Kota Pariaman

Kota Pariaman Urutan Empat Terbawah IKT 2021 Versi SETARA, Genius Umar: Indeks Toleran Bagaimana?

Wali Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat, Genius Umar tidak ambil pusing menanggapi laporan indeks kota toleran (IKT) tahun 2021 dari SETARA

Penulis: Wahyu Bahar | Editor: Mona Triana
TribunPadang.com/Wahyu Bahar
Wali Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat Genius Umar saat ditemui wartawan pada hari Selasa (29/3/2022) 

Laporan Wartawan TribunPadang.com, Wahyu Bahar

TRIBUNPADANG.COM, PARIAMAN - Wali Kota Pariaman Provinsi Sumatera Barat, Genius Umar tidak ambil pusing menanggapi laporan indeks kota toleran (IKT) tahun 2021 dari SETARA Institute.

Dalam rilis yang diterima TribunPadang.com dari SETARA, Kota Pariaman berada diurutan empat terbawah skor terendah indeks kota toleran.

Adapun skor IKT tahun 2021 untuk Kota Pariaman ialah 4,233 dari tentang nilai 1 sampai 7.

Baca juga: Damkar Kota Pariaman Imbau Warga Waspada Potensi Kebakaran di Musim Kemarau

Baca juga: POPULER Sumbar: Pemprov Atasi Kelangkaan Solar, Sepeda Motor Terlibat Tabrakan di Kota Pariaman

"Ngga apa-apa itu, indeks toleran bagaimana? orang di sini Islam semua," ujar Genius Umar kepada wartawan, Kamis (31/3/2022).

Sebelumnya, SETARA Institute merilis laporan indeks kota toleran (IKT) tahun 2021 pada Rabu (30/3/2022).

Dalam hasil temuan SETARA, tiga dari sepuluh kota dengan skor terendah IKT di Indonesia berada di Provinsi Sumatera Barat.

Baca juga: Dua Sepeda Motor Terlibat Tabrakan di Taluak Kota Pariaman, Seorang Pengendara Meninggal Dunia

Baca juga: Pengurus ASRI Kota Pariaman Dikukuhkan, Genius Umar: Bantu Promosi Wisata agar Dikenal Pecinta Gowes

Dari total 94 kota (kota administratif di DKI Jakarta digabungkan) di Indonesia yang menjadi objek kajian, Kota Pariaman menempati rangking 91 atau empat terbawah dengan skor akhir 4,233.

Lebih lanjut, kota dengan skor paling bawah dalam riset SETARA kali ini ialah Kota Depok dengan nilai 3,577, kemudian Banda Aceh dengan nilai 4,043, dan Cilegon di urutan tiga terbawah dengan nilai 4,087.

Sedangkan, kota lainnya di Provinsi Sumbar yakni, Kota Padang Panjang menduduki rangking 88 atau peringkat tujuh terbawah dengan nilai 4,440.

Baca juga: Mengenal Masjid Batu Tertua di Kota Pariaman, Berusia 143 Tahun, Tercatat sebagai Cagar Budaya

Baca juga: Unjuk Kebolehan 75 Murid SD/MI di Festival Malingka Carano Jo Arai Pinang Kota Pariaman

Adapun ibu kota Provinsi Sumbar yaitu Kota Padang setingkat di atas Padang Panjang yakni di posisi 87 dengan skor 4,460.

Lebih lanjut, tiga kota di Indonesia dengan skor tertinggi IKT versi SETARA ialah Kota Singkawang Provinsi Kalimantan Barat di peringkat teratas, disusul Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara, dan Kota Salatiga di Provinsi Jawa Tengah.

Singkawang memperoleh skor tertinggi dengan total nilai 6,483, sedangkan Manado yang bertengger di posisi kedua dengan nilai 6,400, dan Salatiga dengan skor 6,367.

Narahubung SETARA Institute Ikhsan Yosarie mengatakan, skor atau nilai IKT itu menggunakan skala hipotesis positif dengan rentang nilai satu sampai tujuh.

Nilai satu merupakan skor untuk situasi paling buruk pada masing-masing indikator, dan angka tujuh situasi paling baik pada masing-masing indikator untuk mewujudkan kota toleran.

Baca juga: Sopir Bus Pariwisata Antre Solar di SPBU, Wisatawan Harus Menunggu di Pantai Gandoriah Kota Pariaman

Baca juga: Curhat Warga Kota Pariaman: Aduh Harga Minyak Goreng Melambung, Mau Menggoreng Pakai Apa, Pasir ?

Ikhsan mengatakan, empat variabel dan delapan indikator menjadi alat ukur dalam riset IKT tersebut.

Variabel tersebut ialah regulasi pemerintah kota, tindakan pemerintah, regulasi sosial dan demografi agama.

Kemudian, presentase akhir pengukuran berdasarkan indikatornya ialah mengenai rencana pembangunan (sepuluh persen), kedua kebijakan diskriminatif (20 persen), ketiga peristiwa intoleransi (20 persen), keempat dinamika masyarakat sipil (sepuluh persen), kelima pernyataan publik pemerintah kota (sepuluh persen), keenam, tindakan nyata pemerintah kota (15 persen), ketujuh heterogenitas agama (lima persen) dan terakhir indikator inklusi sosial keagamaan (sepuluh persen).

Ikhsan mengatakan, bahwa pihaknya menjamin validitas data hasil IKT tersebut, karena melakukan tiga teknik riset sekaligus, yaitu triangulasi sumber, hasil self assessment pemerintah-pemerintah kota melalui kuesioner yang disebarkan, serta pertemuan serial para ahli untuk mengkonfirmasi data sementara hasil skor.

Melalui IKT, SETARA kata Ikhsan menemukan faktor-faktor penghambat pemajuan toleransi di Indonesia, baik itu di tatanan masyarakat maupun di level pemerintahan.

Di tatanan sosial kemasyarakatan, empat faktor penghambat itu ialah penyempitan ruang perjumpaan yang diakibatkan oleh segregasi sosial, kemudian rendahnya literasi tentang identitas internal dan eksternal antar warga, ketiga penguatan konservatisme dan penguatan kapasitas koersif warga.

Di tataran pemerintahan, ada tiga faktor utama penghambat pemajuan toleransi, yaitu keberadaan produk hukum yang diskriminatif, kapasitas aparatur negara, dan penegakan hukum.

Terakhir Ikhsan menjelaskan, indeks tersebut merupakan hasil pengukuran untuk mempromosikan praktik-praktik toleransi semua kota di Indonesia. (*)

Sumber: Tribun Padang
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved