Ramadhan 2022
Deretan Keunikan Masjid Raya Gantiang Padang, Ditopang 25 Tiang hingga Pintu yang Tak Pernah Diganti
Masjid yang sudah berusia 217 tahun ini, memiliki keunikan pada bangunan bagian dalam kata wakil ketua pengurus Masjid Raya Gantiang Almijum (43)
Penulis: Panji Rahmat | Editor: afrizal
Laporan Reporter TribunPadang.com, Rahmat Panji
TRIBUNPADANG.COM, PADANG- Sejumlah keunikan terdapat di bangunan Masjid Raya Gantiang Padang, Sumatera Barat.
Berlokasi di Jalan Ganting No.1, Ganting Parak Gadang, Kec. Padang Timur., Kota Padang, masjid ini merupakan bangunan cagar budaya.
Masjid yang sudah berusia 217 tahun ini, memiliki keunikan pada bangunan bagian dalam.
Baca juga: Arsitektur Masjid Raya Gantiang Khas dari Beragam Negara, Bagian Atap Cina, Desain Bangunan Eropa
Baca juga: Mengenal Masjid Raya Gantiang di Kota Padang, Sumbar: Kemedikbud RI Tetapkan sebagai Cagar Budaya
Wakil Ketua pengurus Masjid Raya Gantiang Almijum (43) menuturkan, di ruang utama Masjid Raya Gantiang ini ditopang oleh 25 tiang.
Masing-masing tiang berdiamater 60 cm.
Jumlah tiang melambangkan 25 rasul yang namanya tertulis dalam bentuk kaligrafi pada masing-masing tiang.
Namun 25 tiang itu sempat mengalami kerusakan parah waktu gempa 2009 silam.
Tiang ini pun diperbaiki tanpa mengubah bentuk sesuai ketentuan bangunan cagar budaya.
Di ruang utama terlihat ada enam pintu.
Empat pintu di sisi timur dan dua pintu di utara dan selatan.
Pintu itu terbuat dari kayu dan pada bagian atasnya terdapat ragam lengkung kipas.
Selain enam pintu, ada 14 jendela.
Sebanyak enam jendela di sisi barat, dua di sisi timur dan masing-masing tiga jendela di sisi utara dan selatan.
Jendela berukuran sekitar panjang 200 cm dan lebar 160 cm dengan motif hias lengkungan kipas.
Sedangkan dindingnya dari beton berlapiskan keramik warna putih.
"Jendela dan pintu di masjid ini belum pernah sekalipun direnovasi atau perbaiki, semua masih menggunakan bahan lama," bebernya.
Kata Almijum pada ruang utama pernah dibuat bangunan muzawir atau penyambung imam yang menjadi ciri khas masjid ini.
Fungsinya sebagai tempat mengumandangkan adzan dan penyambung suara imam sehingga makmum dapat mengikuti gerakan imam.
Muzawir berukuran 4 x 4 m berbentuk panggung dan penuh ornamen gaya Cina.
Dibangun atas sumbangan orang Tiongkok di Padang dan pembuatannya dikerjakan langsung oleh ahli ukir Tiongkok yang ada di Padang.
"Hanya saja setelah ada pengeras suara, bangunan muzawir tidak digunakan lagi sehingga pada tahun 1978 dibongkar," bebernya.
Selain ruang utama di Masjid Raya Gantiang juga ada bagian serambi depan.
Serambi depan merupakan bangunan tambahan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 12 x 39 m dan memiliki enam pintu dari arah sebelah timur dan dua pintu dari arah utara dan selatan yang berdaun pintu dari jeruji besi.
Di bagian depan, persis di tengahnya antara dua pintu juga ada mimbar yang digunakan untuk pelaksanaan shalat idul fitri.
Serta bagian terakhir dari bangunan masjid ini adalah serambi samping.
Setiap serambi memiliki dua pintu masuk menuju ke tempat wudu.
Pada ruang ini terdapat tiang berbentuk segi enam yang pada bagian atasnya terdapat hiasan.
Arsitektur Khas
Bangunan Masjid Raya Ganting memiliki arsitektur paduan khas negara Eropa, serta kombinasi dari negara Asia yaitu; China, India, dan Arab.
Wakil Ketua Pengurus Masjid Raya Ganting Almijum (43) mengatakan perpaduan aksitektur ini tidak terlepas dari beragam etnik yang terlibat dalam pengerjaannya.
"Pada bagian atap itu pengerjaannya dilakukan oleh etnis Cina, sehingga terlihat mirip kuil di atapnya," terang Almijum.
Atap masjid bertumpang lima dengan atap lapis pertama hingga keempat berbentuk segi empat.
Sedangkan, atap keempat dan kelima berbentuk segi delapan.
Turut andilnya etnis Cina dalam pembangunan menyusul bantuan yang dipimpin Kapten Lou Chianko (Kapitan Cina ke-10).
Kapten Lou ikut mengarahkan tukang Cina untuk mengerjakan atap segi delapan yang menyerupai ciri khas atap dari bangunan vihara.
Selain kubah, tukang etnis Cina juga menggarap mihrab, mimbar, dan tempat bilal.
"Kalau untuk bangunan masjid sendiri itu sepertinya dari Eropa," beber Almijum.
Sejauh ini hal itu lanjutnya dapat dilihat dari desain bangunan bagian luar secara keseluruhan.
Bangunan masjid terlihat dibagi menjadi tiga bagian yaitu serambi depan, serambi samping, dan ruang utama.
Sedangkan, gerbang dan pintu menurutnya berasal dari Arab melihat arsitekturnya.
Baca juga: BMKG Ungkap Pemicu Hujan di Wilayah Sumbar 2 Hari Terakhir Setelah Sempat Panas Terik Hampir 3 Pekan
Lebih Ramai Pengunjung
Sebagai tempat ibadah umat Islam, dibandingkan hari biasanya lebih ramai pengunjung saat suasana puasa Bulan Ramadhan.
Suasana serupa kiranya dapat ditemui di Masjid Raya Ganting di Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) pada Rabu (14/4/2021) .
Al Mijun, mengatakan masjid di Kota Padang ini berdiri pada tahun 1805, yang awalnya ada tiga ulama yaitu Angku Gapuak, Angku Haji Umar dan Angku Kapalo Koto.
"Idenya sudah ada sejak tahun 1700an semasa kolonial belanda dulu namun realisasinya dimulai pada tahun 1805," ujar Al Mijun.
Rumah ibadah itu dibangun pada masa kolonial membuat pembangunan masjid telah berjalan relatif lama.
Lebih lanjut, pada tahun 1810 masjid tersebut kemudian rampung serta baru dapat digunakan.
"Seluruh biaya pembangunan itu berasal dari kerja keras ketiga angku tadi, mulai dari tanah tempat berdiri sampai seluruh bangunan," terang Al Mijun.
Selanjutnya, untuk masalah sumber dana berasal dari saudagar Koto Gadang baik yang berada di dalam maupun luar Sumbar.
Sejauh ini lanjutnya Masjid Raya Ganting menggunakan arsitektur neoklasik, di setiap sisi bangunan memiliki sentuhan dari beberapa negara.
"Untuk atap itu merupakan sentuhan dari daerah Aceh, sedangkan ubin dari India dan tiang, jendela serta kaligrafi berasal dari Arab," tutur Al Mijun.
Baca juga: Masjid Raya Gantiang, Masjid Tertua di Padang yang Pernah Jadi Tempat Mengungsi Soekarno
Baca juga: Masjid Raya Gantiang, Masjid Tertua di Padang, Paduan Arsitektur Minang, Cina, Persia & Timur Tengah
Filosofi Bangunan Masjid
Ukiran yang menghiasi masjid mulai dari dinding kayu sampai pintu itu berasal dari China.
Setiap sudut masjid mulai dari tonggak, bentuk atap serta jendela Masjid Raya Gantiang tenyata memiliki filosofinya sendiri.
Dari luar mesjid ini terlihat megah dengan dua menara yang bersatu dengan masjid di sisi depan sebelah kiri dan kanan mesjid.
Masjid berukuran 30×30 m ini memiliki 2 tempat berwudhu di samping kiri dan kanan.
Lalu di bagian depan, dan kedua sisi samping mesjid ada serambi.
Serambi ini bertujuan untuk menampung jamaah jika kapasitas bagian dalam berlebih.
"Mesjid Raya Ganting itu bisa menampung 1.500 sampai 2.000 jamaah jika serambi ikut digunakan," tambah Al Mujin.
Di tengah serambi dan tempat berwudhu ada tempat salat sekaligus mimbar yang menghadap ke barat.
Pembatas antara serambi dengan ruang Salat bagian tengah adalah tembok dengan beberapa pintu masuk dan delapan jendela.
Bagian dalam masjid terlihat ada 25 tiang yang berjejer lima ke samping dan lima ke depan.
Menurut Al Mujin, jumlah tiang tersebut merupakan jumlah dari nabi dan rasul yang wajib diimani oleh umat Islam.
Sedangkan, bagian atas masjid atau Kubah, terlihat ada lima tingkatan atap dan paling tinggi.
"Bagian khubah tersebut merupakan lambang dari rukun Islam yaitu 5 tingkat," jelas Al Mujin.
Cerita lain yang patut di simak dari Masjid Raya Ganting kata Al Mujin dulunya pernah ditinggali oleh Soekarno semasa pengasingan dirinya waktu itu.
"Waktu itu semasa Jepang menjajah Indonesia, sebelum kemerdekaan bung karno pernah tinggal satu bulan di sini," imbuhnya.
Ia memaparkan bahwa sewaktu Soekarno hendak ditangkap oleh Jepang, ia dilarikan oleh Pemuda Anshor (Hizbul Wathon) ke Painan Kabupaten Pesisir Selatan.
"Sebelum dibawa ke sana ia singgah selama satu bulan di masjid ini, ia menginap di salah satu rumah pengurus persis di belakang mesjid ini," ujarnya.
Selain Soekarno banyak pemimpin negara lain yang berkunjung ke Masjid Raya Ganting, di antaranya, KH Abdurrahman Wahid hingga Megawati Soekarnoputri.
Kumpulan cerita Masjid Raya Ganting membuat mesjid ini pada puluhan tahun lalu menjadi salah satu situs cagar budaya.
Semangat dari latar belakang hingga status Masjid Raya Ganting sebagai cagar budaya juga ikut menerpa masyarakat ganting untuk merawatnya.

Mulai dari mengecat sampai membetulkan kran dan memasang tandon air dibagian luar untuk menerapkan program kesehatan dibantu oleh masyarakat Ganting.
Sehubungan penyebaran virus corona atau Covid-19, sehingga pihaknya menyiapkan seluruh fasilitas untuk mematuhi protokol kesehatan.
Antisipasi yang dilakukan oleh pengurus dikatakannya agar Mesjid Raya Ganting tidak menjadi kluster baru penyebaran virus.
Seiring itu, spirit menjaga Masjid Raya Ganting juga dimiliki oleh makjelis taklim, demi kenyamaan para jamaah selama ramdhan.
Melalui diskusi dengan pengurus masjid, kata Al Mujin kini Makjelis Taklim yang berjumlah 100 orang bersedia menyiapkan takjil selama bulan Ramadhan 1442 H.(TribunPadang.com/Rahmat Panji)