadap ekonomi Indonesia.
“Pemerintah akan terus mengawasi berbagai risiko eksternal, terutama konflik Rusia-Ukraina yang berdampak terhadap kenaikan harga dan inflasi dengan terus menjaga daya beli masyarakat,” tegas Ketua Umum DPP Partai Golkar ini. (*)